*BRUK*
"Akhh..."
Catherine mengerang dengan posisi tengkurap setelah terjatuh ke lantai dari tempat tidur. Ia membalikkan badannya dan membiarkan dirinya terbaring untuk beberapa saat. Perlahan kedua mata itu terbuka dengan mudah—karena suasana ruangan yang cukup gelap, menatap langit-langit kamar.
Kamar apartemennya.
Butuh tenaga lebih untuk Catherine mendudukkan tubuhnya yang masih terasa berat. Ia ingat dirinya menikmati minuman fermentasi pemberian Mun-hee yang ternyata cukup beralkohol, membuatnya berakhir mabuk.
Suara deringan HP-nya yang tidak berhenti berbunyi semakin mengganggu dirinya yang belum bertenaga untuk mengangkatnya. Tapi ia tetap segera bangkit berdiri mencari benda persegi panjang itu dan menemukannya di samping tasnya, di atas meja rias.
Rory memanggil.
"Catherine!" Rory terdengar sangat panik.
"Hmm? Ada apa, Rory? Aku baru bangun," balasnya serak sambil memeriksa kembali layar HP nya untuk melihat jam. Pukul 11.28. Sudah sangat siang.
"The Alexandra Ghom's movie, Cath! They're recasting one of the main characters this Saturday's afternoon. Aku baru saja mendapatkan infonya dari Christopher tadi. Hailey Feather harus mengundurkan diri karena kasus narkoba. Tragic for her, but let's give it a chance, Cath! Alexandra wanted to give it a chance to new talents instead of casting acclaimed actors she knows. Ya, mereka melakukan ini sangat tiba-tiba. Dia menjadwalkan casting kilat ini dan tidak banyak yang tahu, karena tidak bisa memperlama jadwal produksi juga. Bagaimana?"
Catherine mencoba memahami semua penjelasan Rory di tengah keadaan hangover-nya.
"Tu— tunggu,"
"If it's a yes, i can immediately reschedule your flight to tonight at seven."
Film yang disutradarai oleh Alexandra Ghom? Siapa yang tidak ingin bekerja dengannya, terutama menjadi pemeran utama dalam filmnya. Kemampuan sutradara senior itu di akui sebagai salah satu yang terbaik dalam industri film. Terbukti dengan perjalanan karir cemerlangnya, ia mendapatkan banyak penghargaan dan pujian dari para kritikus. Terlebih setelah film terakhirnya yang rilis lima tahun lalu, cukup lama hingga membuat film terbarunya nanti tentu akan sangat diantisipasi.
"Okay, i'll do it, Rory."
"Great! Aku tahu kamu masih pusing dan mungkin akan sangat jet lag nanti. But let's give this a chance and try our best. Okay, i'll send you your flight details ASAP! Segeralah berberes. Love you, bye!" Rory mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu Catherine.
"Bye."
Catherine mengernyit setelah beberapa saat, menyadari pernyataan Rory. Masih pusing? Rory tahu darimana dirinya sedang pusing?
Nyawa Catherine kali ini telah terkumpul hampir penuh, namun ia hanya terduduk diam di atas kasurnya setelah panggilan dari Rory itu.
Catherine mengusap kepalanya. Matanya membesar dan jantungnya berdebar kencang kini, mendapatkan ingatan tidak jelas yang rasanya seperti mimpi dan khayalan dalam pikirannya.
Evan mendatanginya di rumahnya.
Lalu dengan samar ia juga mengingat Evan bermain piano.
Setelah itu, Catherine tidak dapat mengingat apapun lagi. Terlebih ia hanya mengingat rangkaian kegiatan itu, namun tidak mengingat sama sekali percakapan yang terjadi.
Catherine menyimpulkan Evan juga yang mengantarnya pulang. Ia dengan cepat berjalan ke ruang tengah dan menemukan record player milik ayahnya lalu sebuah kotak yang Catherine ingat ia buka kemarin.
Apa aku memintanya membawa ini?
Catherine berpikir sambil mencoba mengingat kembali. Kali ini membuatnya mengingat sesuatu yang sangat samar, hilang timbul dan tidak pasti ia rasa.
Ingatan yang gila.
Catherine mengusap bibirnya pelan.
"Tidak mungkin."
Catherine semakin merasakan intensitas ingatan itu. Ia bahkan tidak sanggup lagi untuk berteriak dan hanya diam karena terlalu syok. Jantungnya yang ia pikir sudah cukup berdebar kencang, kali ini rasanya akan meledak.
Satu hal yang pasti, Catherine akan menghubungi Rory. Terakhir ia ingat, Rory meninggalkan dirinya pada Evan saat ia ke New York, lalu menghubungi Evan di tengah situasi tersesat mereka. Tidak heran jika Rory tahu sesuatu di balik Evan yang mendatanginya kemarin.
Tapi itu urusan nanti.
Begitu pula dengan ingatan gilanya.
"Suratnya..." Catherine mengingat hal yang kini jauh lebih penting. Ya, surat untuk Evan yang ia temukan kemarin.
Dengan gelisah Catherine mengobrak-abrik isi kotak asal surat itu. Memilah satu persatu setiap barang yang ada di dalam.
Tidak ada.
"Kemana aku letak?" Ia mencoba mengingat dan kembali ke kamarnya dengan tergesa. Membuka tasnya dan menyerakkan semua isinya ke atas kasur.
Foto-foto lama miliknya. Gantungan kunci tupai. Beberapa aksesoris. Surat dari orang tuanya. Surat dari Dal-rae. Surat dari Ha-yoon. Surat dari beberapa temannya.
Nihil.
Ia kembali memeriksa ulang dengan perlahan dan tetap saja tidak ada. Catherine bahkan menyisir seluruh apartemennya, memikirkan kemungkinan terjatuh—meskipun rasanya tidak mungkin. Terakhir ia ingat, ia sangat yakin surat itu ikut ia masukkan ke dalam tasnya.
Apa Evan menemukannya? Apa dia membacanya?
Evan menemukan dan membaca surat itu adalah mimpi buruk bagi Catherine.
Rambut yang ditarik oleh kedua tangan menandakan rasa frustasi mendalamnya. Di saat yang bersamaan ia harus segera berberes dan berkemas. Belum lagi 14 jam perjalanan dan persiapan langsung untuk casting. Catherine tidak memiliki banyak waktu. Hangover-nya bahkan belum sepenuhnya mereda. Justru ia semakin pusing sekarang.
Keadaan ini terlalu chaos.
Catherine tidak dapat mengingat apapun lagi mengenai keberadaan surat itu sekuat apapun ia mencoba.
Menghubungi Evan tidak menjadi pilihan sekarang. Apa yang akan ia katakan? Bagaimana kalau benar pria itu menemukannya? Kalau begitu, menghubungi Evan berarti sama saja Catherine terjun bebas ke dalam mimpi buruknya.
Terlebih lagi mengingat dirinya yang mencium Evan kemarin.
"AKHHHH!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MORE THAN YESTERDAY | DDEUNGROMI
RomanceCatherine tidak menyangka ia akan bertemu kembali dengan Evan, seseorang yang pernah ia kenal dulu. Dan mungkin seseorang yang pernah ia suka dulu. Kali ini keduanya bukan lah anak SMP lagi. Catherine, seorang aktris yang menjadi sorotan karena kehe...