BAB 17 - PROVOKASI LAGA FINAL

16 6 0
                                    

Diandra akhirnya menunjukkan perkembangan yang baik setelah beberapa hari di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Diandra akhirnya menunjukkan perkembangan yang baik setelah beberapa hari di rumah sakit. Meskipun belum diizinkan kembali ke sekolah, dokter menyatakan bahwa kondisinya cukup stabil dan siap menjalani operasi abrasi jantung di Singapura tiga bulan lagi. Berita itu membawa secercah harapan bagi banyak orang, termasuk Revano, yang tidak berhenti menyalahkan diri sendiri pasca mereka bertengkar itu.

Hanya saja ada sebuah keputusan yang membuat aku sakit sekali di dalam hati, hal ini membuatku muak, rendah diri, dan menyalahkan segala kondisi yang terjadi.

Revano menerima Diandra untuk menjadi pacarnya karena sebuah rasa bersalah. Hal itu disampaikan Revano padaku dan Kai beberapa hari lalu di sebuah restoran cepat saji. Revano atas desakkan dari keluarga Diandra juga dan mungkin rasa tanggung jawab terhadapnya, akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya. Meskipun aku tidak tahu hatinya.

Hubungan ini tak lebih dari sebuah formalitas bagi Revano, sesuatu yang aku bisa lihat dengan jelas. Tetapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa mereka berdua kini menjadi pasangan. Bagiku ini adalah pukulan yang sangat berat karena sejak kecil, aku yang selalu berada di sisi Revano. Akulah yang seharusnya ada disampingnya. Meski aku tahu alasan Revano sebenarnya, tetap saja, rasa cemburu dan sakit hati ini tak bisa dihindari.

Suatu sore, ketika semua beban ini terasa berat dan hatiku seperti mau meledak rasanya, aku hanya bisa berlari menuju Kai. Satu-satunya orang yang kuanggap selalu ada disampingku saat ini. Aku akhirnya menangis di pelukan Kai saat duduk bersama di bangku taman sekolah, tempat yang sepi dan jauh dari keramaian. Kai, yang selama ini selalu menjadi sahabatku, seolah mengerti dengan sangat paham perasaan yang kini berkecamuk di dadaku.

"Aku nggak tahu harus ngapain, Kai," aku terisak, tangisku pecah tanpa bisa ku tahan lagi.

"Aku tahu Kai, kalo Revano nggak bener-bener sayang sama Diandra, tapi tetep aja sakit ngeliat mereka barengan. Aku benci sama Revano! Sifat gak enakannya ternyata sampai sejauh ini"

Kai merangkulku erat, tangannya dengan lembut membelai rambutku. "Aku ngerti, Lea" jawabnya dengan suara tenang dan penuh pengertian. "Kamu nggak perlu nahan semuanya sendirian kok. Ada aku.."

Memang ini sedikit diluar dari biasanya, Kai memelukku. Tapi aku tidak merasakan apapun lagi di hati selain rasa sakit dan benci kepada keadaan.

"Dia pacaran sama Diandra karena kasihan, kan? Aku tau, tapi..." tanyaku pada Kai dengan suara bergetar.

Kai menarik napas dalam-dalam, masih memegangi kepalaku agar melekat sempurna di bahunya,

"Sebetulnya reaksi kamu sampe kaya gini itu karna kamu sayang sama Revano, dan itu wajar. Cemburu itu manusiawi. Tapi Lea.. Kamu itu adalah wanita yang kuat. Semangat, keceriaan, semua yang ada di diri kamu itu bersinar. Jangan sampai karena cemburu dan sakit, kamu kehilangan semuanya.." Kai menatapku dalam.

Aku menyeka air mataku mencoba untuk tenang. Namun, hatiku masih kacau,

"Aku tau Kai, Aku tau aku harus bisa terima Diandra ada di hidup Revano sekarang. Seenggaknya sampai dia selesai operasinya di Singapura tiga bulan lagi."

JINGGA [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang