BAB 27 - "JINGGA"

15 5 0
                                    

Bandung, 28 Januari 2003

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandung, 28 Januari 2003

Malam ini aku membuka buku jurnal bersampul kulit berwarna hijau army yang kusebut sebagai 'Diary'. Dia adalah tempat di mana segala hal yang tidak bisa aku ungkapkan secara lisan, bisa aku tuangkan disini. Saat penaku menyentuh kertas, aku pun mulai menulis. Bukan untuk siapa pun, melainkan untuk diriku sendiri.

"Bandung, kota yang selalu kuanggap sebagai rumah, kini tak lagi sama. Gempa ini mengguncang segalanya, bukan hanya bumi yang kami pijak, tapi juga hati kami. Setiap sudut jalan yang dulu penuh warna kehidupan kini bungkam, reruntuhan ini menjadi saksi bisu bagaimana hidup bisa berubah dalam hitungan detik tanpa sebuah kata 'permisi'.

Aku berjalan di antara reruntuhan ini, melihat sekolahku yang kini dijadikan tempat pengungsian darurat. Sekolah gagah dan besar itu kini rapuh seperti kayu usang yang dimakan rayap. Sekolahku, yang dulu menjadi tempat kami menertawakan masa muda kini penuh dengan orang-orang asing yang tempat tinggalnya rata dengan tanah.

Mereka tidur di aspal dingin, berdesakan sembari menghirup partikel bintang yang menjadi debu dan angin. Melihat semua itu membuatku ingin menangis, tapi air mataku pastinya tidak akan membantu mereka.

Mereka butuh tindakan nyata, dan meskipun aku hanya bisa tinggal di sini selama tiga hari lagi, aku ingin berbuat sesuatu. Aku ingin membantu semampuku, walau itu hanya sedikit.

Mereka bilang, setelah badai, selalu ada pelangi. Tapi di tengah kekacauan ini, aku belum melihat pelangi itu.

Apa mungkin ada warna yang hilang? Mungkinkah Jingga? Sebuah transisi lembut yang menyuarakan harapan dan keseimbangan, yang melindungi dari dahsyatnya 'merah' dan terangnya 'kuning'.

Warna yang berdiri tegak diantara terangnya cahaya dan gelapnya malam. Jingga yang mengajarkan untuk tetap tegar menghadapi masa transisi pergeseran rotasi bumi. Ia bukanlah warna kemenangan, bukan juga warna kekalahan.

Namun di tengah krisis ini, apa mungkin yang kita butuhkan sebetulnya bukanlah pelangi? Namun hanya Jingga.

Warna yang setia mendampingi sebuah ketidakpastian, menjadi pijakan pertama atas datangnya kegelapan.

Aku akan melakukan yang terbaik sebelum kepergianku dan membantu orang-orang di sini setidaknya agar mereka sedikit merasa lebih baik. Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan dalam waktu yang singkat ini, tapi aku harus mencoba. Mungkin aku tak bisa membangun rumah mereka kembali, tapi aku bisa membantu memberikan harapan, meski itu hanya setitik.

Jingga-ku dengan inisial 'R', sudah berapa lama sejak terakhir kali kita bicara? Di mana kamu sekarang? Apakah kamu selamat? Apakah kamu merasakan ketakutan dan kekhawatiran atas bencana ini juga, ataukah kamu ada di luar sana, di tempat jauh sedang mengalami petualangan yang seru seperti biasanya? Seandainya saja aku tahu kabarmu. Aku berharap kau baik-baik saja di mana pun kau berada.

Kadang aku berpikir, mungkin kita memang ditakdirkan untuk berjalan di jalur yang berbeda. Kau dengan kebebasanmu, aku dengan semua hal yang mengikatku pada realitas ini. Tapi meskipun begitu, aku tak bisa menahan diri untuk berharap bahwa suatu hari, semoga jalan kita akan menemukan jalannya sendiri dalam suatu gerbang pertemuan. Meski hanya sebentar, hanya untuk bertukar senyum atau bercerita tentang hari.

Bencana ini mengajarkanku banyak hal, salah satunya adalah bahwa hidup ini terlalu rapuh dan selalu tidak terduga. Semua bisa hilang dalam sekejap mata. Dan mungkin, di dalam ketidakpastian ini, aku harus belajar untuk merelakan. Merelakan apa yang tidak bisa aku miliki sepenuhnya, termasuk kehadiranmu, Revano.

Untuk saat ini, Bandung adalah prioritas utamaku. Aku tidak bisa berpikir terlalu jauh ke depan melampaui sesuatu yang telah digariskan atau juga terlalu larut dalam kenangan masa lalu. Tapi aku hanya ingin bilang 'aku merindukanmu'

Semoga kau cepat pulih, wahai Bandung yang aroma romantisnya terdengar hingga pelosok negeri. Mungkin aku akan merindukanmu, tapi tidak sebesar aku merindukan seseorang yang entah di mana di dunia ini.

Dan Revano, jika kau mendengar doa ini dan jika perasaan rindu ini sampai padamu, aku harap kau tahu, bahwa kau akan selalu menjadi bagian dari jantungku dan Kota ini."

19/9/24 Indryadeva

-------------------------------------------------

📢 FYI
*Seluruh gambar anime visual dibuat khusus untuk novel Jingga.

*Novel ini adalah sebuah karya fiksi. Meskipun berdasarkan konsep geologis nyata, beberapa aspek adalah spekulasi atau fiksi yang tidak selalu mencerminkan pengetahuan ilmiah saat ini.

*Apabila ada kesamaan nama, karakter, kejadian, atau tempat dengan individu atau peristiwa nyata, hal tersebut sepenuhnya kebetulan dan tidak disengaja.

---------------------‐-----------------------------
⚠️No Plagiarism⚠️

Dilarang menyalin atau menyadur karya orang lain. Plagiarism is prohibited. Doesn't mean you can copy or adapt someone else's work. Create something original, respect copyrights, and avoid copying.

JINGGA [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang