BAB 23 - GEMPA DI BAWAH LANGIT BANDUNG

14 5 0
                                    

Bandung, Januari 2003

Pagi itu Bandung diselimuti kabut tipis, membuat udara terasa sejuk. Aku berjalan kaki menuju sekolahku yang hanya beberapa ratus meter dari rumah. Aku keluar rumah dan berjalan ke jalan rutinku setiap hari ke sekolah melewati kios bunga. Ini hari pertamaku masuk sekolah kembali pasca libur sekolah akhir tahun selama satu bulan setelah siswa siswi menghabiskan waktu karyawisata 5 hari di Bali.

Hari ini Revano sedang sakit dan tidak masuk ke sekolah, sepertinya alergi debunya kembali dan tiba-tiba saja ia terserang flu. Kai sepertinya sudah berada di sekolah karena ia selalu rajin datang lebih awal.

Aku belakangan ini sering bertelepon dengan Kai hampir setiap malam. Ada perasaan terbiasa yang nyaman saat aku bersama Kai. Ia memiliki pesona nya sendiri dengan pancaran kedewasaan yang membuat hatiku nyaman. Debaran-debaran kecil selalu mewarnai setiap pembicaraanku dengannya.

Namun, entah mengapa hubunganku dengan Revano kian menjauh.
Sepertinya ia menjalani peran sebagai pacar Diandra dengan sangat baik hingga berlanjut sampai saat ini. Kata-katanya di bukit tempo hari masih menjadi tanda tanya besar untukku. Dan.. persoalan 'Kenapa ia menciumku?', entah mengapa itu memunculkan perasaan hangat dan lega secara bersamaan di hatiku. Itu bahkan menjadi amunisiku sendiri untuk menghadapi hari yang akan datang. Bahkan ia berkata kejadiannya tempo hari dengan Diandra bukanlah 'first kiss' nya karena dilakukan dengan keterpaksaan. Sebetulnya apa yang ada di pikirannya? Entahlah, meskipun ada yang belum selesai antara aku dan Revano, saat ini aku tidak mau menghabiskan waktu dan energiku untuk memikirkan hal itu. Aku harus bergerak untuk memikirkan masa depanku, dengan aktifitasku yang menumpuk ini, membagi waktu antara musik, akademis, bahkan kegiatan panahanku.

Jalanan tampak lengang di pagi ini pukul 6.10 pagi, sementara beberapa orang memulai hari mereka seperti biasa. Di sebuah kios bunga, Pak Ujang, pemiliknya, tengah menata beberapa rangkaian bunga yang baru datang dari kebun. Di dekat sana, di depan sebuah gereja tua, berdiri Om Bule, yang sedang menjaga area parkir, duduk termenung sambil merokok.

Setibanya di sekolah, aku duduk di kursi biasa di lapangan sambil menyapa Kai dengan senyuman. Ia pun tersenyum ke arahku dengan gerakan bibir "good morning" nya. Aku melepas tasku dan menyimpannya di sampingku sembari membuka satu kaleng minuman yoghurt yang ku bawa dari rumah. Tiba-tiba dari kejauhan Diandra melihatku dan memutuskan untuk menghampiriku dan duduk di sampingku.

"Lea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lea.." sapanya dengan nada lemah dan air wajah yang datar

"Hai Diandra.." jawabku. Lalu ia pun duduk dan kami berdua sama-sama memandangi Kai yang tengah melakukan pemanasan.

"Revano gak masuk ya? Sakit.. Kamu sendirian?" ucapku membuka obrolan padanya dengan tatapan kosong.

"Iya, dia ngabarin aku tadi pagi. Aku pengen aja duduk disini, Lea. Kayaknya aku gak pernah ngobrol sama kamu selama ini.." ujar Diandra dengan nada yang datar

JINGGA [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang