BAB 24 - SURVIVAL PERTAMA

11 5 0
                                    

Aku menatap Kai dengan penuh keyakinan meski tubuhku terasa lelah dan letih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menatap Kai dengan penuh keyakinan meski tubuhku terasa lelah dan letih. Tangan kami saling menggenggam, seolah memberikan kekuatan satu sama lain di tengah reruntuhan ini.

"Kai, kita harus gerak," desisku dengan suara bergetar

Kai menatapku, wajahnya dipenuhi kebingungan. "Gerak ke mana, Lea? Kita terjebak di sini."

Aku menarik napas panjang. "Kita harus lakuin sesuatu. Jangan cuma diem aja nunggu bantuan.."

Kai terdiam sejenak, sebelum akhirnya menghela napas. "Kamu punya ide apa, Lea?" sorot matanya kini lembut

Aku tersenyum samar, tapi seketika seolah aku punya harapan, setidaknya itu yang bisa aku yakini saat ini. "Kamu pernah liat bangunan piramida di Mesir kan? atau di film-film tentang piramida suku Maya? Mereka pakai cermin buat menerangi ruangan-ruangannya yang gelap."

Kai menatapku penuh tanya. "Ahh, iya, terus?"

"Kita cari kaca, Kai! Nanti kamu cari celah di atas yang masih bisa masukin cahaya. Kita pantulin sinarnya ke arah luar. Tapi ini bakal bikin capek, kalau kamu udah lelah, kita bisa gantian." Aku berbicara cepat karena ide-ide itu baru saja melintas di pikiranku.

Kai mengangguk perlahan, seakan baru menyadari sebuah harapan dari ideku. "Oh iya, bener! Kenapa aku gak kepikiran ya? Kamu cerdas, Lea."

Aku mengangguk dengan mantap, "Sementara kamu pantulin sinar, aku bakal cari spidol, ini kan koperasi Kai, masa gak ada spidol. Aku gunting kain, bikin bendera gitu, aku tulisin 'HELP' besar-besar, lalu aku coba selipin keluar lewat bolong-bolong kecil itu, biar orang di luar bisa lihat. Nah, Diandra... meskipun lagi lemah, dia bisa bantu juga."

"Caranya gimana?" tanya Diandra, penasaran.

"Kamu inget pemandu di Bali waktu itu gak? Dia ngajarin kita cara ketuk-ketuk dinding pakai pola acak. Mungkin tim penyelamat bisa mendeteksi suara ketukan itu. Diandra bisa bantu ketuk dinding pakai alat apapun yang ada."

Kai mengangguk, matanya penuh kekaguman. "Aku setuju, Lea. Kamu cerdas dan berani. Tapi soal Pak Leo... sepertinya dia punya cedera dalam. Kalau kita berhasil keluar dan tim penyelamat belum datang, dengan berat hati kita harus tinggalin dia dulu. Kita cari bantuan medis, baru kita balik ke sini."

Aku terkejut. "Loh, kenapa kita gak bawa Pak Leo?"

Kai menarik napas dalam. "Terlalu riskan, Lea. Kalau di dalamnya ada tulang yang patah atau tulangnya pecah, pecahannya bisa nusuk ke organ dalam. Itu berbahaya."

Aku akhirnya mengangguk, meski rasa bersalah mulai menyelinap di hatiku, "Oh... gitu ya. Ya udah, kita harus semangat, Kai! Kamu makan dulu biskuitnya sama minum air, kita harus punya tenaga Kai"

Diandra yang terduduk dengan kaki terbalut sementara, mencoba tetap tenang meski kesakitan di kakinya membuatnya sulit bergerak. "Jadi, aku ketuk tembok pakai apa, Lea?" tanyanya dengan suara lemah.

JINGGA [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang