Sebuah bencana gempa bumi besar di Bandung memisahkan Leandra dan Revano, sahabat yang dipertemukan takdir sejak kecil. Bersama Kai dan Diandra, mereka menjalani persahabatan yang murni dan polos, hingga perlahan mulai memahami arti cinta.
Bencana...
Matahari sore yang terik menyorot kota Jakarta menciptakan bayangan panjang dari gedung-gedung tinggi. Disini seperti seolah-olah setiap harinya adalah musim panas, namun kita bisa menikmati kecantikan kota Jakarta biasanya pada malam hari, dimana lampu-lampu gedung tinggi menjulang itu masih menggaungkan sebuah kemegahan yang tersembunyi dibalik malam, usai hiruk pikuk penduduk kota yang saling mengadu nasib. Disinilah pusat dari peradaban urban di Indonesia saat ini, Jakarta.
Aku duduk di teras sebuah cafe, memandangi jalan yang penuh dengan kendaraan dan orang-orang yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Di hadapanku, masih segelas es kopi gula aren yang belakangan menjadi favoritku pasca lulus dari SMA.
Sekarang, aku menduduki bangku kuliah semester 5 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, jurusan Program Studi Inggris, Universitas Indonesia.
Sebagai mahasiswi semester 5 ini, aku semakin tenggelam dalam rutinitas akademikku karena cukup menantang. Mata kuliah seperti Introduction to Literary Theory dan English Prose and Poetry menjadi fokus utamaku, di mana aku bisa mempelajari karya-karya sastra klasik serta modern dengan mendalam. Aku kerap menghabiskan waktu di perpustakaan kampus untuk membaca novel klasik, membaca tentang teori sastra, atau menulis esai yang menantang pikiranku. Aku juga senang sekali menonton film.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gempa Bandung yang terjadi tiga tahun lalu masih memberikan bekas mendalam pada diriku. Kala itu, aku kehilangan banyak hal, kehidupanku, rutinitas, rumahku, teman-temanku, bahkan orang yang spesial dalam hidupku. Pengalaman itu sering ku curahkan dalam tugas menulisku dalam mata kuliah Creative Writing yang memberiku kebebasan untuk mengekspresikan ide-ide kreatif dalam bentuk cerita pendek, puisi, dan esai. Di sini, aku belajar mengolah pengalaman traumatis dari gempa menjadi cerita-cerita yang lebih akrab untuk orang banyak, menyentuh, atau ku angkat tema-tema tentang persahabatan, bertahan hidup dan harapan.
Trauma gempa tersebut membuatku lebih sensitif terhadap tema-tema seperti kehilangan, perpisahan, dan perjuangan untuk bertahan hidup. Cerita pendekku kebanyakan menggambarkan karakter-karakter yang terjebak dalam situasi krisis yang terinspirasi oleh bencana itu. Memang beberapa kali dosen dan teman-temanku memuji kekuatan emosional dalam tulisanku. Bahkan aku disarankan menjadi penulis saja.
Hobiku menyanyi tetap menjadi pelarian saat tekanan akademik mulai menggunung. Aku bergabung dengan Student Choir (paduan suara) di kampus, dan kadang tampil dalam acara kampus. Untuk panahan, aku juga masih berlatih memanah di klub panahan UI. Semua itu aku lakukan agar kehidupanku mendapatkan sebuah keseimbangan, fokus yang terlatih, dan kemampuan kontrol yang ku butuhkan.
Pikiranku sering kali kembali pada sahabat- sahabat terbaikku, Revano, Kai, Diandra dan Kinan.
Tiga tahun telah berlalu sejak gempa besar yang mengguncang Bandung, kampung halaman kami. Saat ini bandung telah memulihkan dirinya sendiri hampir 80 persennya. Dimulai dari perbaikan jalur transportasi seperti jalanan yang retak, lubang besar, jembatan yang ambruk, lalu perbaikan bandara dan stasiun dalam satu bulan pertama pasca gempa untuk menyalurkan bantuan seperti makanan, air bersih, obat-obatan, dan tenda darurat.