BAB 10 - EKSTRAKURIKULER

18 7 0
                                    

Bandung 1999, aku menghirup napas dalam-dalam sebelum menatap diriku di cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bandung 1999, aku menghirup napas dalam-dalam sebelum menatap diriku di cermin. Seragam putih-biru yang baru aku kenakan terasa sedikit kaku dengan aku memasukan kemeja putihnya yang belum dikecilkan oleh penjahit itu dengan ikat pinggang hitam melingkar di pinggangku. Ibuku tidak setuju jika aku mengenakan seragam ketat yang membentuk tubuh.

"Wah, aku culun juga ya"

Aku mencoba menarik napas dalam, mengusir rasa gugup di dada. Di sudut mejaku, ada botol parfum kesayangan yang selalu ku gunakan belakangan ini, hadiah dari kakak sepupuku di Jakarta yang tiga bulan lalu baru kembali dari Jepang. Sebuah wewangian dengan top notes jeruk mandarin dan pear dengan ada sentuhan jasminenya. Aku membuka tutupnya, lalu menyemprotkan sedikit di pergelangan tangan dan leherku karena sayang sekali kalau cepat habisnya. Aku menggerai rambut panjangku dan memakai satu buah bobby pin di sisi kiri rambutku sehingga telingaku bisa terlihat mengenakan anting silver kecil yang manis itu.

"Aku pasti bisa,"

gumamku pelan dengan suara yang nyaris tak terdengar di ruangan kamarku yang sunyi ini. Wewangian segar itu langsung tercium, menyebar di udara dan menenangkan saraf-sarafku yang seolah tegang tanpa kompromi ini. Ada sentuhan vanila sedikit di balik aroma bunga dan buah-buahan itu, membuatku merasa hangat dan sedikit lebih percaya diri. Memang beda sekali aroma ini dengan body splash cologne yang sering kupakai. Aku baru mengenal ada perbedaan antara cologne dan parfum.

Aku menatap jam di dinding, ternyata masih ada waktu, tapi aku tak mau terlambat di hari pertamaku di sekolah.

Oh iya, aku tidak berbicara sepatah katapun dengan tanteku dan Leodra dua hari ini. Bagus lah, setidaknya aku bisa tenang di hari-hariku sekarang. Ibuku pun sekarang mandiri untuk membeli lauk pauk dirumah sehingga bukan tante lagi yang memasak makanan untuk kami. Kami menjadi langganan sebuah warung makan di sekitar sini dan rasanya enak. Ternyata ibuku pun tidak berkomunikasi dengan tanteku belakangan ini. Karena ruangan kami sedikit terpisah sekat, sekarang seolah-olah kami tinggal di rumah yang berbeda.

Sekolah baru berarti tantangan baru buatku. Meskipun aku sudah sering mendengar cerita-cerita seru tentang SMP dari Revano, hari pertamaku tetaplah menjadi sesuatu yang menegangkan.

"Leandra! Ayo cepat berangkat!"

Suara ibuku terdengar dari kamar, membuyarkan pikiranku yang sedang berjalan-jalan itu. Aku segera menyambar tas punggung merahku, memeriksa isinya sekali lagi sebelum aku melangkah keluar kamar untuk memastikan tidak ada satu celahpun untukku gagal di hari pertama.

Di perjalanan menuju sekolah, aku tidak bisa menghindari perasaan asing yang menjalari tubuhku ini. Aku sedikit cemas dan takut karena sekolah ini ternyata begitu besar dibandingkan SD tempatku belajar dulu. Gerbang besi biru dengan papan nama sekolah terlihat kokoh dan sedikit mengintimidasi diriku yang seolah kecil. Kerumunan siswa berseragam sudah mulai memadati area depan sekolah. Beberapa di antara mereka bercanda, tertawa, sementara yang lain mengerubungi jajanan di depan sekolah dan sebagian lainnya sudah berbaris di lapangan untuk mengikuti upacara.

JINGGA [ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang