Bab 41 - Dirampok

180 21 0
                                    

Marot dan Apek luntang lantung di jalanan kota, mereka yang tak punya sanak saudara di sana bingung mau tinggal di mana. Terlebih lagi bagi Apek yang memang sudah lama tidak menyentuh dunia luar.

"Kita cari kost-an yuk!" Ajak Marot.

"Apa itu kost-an?"

"Tempat tinggal sederhana!" Jawab Marot asal-asalan.

"Kita harus mencari Aris, Marot! Kenapa mau cari tempat tinggal?"

Marot ingin rasanya menyumpahi Apek yang ternyata benar-benar dungu.
"Memangnya Dang mau tidur di emperan toko terus? Orang-orang menganggap kita gembel. Selain itu tidak aman jika kita tidur di tempat terbuka! Sudahlah menurut saja samaku, ayo kita cari tempat kost dulu!"

Apek menurut, keduanya berjalan beriringan. Sambil berjalan, Apek tak henti-hentinya mengirimkan pesan ke nomor Aris, siapa tahu nanti pesan itu dibaca oleh Aris.

Sialnya, meski Marot paling berpengalaman akan kehidupan kota namun Marot sendiri tak banyak tahu jalan-jalan di kota itu yang teramat banyak. Alhasil mereka malah masuk ke gang buntu yang ternyata jadi tempat bersarangnya para preman.

Melihat dua pemuda lugu memasuki wilayahnya tentu saja memancing para preman itu melakukan kejahatan, terlebih lagi saat melihat Apek yang memegang ponsel merk terkenal dan mahal.

Terjadilah perampasan dan pemalakan di siang bolong, meski Marot dan Apek itu jago bela diri, namun dikeroyok preman berjumlah besar dan sudah berpengalaman dalam melakukan berbagai kejahatan, akhirnya Marot dan Apek babak belur, seluruh bawaan mereka telah kena rampas, termasuk ponsel seluler dan kamera milik Aris, dua benda yang teramat berharga bagi Apek.

"Tolong kembalikan! Itu benda penting!" Pinta Apek yang sedang di pegangi oleh lima orang preman berbadan kekar. Apek yang paling banyak dijaga, karena tenaganya yang paling kuat. Marot sendiri sudah pingsan dengan sekujur tubuh babak belur.

"Bagaimana, Bos?" Tanya seorang preman pada bosnya yang sedang menimang-nimang ponsel rampasannya.

"Apa perlu kita habisi orang ini?" Desak seorang anak buah lagi yang melihat sang ketua tidak kunjung menjawab.

Preman yang mereka panggil Bos akhirnya melirik, dia tersenyum angker, "Bikin pingsan saja, kemudian buang ke sembarangan, buang jauh-jauh dari wilayah kita!"

Apek menggeram mendengar perintah keji itu,  dia ingin melawan namun sesuatu yang keras telah menghantam tengkuknya. Pandangan Apek berkunang-kunang sesaat sebelum akhirnya berubah gelap. Dia menyusul Marot, roboh pingsan tak sadarkan diri.
****

"Di mana saya?" Tanya Apek begitu tersadar dari pingsan, matanya masih berkunang-kunang. Saat itu dia melihat kalau dia ada di sebuah kamar teramat sederhana, berdinding triplek yang beberapa bagiannya sudah mengelupas.

Apek merasa tengkuknya nyeri, ketika dia meraba ke tengkuk terasa ada tempelan benda lembut, ternyata lapisan kain kasa yang masih lembab karena mengandung cairan obat. Kulit tengkuknya ada yang robek.

"Marot, di mana Marot?" Kalut Apek.
Dia bergegas bangkit, namun tubuhnya masih terhuyung-huyung.

Saat dia limbung, tiba-tiba pintu kamar yang hanya berupa tabir kain tersibak, seorang perempuan masuk bersama Marot. Keadaan Marot tak kalah menyedihkan, pelipisnya juga sudah ditempeli perban luka.

"Dang, tahan dulu!" Seru Marot. Dia lekas menahan Apek yang ingin bangkit. Apek pun kembali duduk di ranjang tua itu, di sebelahnya turut duduk Apek. Ada pun nenek yang datang bersama Marot duduk di depan mereka, di atas sebuah kursi kayu yang sudah usang.

"Berterima kasihlah pada Nenek ini, Dang! Dia yang telah menolong dan menampung kita di rumahnya!" Seru Marot.

Apek tersenyum, dia membungkuk hormat guna menghaturkan terima kasih kepada nenek penolong.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang