Flora kaget karena hari itu Balai Adat penuh sesak, bukan oleh anak-anak yang ingin belajar melainkan oleh penduduk-penduduk lelaki yang seperti menyiapkan sesuatu. Flora yang diantar Robi dan Nando pun bingung, jika Balai Adat dipakai seharusnya Tuk Dampo mengabarinya sebelumnya hingga dia tidak merasa bingung seperti sekarang.
"Maaf Bu Guru! Untuk sepekan ini kegiatan belajar anak-anak ditunda dulu. Balai Adat mau kami gunakan untuk melakukan upacara penting" ujar Tuk Dampo saat Flora menemuinya dan bertanya mengenai Balai Adat.
Flora tak berani menampik, dia pun undur dari Tuk Dampo lalu melihat kesibukan semua lelaki. Saat melihat satu penduduk Tarang yang dikenal, Flora pun bertanya kepada orang itu.
"Apa yang sedang terjadi, Pak?" Flora bertanya yang segera diterjemahkan. oleh Robi ke dalam bahasa Tarang.
"Kami harus bersiap-siap, dua hari lagi Upacara Mandi Darah akan dilakukan" jawab lelaki paruh baya itu. Tanpa menerangkan lebih jauh lelaki itu pun bergegas pergi.
Flora dan Robi saling lirik beri isyarat. Keduanya berjalan menuju tepi sawah yang sunyi meninggalkan Nando yang sibuk membantu warga menyiapkan keperluan upacara.
Flora dan Robi menuju ke sebuah gubuk yang terletak jauh dari keramaian.
Di dalam gubuk itu Flora dan Robi kembali bercinta dan bersetubuh dengan binal. Selesai menuntaskan hasrat keduanya pun bercerita."Ini sesuai dengan rencana ibuku, beliau sudah menduga akan diadakannya Upacara Mandi Darah" ujar Flora yang belum berpakaian, Robi masih sibuk meremas memainkan puting susu perempuan itu.
"Terus kapan racun itu akan kau berikan?" Tanya Robi.
"Lihat situasi dulu, kata ibu Upacara Mandi Darah hanya boleh ditonton oleh lelaki, jadi aku perlu bantuan seorang lelaki Tarang yang akan membantu upacara besok"
"Kau sudah menemukan lelaki itu?" Tanya Robi.
Flora tersenyum, perempuan itu mengangguk, "Ada, muridku sendiri. Kau lihat saja nanti apa rencanaku"
Setelah beberapa kali sodokan lagi akhirnya Robi mengajak Flora meninggalkan gubuk itu.
***Hari Upacara Mandi Darah telah tiba, pagi sekali Flora berboncengan dengan Robi sudah muncul di Lembah Tarang. Para warga tampak semakin sibuk, para lelaki perkasa sedang menyeret-nyeret paksa seekor kerbau jalang ke satu lapangan besar dipandu oleh Tuk Rakeh yang sedang membawa pembakar dupa yang menyala. Mulut lelaki tua itu komat-kamit membaca mantra.
Kerbau ditambatkan di tengah lapangan. Flora mengedarkan pandangan mencari-cari keberadaan Apek, akhirnya dapat. Dia melihat Apek bdi salah satu sisi lapangan sedang digembleng ayahnya, Tuk Dampo. Ruis juga ada di sana. Kedua lelaki itu tampak gagah dengan bertelanjang dada. Tubuh keduanya hanya ditutupi cawat sepaha, Apek dan Ruis tidak memakai alas kaki.
Flora tersenyum melihat Kebagusan tubuh Apek.
"Pantas saja kau ngebet ingin memperjakai lelaki itu, ternyata badannya benar-benar bagus" bahkan Robi yang tegak di sebelah Flora ikut memuji Apek.
"Kontolnya juga besar" celetuk Flora.
"Sayangnya 'layu', apa gunanya besar kalau impoten" tukas Robi.
Flora mendelik, dia mencubit pinggang Robi hingga polisi hutan itu menggelinjang sakit.
"Kalau bukan karena Tuk Rakeh, kejantanan Apek jauh lebih bagus dari milikmu"
Robi cuma nyengir, "Lebih bagus, tapi yang lebih sering menyodokmu adalah aku"
Flora cemberut sambil melihat sekitar, memperhatikan para perempuan yang sibuk menghidangkan makanan di meja-meja panjang jauh dari lapangan. Ketika dia melihat enam remaja lelaki berumur 12-14 tahun berjalan berbaris sambil membawa kendi, perempuan itu pun tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ksatria Lembah Tarang
RomanceBL story, yang anti LGBT, homophobia mending jauh-jauh, entar ketularan terus ketagihan. Hahahaha yang jelas ini bukan zona nyaman buat kalian. Jadi buat apa berkecimpung di zona yang bukan frekuensi kalian. Hormati saja. Boleh membenci tapi jangan...