Bab 11 - Diusir

322 30 1
                                    

Aris dan Apek telah bersiap-siap, ekor panah telah menempel di tali busur. Sebelum memulai aksi Apek memprovokasi Aris.

"Aku ragu kalau kau bisa mengalahkanku? Orang kota sepertimu tidak akan pernah tahu rasanya memanah buruan"

Aris melirik sekilas pada Apek, wajah Apek benar-benar pongah. Aris tak suka itu, meski Apek itu ganteng.
Dia suka Apek seperti diawal perkenalan mereka. Aris sendiri tidak tahu kenapa sikap Apek bisa berubah secepat itu.

"Kita lihat saja nanti" ucap Aris pendek.

"Ya, aku tak sabar melihat kau menangisi kekalahanmu"

"Menangis? Karena kalah oleh permainan?" Heran Aris karena Apek menganggap terlalu serius permainan ini.

Tiba-tiba gong dipentung, Tuk Rake mulai membaca mantra, mantra yang membuat kuduk Aris sedikit merinding. Jeruk-jeruk sasaran mereka mulai bergerak-gerak laksana digoyangkan oleh hantu.

Rujut tarikan kenah puang maeh
Rungkeng angkeng puang maeh
Lanjung nempat kenah,
Lawang puang maeh

Mantra itu terus dibacakan oleh Tuk Rake, gong kembali dibunyikan sebagai pertanda kedua pria harus menarik anak panah. Aris dan Apek lakukan itu. Sementara nyanyian mantra itu tiba-tiba saja telah memasuki otak Aris, Aris tersentak sebentar, dia bisa melihat luas, dia bisa melihat wujud angin, dia bisa melihat inti api. Mata Aris menatap hampa namun dari kehampaan itu dia bisa melihat sesuatu yang tak terlihat. Lalu ada sorak-sorai lelaki, Aris merasa ada yang menggenggam tangannya, membantunya menarik panah.

Jeruk-jeruk itu semakin bergoyangan tak menentu. Ketika gong dibunyikan lagi, Apek lepaskan anak panah miliknya, pun begitu pula dengan Aris, sosok yang berdiri dibelakangnya dan membantunya menarik busur turut melepaskan bidikan.

Wusss, dua anak panah menderu, dan ajaibnya anak panah Aris lebih laju, dan klatak, menghantam anak panah milik Apek hingga patah. Anak panah Aris terus melesat dan anehnya jeruk-jeruk yang bergoyang-goyang itu mendadak diam dalam satu barisan lurus memanjang ke belakang. Crasss, seluruh jeruk tertembus anak panah Aris.

Sulit dipercaya, suara penduduk lembah yang tadi mengelu-elukan Apek menjadi bungkam. Aris mengalahkan Dangraka mereka hanya dalam sekali panah.
Tidak ada tepukan tangan sama sekali, semua mendadak hening, orang-orang juga seperti terpukau tak bergerak seolah-olah benar-benar dibungkam alam.

Aris bergidik ngeri ketika merasa makhluk yang tadi membantunya menarik panah melangkah ke hadapannya, mata Aris membeliak melihat makhluk itu, lelaki tampan rupawan dengan wibawa yang luar biasa, seperti seorang raja. Memakai pakaian Tarang yang lebih megah, dadanya bidang, perutnya berotot, pahanya kekar, namun kakinya tak terlihat karena tertutup kabut.

"Nuan igut aku
Jar aku igut nuan
Moragaku dalek nuan
Rahek ku dalek ati nuan
Kite ije' seilu-ilu"

Sosok itu tiba-tiba mengusap wajah Aris sebelum akhirnya lenyap entah kemana, Aris meraung menceracau. Kebungkaman yang menyukupi tempat itu serta merta lenyap.

Aris menggerung melejang-lejang, sedangkan mulutnya berulang kali mengucapakan kembali kata-kata yang tadi diucapkan oleh lelaki misterius yang hadir di pelupuk matanya.

"Nuan igut aku
Jar aku igut nuan
Moragaku dalek nuan
Rahek ku dalek ati nuan
Kite ije' seilu-ilu"

(Dirimu itu aku, sedang aku itu dirimu, bintangku dalam dirimu, jiwaku di dalam hati dirimu, kita satu selama-lamanya)

Apek yang berada paling dekat serta merta menangkap tubuh Aris, lelaki ini menepuk-nepuk pipi Aris.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang