Bab 26 - Masa Lalu

214 27 0
                                    

Marot, Dika dan Ruis bersama beberapa pemuda Tarang yang sedang berjaga malam di rumah Apek tercekat tatkala mendengar suara auman harimau yang dahsyat. Dika langsung gemetar kakinya, namun meski sedikit merasa gentar lelaki ini semakin eratkan pegangan tangannya ke hulu sebuah golok yang dipinjamkan seorang warga.

"Apakah harimau itu akan datang lagi?" Tanya Dika dengan khawatir.

"Tidak bisa kita pastikan! Yang penting kita harus waspada!" Seru Ruis.

Apek sendiri telah melihat dari balik jendela buat memastikan keadaan.

"Jangan keluar Pek! Tetaplah di dalam menjaga bang Aris!" Pinta Ruis.

Apek tanpa menjawab maupun mengangguk langsung menutup kembali jendela. Lelaki itupun sudah siap siaga dengan parang.

Orang-orang yang menjaga di luar rumah mulai merinding ketika sekali lagi terdengar suara auman harimau.
Beruntunglah tak lama kemudian muncul sosok Tuk Rakeh yang dikawal dua pemuda Tarang.

"Tuk, suara harimau itu muncul lagi" ucap Ruis sambil menghormat pada Tuk Rakeh.

"Saya tahu Dang Ruis, itulah sebabnya kenapa saya lekas-lekas kemari, sedari tadi perasaan saya tidak enak. Saya akan turut berjaga-jaga disini" Tuk Rakeh lekas memberikan sebuah kendi cukup besar kepada seorang pemuda di sebelah kirinya.

"Taburkan garam itu mengelilingi rumah Apek, jangan ada yang terlewatkan sedikitpun meski cuma sejengkal" titah orang tua itu.

Pemuda itu menerima kendi dan langsung jalankan perintah.

"Ayo kita berjaga-jaga di teras! Sekalian Atuk mau bercerita sedikit tentang harimau itu" ajak Tuk Rakeh.

Ruis, Marot dan Dika mengekori Tuk Rakeh yang sudah meniti naik ke rumah panggung. Di berandanya mereka pun duduk bersila berhadapan. Ditemani talas rebus dan jahe hangat Tuk Rakeh pun mulai bercerita.

"Dia adalah Mahiyang" Tuk Rakeh mengawali kisah dengan menyebutkan nama si biang kerok.

"Mahiyang?" Tanya Dika, nama yang aneh.

Ruis dan Marot cuma diam, sebagai penduduk lembah sedikit banyaknya cerita tentang sepak terjang Mahiyang itu telah mereka ketahui.

"Benar, Mahiyang Kemala. Dua puluh empat tahun silam dia adalah penduduk lembah ini, kami pikir dia gadis baik-baik walau dia keturunan dari Santini" Tuk Rakeh lanjutkan cerita.

"Santini? Siapa lagi itu?" Lagi-lagi Dika penasaran.

"Dahulu kala, Lembah Tarang ini didirikan oleh Raja pertama kami, Raja Agia. Nah Raja Agia ini punya empat anak, satu perempuan dan tiga lelaki, nah Santini ini adalah anak perempuannya. Santini kecewa karena dia tak mewarisi kekayaan dan kekuasaan padahal dia anak tertua. Maka sejak itu dia menyimpan dendam yang mendarah daging. Dendam kesumat yang diwariskan secara turun temurun kepada anak cucunya, termasuk sekarang oleh Mahiyang" Tuk Rakeh menerawang jauh, mengingat-ingat kejadian berpuluh tahun.

Dika termangu karena mencerna keterangan Tuk Rakeh barusan. Setidaknya sedikit benang merah mulai terurai,
"Lantas apa kaitannya si Mahiyang dengan Aris?"

"Untuk lebih jelas, baiklah akan saya ceritakan segala yang saya ketahui" ucap Tuk Rakeh.
*****

Dua puluh empat tahun silam:

Lembah Tarang yang awalnya tentram, damai dan bersahaja, pagi itu dilanda kegegeran. Semua karena beberapa orang yang mendatangi Tuk Dame melaporkan bahwa anak remaja lelaki mereka menghilang, total tujuh remaja laki-laki.

Tuk Dampo dibantu dua wakilnya, Tuk Rakeh serta beberapa penduduk pun menyebar dengan cepat melakukan pencarian. Pencarian itu membuat mereka sampai di satu bagian hutan yang cukup jauh dari kediaman penduduk Tarang.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang