Bab 37 - Tiba Di Mekar Sari

198 26 0
                                    

Mobil pick up itu terasa sempit, tiga orang lelaki ada di depan, Tala mengemudi sedangkan Dika dan Arus duduk berdempetan di sebelahnya.
Sesuai janji Tala, dia akan mengantar Dika dan Aris ke Desa Mekar Sari, kebetulan dia juga ingin berbelanja untuk mengisi barang-barang keperluan kios. Simpang menuju Desa Mekar Sari memang satu jalur dengannya.

Di dalam perjalanan itu mereka mengobrol dengan akrab.

"Kau tidak tertarik buat menikah lagi, Tala?" Tanya Dika yang sudah akrab dengan Tala. Dika memang tipe pria supel yang gampang bergaul.

"Hahaha, belum ada niat bang, lagi pula ada sedikit trauma di hatiku. Apalagi jelas-jelas aku menyaksikan kematian istri dan bayiku di depan mata sendiri." Jawab Tala sambil sebelah memutar musik dangdut dengan volume tidak terlalu keras.

"Sebaiknya jangan terlalu larut dalam kesedihan! Hidup harus terus berjalan!" Nasihat Aris.

"Baik, Dang! Doakan saja semoga cepat dapat jodoh lagi!"

Dika heran, sejak kembali dari Lembah Tarang, sifat Aris mulai berubah lebih dewasa, mulutnya tidak asal bunyi lagi seperti dulu. Dulu, Aris meski lebih pendiam, namun kalau ngomong juga suka toxic. Dika harus mengakui, kalau Aris sekarang lebih berwibawa.

"Sayang, aku sudah punya Budi, kalau tidak mungkin aku akan mengejar-ngejar kau, Tala." Goda Dika pada Tala.

Tala tertawa, dia sudah tahu kalau dua teman barunya ini adalah gay. Di budaya Lembah Tarang tidak ada larangan meski jarang sekali terjadi percintaan sesama jenis.

Mobil pick up itu bergenti di persimpangan masuk menuju Desa Mekar Sari.

"Aku antar sampai ke dalam ya?" Tawar Tala.

Aris menggeleng, "Tidak usah! Jalanan di sini rusak, penuh lubang. Bahkan masih ada yang berisi genangan air sisa hujan kemarin."

"Benar, lagi pula kami ingin bernostalgia, Tala. Dulu sewaktu menjelajah ke sini kami juga berjalan kaki." Dika menambahi.

"Oh, baiklah! Tapi ingat ya, jika ingin keluar dari Desa, kabari aku. Biar aku menjemput kalian ke rumah Bang Budi." Ucap Tala.

"Kau kenal dengan Budi?" Tanya Dika drngan senang.

Tala mengangguk, "Kami sering bertemu dan berkenalan saat ada pertemuan di kantor bupati. Kami sering mewakili desa masing-masing buat ikut penyuluhan pertanian."

Aris dan Dika turun dari mobil itu, setelah saling pamit, mobil Tala pun kembali berjalan. Aris dan Dika setelah melihat mobil itu lenyap dari pandangan, keduanya pun melangkah masuk ke simpang itu. Mereka bertemu dengan tukang ojek dan memakai jasanya.

Desa Mekar Sari letaknya ada di satu jalan di dalam simpang besar itu, letaknya lebih jauh lagi.
Setelah hampir dua puluh menit saat ojek membawa mereka memasuki area persawahan Desa Mekar Sari, Dika minta di turunkan. Aris dan Dika pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sesekali mereka memotret aktifitas para petani yang menggarap sawah.

"Sudah semakin dekat, Dika. Kau tidak deg-degan?" Tanya Aris.

Dika tersenyum getir, "Grogi! Takut ditolak Budi!"

"Yang penting kau sudah ada usaha. Nasihatku, bicara baik-baik!"

Keduanya terus melangkah, namun di satu cabang jalan kecil mereka pun berpisah, Aris harus menemui Ki Slamet, sedangkan Dika lanjut menuju rumah Budi. Rumah Ki Slamet dan rumah Budi memang terpisah cukup jauh.

Aris berjalan dengan hati-hati, dia takut lupa arah menuju rumah Ki Slamet, sudah tiga tahun dia tidak pernah ke desa ini lagi. Apalagi ada perubahan di sekitar jalan itu, seperti munculnya rumah-rumah baru atau pepohonan yang sudah tumbuh besar.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang