Bab 21 - Ruis dan Nando

296 27 1
                                    

Menonton Flora mengajar anak-anak Tarang membaca benar-benar membosankan. Aris sudah berulang kali menguap karena mengantuk.  Bukan karena Flora tidak bagus dalam mengajari anak-anak Tarang mengenal alfabet, tapi metodenya monoton, sedikit tertolong karena diselingi dengan nyanyian-nyanyian edukasi. Lagi pula bahasa pengantar yang digunakan menjadi kendala tersendiri, Flora berbahasa Indonesia sedangkan anak-anak kebanyakan tidak paham.

Aris melirik kepada Apek yang duduk di sebelahnya. Mereka semua memang duduk di kursi bagian belakang bersama beberapa orang tua  yang menunggui sang anak.

"Anjir, bisa-bisanya Apek memandang Flora dengan tatapan penuh cinta" maki Aris yang melirik mata Apek berbinar-binar melihat Flora. Melihat hal itu Aris memilih buat meninggalkan balai adat.

Dika dan Marot mengikutinya, ketiganya kini berjalan-jalan melihat suasana lembah. Dan kebetulan mereka bertemu Akmal, salah satu polisi hutan yang akrab dengan Aris.

"Hai Aris! Selamat pagi" sapa polhut itu ramah.

"Pagi, Mal" jawab Aris.

"Kebetulan kita bertemu disini, oh iya ini pesananmu sudah datang" Akmal menyerahkan sebuah paperbag. Aris memeriksa isinya, beberapa bungkus bibit sayuran.

"Terima kasih, Pak Komandan mana?" Tanya Aris, dia ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Doli karena mau dititipi barang.

"Oh beliau ada di pos, baru pulang. Masih capek" jawab Akmal.
"Kalau begitu saya ke balai adat dulu ya. Ingin menemani Flora mengajar"

"Silahkan" sahut Aris.

"Wow, beruntung sekali Flora dikelilingi para polisi gagah. Gak kebayang nikmatnya di gangbang pria berseragam" usil Dika.

"Ngawur!" Ledek Marot.

"Kau mau tanam dimana?" Tanya Dika sambil memperhatikan Aris yang menimang-nimang sebungkus bibit gambas.

"Rencananya ingin ku tanam di belakang rumah Ruis, tapi sepertinya tidak jadi"  jawab Aris.

"Kenapa?" Bunyi Dika lagi.

"Apek memintaku tinggal bersamanya lagi" jawab Aris.

"Apa? Jangan gila kau Ris! Cinta sih cinta. Tapi jangan jadi bodoh. Jelas-jelas Apek suka sama guru genit itu. Eh kau malah mau mengejar dia lagi. Bagaimana kalau dia menindasmu di rumah itu?"

"Aku yakin Apek sudah berubah" bantah Aris.

"Sinting kau ya!" Heran Dika.

"Aku yakin masih punya harapan Dik, aku akan mendapatkan hati Apek"

"Aku akan membantumu" Marot menanggapi, tentu saja membuat Dika semakin heran.

"Marot, kau sudah tahu kalau Aris suka sama Apek?" Selidik Dika.

Marot mengangguk, "Sudah lebih dulu tahu dari kau, Dika. Itu sudah diramalkan jauh hari"

"Hadeh, apa maksudnya ini?" Bingung Dika yang memang belum tahu rahasia lembah Tarang.

Aris mengajak Dika dan Marot menuju tempat yang lebih aman buat bercerita. Di sanalah Aris dan Marot secara bergantian menceritakan masalah yang sedang dihadapi Lembah Tarang, mengenai ramalan buruk juga pernikahan sejenis yang harus dilakukan seorang Dangraka.

Dika tentu saja tertegun, dia memandang kepada Aris dengan dalam.
"Aku baru sadar kalau kau punya tanda bintang di bawah pantat! Aku pernah melihatnya dulu sewaktu kita mandi bareng di kampungnya Budi. Tapi aku kurang yakin, coba kau tunjukkan lagi"

"Kampret, bilang saja kau mau mengerjai ku! Siapa sudi bugil di pinggir jalan begini?" Tolak Aris, mereka memang duduk di tepi jalan, berbatasan dengan sawah.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang