Bab 40 - Telepon Dadakan

333 26 1
                                    

Maman terbangun lebih awal, dia merasa susah bergerak, ketika dia melirik ternyata Putra tidur dengan memeluknya. Bahkan kelamin Putra masih menempel di belahan bokongnya.

"Gila! Aku ngent*t dengan teman sendiri!" Pikir Maman, namun lelaki itu bukannya marah, entah mengapa dia malah tersenyum sambil memandangi Putra yang tidur dalam keadaan bugil. Ketika Maman melirik jam di dinding, kagetlah dia.

"Sial, sudah jam 6. Bisa-bisa aku terlambat!" Maman lekas menyambar handuk. Melilitkannya di pinggang dan bergegas ke dapur guna keluar menuju kamar mandi.

"Tumben lama bangun, Man?" Tegur si nenek yang sedang membuat sarapan.

"Eh iya, Nek! Tadi malam Putra ngajak ngobrol terus." Bohong Maman, padahal aslinya mereka bersenggama secara gila-gilaan. Diam-diam Maman khawatir jika sang nenek mendengar grasak-grusuk dari ranjang mereka.

"Oh, nenek tidak tahu. Nenek lelah sekali tadi malam makanya pulas sekali tidurnya. Ya sudah lekas mandi, nanti benar-benar terlambat!"

Maman mengangguk, dia lekas menuju kamar mandi. Satu-satunya SMA ada di kota kabupaten, jaraknya hampir memakan satu jam perjalanan, Maman ke sekolah menggunakan sepeda motor pemberian Mas Budi. Sekolah masuk pukul setengah delapan pagi.

Maman mulai sibuk menggosoki tubuhnya dengan sabun, saat itu pula tiba-tiba pintu kamar mandi yang hanya berupa sebuah plastik terpal yang tebal tersibak, Putra ternyata yang masuk.

Maman canggung, dia malu. Putra tersenyum sumringah, lalu kencing di sebelah Maman. Maman bergidik sambil melirik kelamin jantan yang memancurkan air kencing itu. Gagah.

"Kenapa? Besarkan? Pengen disodok lagi?" Goda Putra sambil buat gerakan mengocok kelaminnya.

Wajah Maman memerah malu, "Kau ini, jangan macam-macam dulu! Aku mau cepat, nanti telat!"

"Ayolah Man, sekali coblos saja. Sepuluh kali goyangan, janji!" Pujuk Putra yang masih lapar kenikmatan.

Maman ingin menampik, namun dia tak kuasa menolak saat Putra menarik pinggulnya agar merapat ke selangkangannya. Pagi itu pun mereka awali dengan persetubuhan kilat. Mereka main cepat, karena waktu yang tak mengijinkan. Putra menggenjot dengan sesekali mengintip keluar kamar mandi yang hanya bertutup plastik terpal. Takut kepergok neneknya Maman. Yang awalnya kata Putra cuma sepuluh genjotan, ternyata kebablasan, bahkan hingga dia klimaks.

Maman pun menggerutu, dia benar-benar takut terlambat.
Begitu Putra ngecrot, Maman lekas menyiramkan air ke pantatnya lalu menyambar handuk dan keluar.

"Katanya telat, kok lama sekali mandinya?" Heran si nenek.

"Iya, perutku tadi mules sekali, Nek," Maman lagi-lagi berbohong. Tanpa pedulikan sang nenek dia langsung ke kamar dan memakai seragam sekolah.

"Edan!" Gerutu Maman saat menyadari betapa liarnya nafsu Putra. Tapi dia suka.
***

Pukul delapan Putra balik ke rumah, Ki Slamet, sang kakek angkat sedang mengurut-urut kaki Aris di teras rumah. Kaki kiri Aris kini telah lumpuh karena harus dijadikan tumbal racun agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain.

"Lama, cah bagus?" Tegur Ki Slamet.

"Iya kek, kesiangan di rumah Maman."

"Kau tidak dagang tape?" Tanya si kakek.

"Dagang kok, sedikit lagi berangkat." Aktifitas Putra setiap pagi ialah mengikat keranjang dagangan ke atas motor sebagai wadah dagangan tapai-nya.

"Tidak sarapan dulu?" Sela Nek Odah yang muncul dari dapur sambil.mrmbawa pisang goreng dan teko kecil berisi susu.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang