Bab 10 - Adu Panah

404 28 3
                                    

Aris dan Ruis menjadi canggung, setidaknya itulah yang dirasakan oleh Aris saat Ruis mengantarnya pulang dengan sepeda.

"Bang, maafkan saya yang tadi. Saya tidak bermaksud memaksa Abang buat..."

"Sudah Uis, jangan dibahas lagi! Anggap saja seperti tidak pernah terjadi" Aris mencoba bersikap netral, pengalamannya coli bareng tadi memang nikmat, tapi entah mengapa Aris justru menyesal. Dia takut dinilai buruk oleh Ruis, dianggap lelaki berengsek yang gampang sange.

"Hmmm nanti malam Abang datang kan ke pesta?" Tanya Ruis.

Aris mengangguk, "Biasanya ada acara apa disana?"

"Hiburan bang, tarian dan nyanyian dan yang paling menarik adalah akan ada lomba memanah dan bermain bola api" tutur Ruis.

"Bola api?" Tanya Aris heran.

Ruis cepat mengangguk, "Lihat saja nanti malam bang, saya jamin Abang tidak akan menyesal"

Selesai berucap Ruis pun pamit dan pergi dengan sepedanya, Ruis menurunkannya agak jauhan dari rumah Apek. Ruis dan Apek memang kurang akur.

Aris sendiri sedikit ragu buat menuju rumah Apek, takut kalau cowok itu masih jutek padanya. Untunglah tak lama kemudian muncul Marot dan Dika.

"Woi, malah bengong disini?" Dika menepuk pundak Aris.

Aris sedikit gelagapan.

"Kok tidak masuk ke rumah?" Tanya Marot.

"Sengaja, menunggu kalian" kilah Aris menyembunyikan alasan sebenarnya. Dari dalam rumah Apek, suara petikan kecapi kembali terdengar.

"Ris, ini dari Tuk Dampo. Nanti malam kau disuruh pakai baju itu" Dika mengulurkan satu tas anyaman pandan kepada Aris yang dibawanya. Berisi seperangkat pakaian Tarang.

"Terima kasih" Aris tidak memeriksa isi tas itu, moodnya masih belum membaik karena khawatir masih dijutekin Apek. Tiba-tiba dia ingat sesuatu, yakni mie instan.

Aris menepuk jidatnya.
"Sial!"

"Kenapa?" Marot yang bertanya.

"Mie nya ketinggalan di pos polisi" kesal Aris, padahal dia berniat memasak mie instan lagi demi Apek.

Dengan penuh sesal Aris beranikan diri naik ke rumah panggung diikuti oleh Marot dan Dika.

Ketika mereka masuk ke rumah, kentara sekali pandangan mata Apek yang menghujam tajam, terlebih lagi kepada Aris. Apek duduk diatas lantai sambil memeluk kecapi.

"Ris, mandi yok. Sebentar lagi Maghrib, acara pesta akan dimulai" ajak Dika.

"Gak, aku sudah mandi,

"Di mana?"

"Di rumah Ruis" jawab Aris.

Kletak, terdengar suara hempasan keras, Apek membanting kan kecapinya ke lantai hingga menimbulkan suara nyaring.

Semakin tajam dua bola mata Apek menatap Aris, penuh amarah. Apek meninggalkan ruang itu dengan menuju kamar, bahkan begitu menutup pintu kamar, dia lagi-lagi membanting.

"Kenapa tuh bocah?" Ceriwis Dika.

Marot mengangkat kedua bahu. Sedangkan Aris bungkam.

Dika memutuskan masuk ke kamar tamu, kemudian keluar dengan memanggul handuk. Dia ke dapur langsung mau menuju sungai buat mandi. Marot mengikuti hanya Aris yang ogah. Lelaki itu setelah menenangkan diri memilih masuk ke kamar tamu. Dia ingin membersihkan wajah dengan krim. Tak lupa dia merapikan bulu-bulu halus yang mulai muncul di wajah serta menggelincirkan deodorant di ketiak. Kemudian dia memeriksa pakaian yang diberikan oleh Tuk Dampo yang dibawa Dika tadi. Dia menerka-nerka apakah baju itu cocok atau tidak. Setidaknya ini lebih baik dari yang dipakainya sekarang karena dilengkapi rompi. Jadi Aris tidak perlu shirtless seharian.
***

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang