Bab 35 - Setelah Aris Pergi

225 27 2
                                    

Aris tak dapat berontak, tubuhnya begitu lemah tak berdaya, entah sudah berapa banyak darah yang tersembur dari mulutnya. Pak Hermanto dibantu oleh Dika dan beberapa tentara lekas menaikkan Aris ke helikopter. Tujuannya jelas, yaitu rumah sakit terdekat yang jaraknya begitu jauh. Di tengah paniknya, Pak Hermanto tak dapat lagi berpikir jernih, niatnya untuk bertemu para petinggi suku Tarang pupus. Inginnya cuma satu, menyelamatkan nyawa Aris.

Helikopter itu membawa Aris terbang tinggi, masih di dalam dekapan sang ayah. Air mata telah menganak sungai di sudut mata lelaki itu. Benaknya terbayang akan kenangan-kenangan indah sewaktu di lembah Tarang. Terlebih lagi pada Apek, lelaki di mana Aris telah menyerahkan seluruh cinta.

"Pek, maaf jika ini menjadi perpisahan terakhir kita. Jaga dirimu baik-baik ya! Setelah ini aku tak akan pernah mengganggumu lagi, semoga bahagia!" Rintih Aris di dalam hati sebelum akhirnya sepasang mata miliknya terpejam buram.
***

Tuk Dampo dan orang-orang Tarang hanya bisa pasrah melihat helikopter itu semakin jauh, mereka tak punya kuasa untuk menahan Aris untuk tetap di lembah ini. Mereka hanya dapat memanjatkan doa tulus demi kesembuhan Aris.
***

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Dang Aris?" Tanya Tuk Dame Hilir kepada Tuk Rakeh. Para petinggi itu sedang berbincang di beranda Balai Adat sambil mengawasi para penduduk yang memperbaiki kerusakan yang terjadi di kampung akibat serangan harimau jejadian kemarin. Bahkan ada beberapa rumah yang sempat dilalap api, ternyata Flora sempat membakar beberapa rumah penduduk sebelum bertarung dengan para petinggi lembah.

"Dang Aris... Dia...dia keracunan!" Ucap Tuk Rakeh dengan suara berat.

"Apa? Kenapa bisa?" Tanya Tuk Dampo panik.

"Sebelumnya saya tidak pernah memperhatikan, tapi melihat kondisi Dang Aris tadi saat muntah darah saya akhirnya paham. Sebelummya saya sudah mulai curiga, saat Dang Aris menyembuhkan Apek, wajah Dang Aris menjadi pucat dan meredup auranya, bahkan bibirnya sedikit kebiruan," jelas Tuk Rakeh.

"Racun apa yang diidap oleh Dang Aris, Tuk?" Gelisah Tuk Dampo semakin kentara.

"Racun yang sama seperti diidap Dang Apek. Dang Aris..." Tuk Rakeh menghela nafas dengan berat sebelum lanjut bicara, "Dang Aris memindahkan racun di dalam tubuh Apek ke dalam tubuhnya sendiri."

"Apa?" Kejut ketiga Atuk bersamaan.

Di dalam balai, lelaki yang sudah tersadar di pembaringan dan mencuri dengar pembicaraan itu seketika rasakan darahnya seolah tersirap, dadanya bergemuruh oleh ledakan emosi menyesakkan. Apek sudha sadar ternyata, dia menggigit bibir bawahnya dengan mata terpejam, dari pejaman mata itu telah jatuh bulir-bulir air mata.

"Lantas apa yang akan terjadi dengan Dang Aris, Tuk?" Cemas Tuk Dame Hulu pula, bagaimanapun Aris dulu serumah dengan Ruis, anaknya. Tentu saja Tuk Dame Hulu juga merasa dekat dengan Aris.

"Memang karena kekuatan tubuh Dang Aris yang sudah bersatu dengan kekuatan Raja Agia, dia tidak akan mati, hanya saja cepat atau lambat Dang Aris...." Agak ragu Tuk Rakeh buat lanjut bicara, setelah mantapkan hati dia akhirnya berkata terus terang. "Dang Aris akan lumpuh seumur hidup."

Suara seruan nafas karena tercekat terdengar keras. Ketiga Atuk pemimpin lembah langsung terhenyak bungkam. Sedang Apek di dalam balai tak dapat lagi menahan kesedihan, dia telah menangis sesenggukan.

"Keadaan Dang Aris semakin diperparah karena dari penglihatanku dia juga mengidap racun lain. Racun yang lebih dulu mendekam di dalam tubuhnya." Tambah Tuk Rakeh.

Racun yang dimaksud ialah racun yang diberikan oleh Flora dengan cara ditempelkan di dalam kendi yang digunakan saat Upacara Mandi Darah hari kemarin. Racun itu akan mulai bekerja jika Aris mengeluarkan kekuatan Raja Agia dalam jumlah besar, dan itu sudah dilakukannya saat membaca mantra memanggil hujan.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang