Hujan turun malam itu, cukup deras. Hawa dingin langsung membungkus udara hingga membuat orang-orang yang menginap di rumah milik Tala tertidur pulas, termasuk Tala sendiri.
Namun di luar rumah ternyata tidak. Di tengah sepinya suasana malam itu tampak enam orang berjubah hitam berjalan mendekati rumah itu, mereka bergerak cepat menuju halaman belakang rumah.
"Yakin dia ada di sini?" Tanya seorang berjubah sambil memperhatikan pintu dapur rumah.
"Yakin! Kita sudah menguntit lelaki itu sejak kemunculannya di pesta anak Pak Hermanto. Bos langsung peka. Dia menyuruh kita untuk membawa lelaki itu!" Jawab seorang kawannya yang juga berjubah hitam.
"Apa gunanya coba lelaki udik itu?" Heran seorang lagi. Bos mereka adalah orang besar, punya kuasa dan harta melimpah.
"Kata bos, dengan mendapatkan lelaki itu sama dengan mendapat satu kolam emas. Sudah, jangan banyak tanya! Lekas kita eksekusi!" Ujar orang yang pertama kali bicara tadi.
Enam manusia berjubah itu secara serempak mengeluarkan sebuah tabung bambu sepanjang dua jengkal dari balik jubah masing-masing. Setelah saling beri isyarat, keenamnya komat-kamit membaca mantra yang sama.
"Kabut pembuai, kabut pelena! Kami ingin memanggil seorang pemuda. Pemuda bertato di punggung yang ada di dalam rumah sana. Bawalah dia ke hadapan kami! Panggillah! Bawalah!" Setelah seseorang selesaikan ucapan, secara serentak enam penutup tabung dibuka. Enam jalur kabut berwarna putih kebiruan membubung keluar dari tabung.
Enam mulut pria berjubah meniup. Laksana disapu angin kencang, enam jalur kabut itu menderu masuk ke dalam rumah Tala melalui celah-celah udara.
Enam pria itu menanti dengan berdebar-debar, berharap mantra mereka tadi berhasil mempengaruhi jalan pikiran orang yang dituju. Benar saja, tiba-tiba terdengar suara berkereketan. Pintu dapur terkuakkk. Seorang pria bertelanjang dada dan hanya mengenakan sarung melangkah keluar dari pintu itu. Tubuhnya gagah, wajahnya dihiasi kumis kecil di atas bibir, dan di punggungnya terdapat torehan tato membentuk denah suatu lokasi.
Lelaki itu berjalan dengan mata nyalang, namun kosong. Mirip cara berjalan orang yang sedang hilang akal. Dia adalah Apek.
"Kita berhasil! Ayo cepat!" Enam pria langsung bergegas, dua orang langsung meringkus dan menggendong Apek. Anehnya Apek yang biasanya garang tidak melawan sama sekali. Apek dibawa menuju sebuah mobil Jeep yang terparkir tak jauh dari sana, kemudian mobil itu melaju dan lenyap.
***Pagi menyingsing. Seluruh penghuni di rumah itu terjaga. Aris heran mendapati Apek yang tidur di sebelahnya tidak ada.
"Tumben dia cepat bangun," gumam Aris. Dia bergegas buat duduk. Dia perlu memijat-mijat sebentar kaki kirinya yang lumpuh. Dia berharap Apek datang untuk membantunya ke kamar mandi, namun lama menunggu Apek tak terlihat.
Pintu kamar diketuk, "Dang! Ayo bangun! Sudah pagi!" Marot yang mengetuk pintu itu.
"Panggilkan Apek, Rot!" Pinta Marot.
"Lho, bukannya Dang Apek ada di dalam bersama Dang Aris?" Heran Marot.
"Apek tidak ada di sini! Ya sudah kau saja! Bantu aku ke kamar mandi. Aku sudah tak tahan mau kencing!"
Marot pun masuk ke dalam kamar, dis memapah Aris keluar dan menuju ke kamar mandi yang bersebelahan dengan dapur. Saat di dapur itu mereka melihat Tala tegak memperhatikan pintu.
Seusai kencing, Aris dan Marot mendekati Tala yang masih memandangi pintu.
"Kenapa, Tala?" Tegur dan tanya Aris.
"Aneh! Pintu ini tidak terkunci!" Jawab Tala.
"Mungkin Dang lupa menguncinya," kata Marot.
"Tidak! Aku tidak pernah lupa mengunci pintu dan jendela! Pasti ada yang membukanya dari dalam!" Ujar Tala pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ksatria Lembah Tarang
Roman d'amourBL story, yang anti LGBT, homophobia mending jauh-jauh, entar ketularan terus ketagihan. Hahahaha yang jelas ini bukan zona nyaman buat kalian. Jadi buat apa berkecimpung di zona yang bukan frekuensi kalian. Hormati saja. Boleh membenci tapi jangan...