Bab 36 - Pemilik Kios

347 37 10
                                    

Bus yang membawa Aris dan Dika menuju kampung Budi berhenti berisitirahat di sebuah rumah makan besar. Para penumpang diberi waktu buat makan malam sekaligus juga buat buang air atau membeli sesuatu di rumah makan itu.

Aris dan Dika turun dari bus, mereka memang tak menyewa mobil seperti dulu, mereka ingin bernostalgia karena dulu saat ke kampung itu mereka juga naik bus, lalu setelah sampai di persimpangan jalan menuju desa barulah mereka berjalan kaki sambil sesekali menumpang motor orang.

"Kita makan malam di sini?" Tanya Dika. Dia sudah cukup familiar dengan rumah makan ini.

"Ya, mau di mana lagi? Tapi aku mau beli minuman ringan dulu di kios depan sana! Tau sendiri kan harga jualan di rumah makan itu? Mahal!"
Aris langsung bergerak menyebrang jalan diikuti oleh Dika. Sudah pukul sembilan malam ternyata.

Sampai di kios yang menjual aneka jajanan dan rokok itu, Aris langsung memanggil si pedagang.

"Bang, minuman soda empat!" Ucap Aris sambil menarik satu bungkus snack populer dari gantungannya. Dika sendiri juga memilih-milih oleh-oleh yang akan diberikannya buat Budi nanti.

Si pedagang sambil menjuali, dia menatap wajah Aris dengan cermat dan dalam. Mau tak mau Aris jadi tidak enak juga.

"Kenapa, bang? Ada yang salah?"

"Ikau nih, urakng Tarang jua kah?" Tanya lelaki itu.

Seketika darah Aris bergemuruh saat lelaki ini menyebut nama Tarang, dan jelas-jelas tadi dia berbicara bahasa Tarang. Sejak mewarisi kepandaian Raja Agia, Aris jadi mengerti bahasa Tarang.

"Bukan, cuma aku dulu pernah ke sana!"

"Mustahil!" Orang itu bahkan dengan lancang sudah memegang wajah Aris.
"Astaga! Kau.... Mohon maafkan saya, Yang Mulia!" Orang itu lekas merundukkan badan.

Melihat hal itu karuan saja Aris jadi salah tingkah, Dika malah sudah melongo heran.

"Hei, aku cuma orang biasa, aku bukan orang Tarang!" Tegas Aris.

"Tapi di dalam tubuhmu mengalir darah bangsawan Tarang, ada darah Raja Agia!"

Aris terkejut, dia pun menatap dalam lelaki ini. Kenapa dia bisa tahu rahasia itu? Setelah melihat dengan seksama Aris tiba-tiba merasa jika lelaki ini mirip dengan Apek. Terutama mata dan kumisnya yang sama-sama tipis.

"Siapa kau?" Tanya Aris pula karena penasaran.

"Namaku Gentala Awang Diaksa, aku dulu orang Tarang. Cuma sudah terbuang!"

Mendengar nama itu Aris dan Dika langsung terkejut.
"Dang Tala!" Seru keduanya berbarengan.

"Kalian tahu?" Tanya lelaki yang mengaku bernama Gentala itu.

"Kau anak sulung Tuk Dampo yang kabur dari desa karena memperjuangkan cinta, itu yang kami dengar saat kami berkunjung ke lembah itu!" Beber Dika.

Tala mengangguk, matanya seketika menerawang jauh dan berkaca-kaca.
"Apak... Amak..." Ucapnya dengan sendu, ada bias rindu yang terpancar, hampir saja air matanya tumpah.

"Maaf, aku terbawa perasaan. Aku kangen pada orang tuaku," ucap Tala dengan mata menahan linangan air mata.

Aris dan Dika terdiam karena pertemuan tak disangka ini.

"Kalau begitu, ayo masuk! Kalian jadi tamuku! Aku ingin mendengar cerita kalian tentang lembah Tarang! Aku mau tahu kabar keluargaku!" Tala dengan bersemangat menarik tangan Dika dan Aris.

"Tapi nanti kami ketinggalan bus!" Cemas Aris.

"Memang kalian mau ke mana?" Tanya Tala.

"Desa Mekar Sari!"

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang