Bab 25 - Kedatangan Mahiyang

327 29 0
                                    

Robi menarik Flora menuruni rumah panggung itu tanpa menghiraukan lima pemuda Tarang yang sedang bercengkrama dengan Akmal, rekan Robi sesama polisi hutan. Keduanya menuju tempat yang agak jauh dari orang-orang agar lebih leluasa bercerita.

"Kau nekat sekali Flora, mengajak Apek ngentot disaat rumahnya sedang ramai" ujar Robi begitu selesai memastikan bahwa tempat itu benar-benar sunyi.

"Habisnya, aku tak tahan melihat sosoknya yang gagah hanya berpakaian kekurangan kain seperti itu" jawab Flora dengan darah yang masih panas karena gagal bersetubuh dengan Apek tadi. Nafsunya belum dituntaskan.

"Kan tadi malam kau sudah ku hajar habis-habisan" Robi sedikit cemberut, dia benar-benar jatuh cinta pada Flora walau kenyataannya Flora hanya menjadikannya sebagai pemuas nafsu belaka.

"Aku ingin merasakan milik Apek, Robi. Penasaran" celetuk Flora.

"Ya terserah kau Flo" Robi memegang kedua bahu Flora untuk mengajak perempuan itu membahas sesuatu yang serius, kembali polisi hutan ganteng ini edarkan pandangan sekeliling memastikan tak ada yang mendengar.

"Aku sudah tahu siapa orang pilihan yang memiliki tanda lahir bintang sudut empat itu" beber Robi.

"Hah? Benarkah? Siapa Rob? Lekas katakan!" Sepasang mata Flora langsung berbinar.

"Aris" jawab Robi.

Flora terkejut bukan main, dia benar-benar tak menyangka jika orang yang disebut ibunya sebagai penghalang rencananya adalah Aris.
"Kau serius?"

Robi mengangguk, "Tadi saat membantu membersihkan tubuhnya aku melihat tanda itu ada di bawah bokongnya"

Flora pun berpikir sejenak, "Baiklah! Aku akan beritahu ibu nanti malam"

"Aku akan membantumu" sahut Robi cepat.

Flora tersenyum, "Kau memang dapat ku andalkan"
Perempuan ini tersenyum nakal sambil matanya melirik selangkangan Robi.

Robi yang tau arti pandangan itu langsung tersenyum maklum.
"Ayo kita cari tempat buat ngewe! Kau akan rasakan milikku yang kekar dan besar ini. Tidak seperti Apek, lemah syahwat!"

Kedua manusia lain jenis ini pun melangkah meninggalkan rumah panggung milik Apek untuk mencari tempat yang benar-benar sepi agar dapat bersenggama menuntaskan birahi yang mendesak untuk disalurkan.
***

Matahari hampir tenggelam di langit barat. Dika, Marot dan Ruis berjalan beriringan menuju rumah Apek. Tiga lelaki gagah itu baru saja selesai mandi di sungai. Masing-masing handuk melilit di pinggang.
Malam ini mereka diminta secara khusus untuk menjaga Aris yang masih tak sadar dilanda demam tinggi yang tak kunjung turun.

Setelah selesai berpakaian ketiganya pun masuk ke kamar Aris yang masih setia ditemani oleh Apek.

"Bagaimana? Apakah ada tanda-tanda panasnya turun?" Tanya Dika dengan cemas. Lelaki ini menyesal karena sebagai sahabat dia tidak dapat berbuat apa-apa. Tinggal di tempat terpencil seperti lembah Tarang ini benar-benar sulit jika sakit. Tidak ada dokter dan puskesmas di tempat ini.

Apek menggeleng lemah, Ruis menghampiri lelaki itu dan memegang bahunya.
"Kau sudah makan?" Tanya Ruis.

Apek menjawab dengan gelengkan kepala lagi.

"Ayolah Pek! Kau juga harus jaga kesehatanmu! Ingat Pek, tiga hari lagi kita berdua harus berjuang demi kesembuhan bang Aris" kata Ruis.

Dika melirik kedua lelaki itu, "Kalian akan membawa Aris ke rumah sakit kan?" Tanyanya polos.

Ruis menggeleng, "Bang Aris bukan sakit biasa bang. Dia sakit karena hal-hal ghaib"

Dika meneguk ludahnya, ucapan Ruis barusan membuatnya semakin khawatir.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang