Bab 38 - Melengkung Kiri (Putra & Maman)

406 35 8
                                    

Remaja lelaki umur 18 tahun itu dengan celana jeans belel dan kaos putih oblong melajukan motor tua antik pemberian sang kakek dengan sedikit cemas. Dia sedang menuju ke rumah sederhana seorang nenek yang tinggal bersama sang cucu. Nah cucu si nenek itu yang ingin ditemui oleh remaja itu.

Putra berkulit putih bersih, karena sejak kecil tinggal di hutan yang serba adem dan terlindung dari sinar matahari. Namun meski begitu, garis-garis otot jantan khas remaja pekerja keras menonjol di tiap lekuk tubuhnya hingga membuat penampilan Putra itu tampak ganteng dan gagah. Sebagai lelaki segar belia yang ganteng, tentu saja keberadaannya seringkali mencuri perhatian kaum hawa, baik yang masih ABG, yang sudah matang, bahkan janda. Namun Putra yang berpikir sederhana dan polos itu belum berpikir ke sana.

Putra masih ingin menikmati masa muda dengan mencari teman sebanyak-banyaknya, sebagai pelampiasan masa kecilnya yang tidak punya teman sebaya di hutan. Salah satu teman dekatnya adalah Maman. Cucu seorang nenek yang ingin ditemuinya malam ini. Perkenalannya dengan Maman meninggalkan kesan mendalam di hati Putra. Baginya, Maman tak hanya sekedar seorang teman, Putra sudah menganggap Maman sebagai adiknya sendiri.

"Hemmm, aku datang menemuinya. Padahal jelas-jelas sejak kemarin dia ngambek. Aku chat dan telepon saja tak digubris. Aneh anak itu, selalu saja marah-marah tak jelas. Apalagi sejak dia SMA ke kota kabupaten. Padahal apa salahku? Enggak ada!" Putra menggerutu sendirian di atas motor itu.  Tak terasa dia tiba di rumah sederhana itu.

Putra memarkirkan motor di halaman, bersamaan dengan itu Bik Inah, neneknya Maman keluar sambil membawa keranjang berisi pakaian yang sudah disetrika.

"Malam, Bik. Maman nya ada?" Sapa Putra.

"Oh Putra, ada itu di dalam. Gak tau, habis pulang sekolah tadi sore dia ngumpet di kamar terus, keluar cuma buat makan dan mandi. Masuk aja Put, bibi mau mengantar baju setrikaan ke rumah Nak Budi!" Bi Inah mempersilahkan Putra untuk masuk ke rumahnya menemui Maman sedang dia sendiri langsung bergegas berjalan kaki ke rumah Nak Budi.

Putra masuk ke rumah itu dengan tidak canggung, dia sudah sering dan terbiasa bermain ke rumah ini. Rumah yang hampir seluruhnya terbuat dari papan kayu. Putra langsung menuju kamar Maman,dia mengetuk-ngetuk pintu namun tak ada sahutan.

"Man, Maman, ini aku! Buka pintunya?" Mohon Putra.

"Mau apa kau ke mari? Pulang sana!" Tanya Maman dengan ketus.

"Aku ada perlu padamu!"

"Oh jadi suka ada perlu baru kau teringat padaku?" Sahut Maman darid alam kamar.

Dua alis Putra bertaut karena heran, membuat wajah gantengnya yang sedang kebingungan itu terlihat semakin keren.

"Kau kenapa sih, Rahman? Apa maksud ucapanmu?" Putra bertanya dengan nada lembut, bahkan dia memanggil Maman dengan nama aslinya.

"Buat apa kau ke mari? Sana ke rumah pacarmu!"

"Pacar? Pacar apaan?" Putra semakin kebingungan, dia masih jomblo.

"Bodo!" Tak acuh Maman menjawab.

Putra mendengus nafas dengan berat, "Aku ke sini karena ada perlu. Menyangkut keselamatan orang. Kakek dan Mas Budi yang menyuruh. Ya sudah kalau kau tak mau menolong Mas Budi!"

Putra sengaja menyebut nama Mas Budi karena dia tahu bahwa orang-orang kampung segan dan hormat pada lelaki itu, termasuk Maman yang kesehariannya banyak ditolong oleh Mas Budi, bahkan biaya sekolah Maman juga ditanggung oleh Mas Budi.

Benar saja, Maman melangkah mendekati pintu dan membukanya.
"Masuk!" Ucap Maman jutek.

Putra pun masuk ke kamar itu. Memang harus diakuinya sudah sebulan ini dia tidak pernah main ke rumah Maman, padahal biasanya dia bahkan menginap di rumah ini jika main kemalaman.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang