Bab 22 - Mulai Mencomblang

290 28 2
                                    

Apek kesal bukan main, dia ditinggal kawan-kawannya sendirian di Balai Adat. Sampai tengah hari dia cuma bisa mematung melihat Flora berinteraksi dengan para anak didiknya. Meski sering sekali Flora melempar lirikan atau senyuman untuknya namun tetap saja hati Apek tidak tentram.

"Bagaimana kalau bang Aris cuma berdua bersama Ruis?"

"Bagaimana kalau mereka benar-benar saling suka lalu menikah?"

Dua pertanyaan itu berulang kali memenuhi otak Apek. Akhirnya Apek memilih duduk di tangga balai adat yang berbentuk rumah panggung besar itu, sesekali wajahnya meringis saat merasakan ada denyutan di punggungnya yang masih berbalut perban kain itu. Untunglah tak lama kemudian dia disamperin Pak Akmal yang baru tiba.

"Siang Pak pol" sapa Apek beramah tamah.

"Siang juga Dang Apek! Duh senangnya yang punya pacar seorang guru" goda Akmal, polisi hutan yang berumur hampir kepala tiga ini ikut duduk di sebelah Apek.

"Pak Pol ada melihat teman-temanku?" Tanya Apek.

"Siapa? Teman yang mana?" Tanya Pak Akmal, dia mengeluarkan botol minum dari tas kecil di pundaknya lalu meneguk dengan penuh dahaga.

"Marot dan dua orang kota itu"

"Oh tadi mereka ngobrol di tepi sawah. Pesanan Aris sudah sampai soalnya"

"Pesanan?" Penasaran Apek.

Pak Akmal mengangguk, "Iya, bukankah beberapa hari yang lalu Aris pesan beberapa bibit sayuran kepada komandan?"

Apek terdiam, otaknya langsung ingat hari dimana Aris memesan bibit-bibit tanaman itu, hatinya langsung kecut karena waktu itu Aris mengatakan akan menanam bibit-bibit itu di belakang rumah Ruis.

Sementara itu Akmal memandang punggung Apek dengan intens, memastikan jika luka di punggung itu sudah ditangani dengan tepat. Pak Akmal kemudian mengeluarkan sesuatu lagi dari tas yang disandangnya.
"Ini obat. Minumlah dengan rutin agar lukamu tidak infeksi!"

"Terima kasih Pak Mal" Apek menerima obat itu.

Obrolan mereka berakhir karena di dalam balai adat Flora telah menutup pelajaran di hari pertama. Dia didampingi Robi sebagai penterjemah.

"Jangan lupa rajin belajar ya anak-anak. Besok datang lagi ya" Flora melepas anak didiknya pulang.

Apek dan Akmal terpaksa pindah dari tangga karena anak-anak itu mau turun.

"Sayang, maaf ya lama menunggu" tegur Flora mesra saat semua muridnya telah pulang.

Apek tersenyum, "Tak apa" jawabnya pendek.

"Bagaimana? Sudah baikan?" Flora membalikkan tubuh Apek ingin melihat punggung pacarnya itu.

"Duh, semoga saja tidak infeksi ya?" Khawatirnya lagi.

"Sudah kuberi obat antibiotik" celetuk Akmal.

"Kamu sih, kenapa harus mati-matian menyelamatkan Aris? Dia saja yang sok berlari-lari padahal tidak mengenal alam sekitar"

"Flo, jangan jelekin dia lagi! Bagaimana pun dia tamuku, apak memintaku untuk menanggung jawabinya" kali ini Apek tak senang ada yang menjelekkan Aris.

Flora manyun.

Saat itu Akmal pun menyela, "Sudah selesaikan Flo? Kita harus lekas kembali ke pos. Ada berkas yang harus kau siapkan untuk dikirim ke dinas pendidikan kabupaten"

Flora mengangguk, "Mau ikut ke pos yank?"

Apek menggeleng, "kapan-kapan saja kalau aku sudah sembuh"

Flora kecewa, dia coba memandang sepasang mata Apek agar lelaki itu lebih peka, namun Apek ternyata mengacuhkannya. Akhirnya dengan gontai Flora, Robi dan Akmal berjalan meninggalkan balai menuju sepeda motor roda tiga. Robi dan Flora naik ke motor roda tiga itu.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang