Bab 30 - Meninggalkan Lembah

232 28 1
                                    

Sinar hangat kekuningan itu menembus celah-celah udara di dinding kayu. Sinar yang penuh semangat itu jatuh tepat di wajah seorang lelaki yang masih terlelap. Lelaki itu adalah Aris yang masih terbuai dalam empuknya kasur di kamar tamu di dalam rumah milik Ruis. Tinggal dia seorang yang masih tidur. Dika dan Marot sudah berolahraga dengan joging keliling lembah Tengah, sedangkan Ruis tidak terlihat. Aris memang terlalu capek, apalagi setelah pengalaman pahit yang dialaminya semalam, dikecewakan oleh seseorang yang paling dia harapkan.

Lama-kelamaan karena wajah terpapar hangatnya cahaya mentari, Aris pun terbangun. Dia menggeliat-geliat sebentar sebelum akhirnya duduk di atas ranjang sambil melakukan perenggangan otot.  Bangun tidur di lembah Tarang benar-benar menyenangkan, udara bersih dan segar, kicau burung masih ramai, lalu suara deru air terjun seolah menjadi nyanyian penyemangat bagi orang-orang untuk lekas berbangkit.

Namun Aris terhenyak, selain suara nyanyian alam itu ternyata telinganya menangkap suara lain, suara obrolan dua lelaki. Entah mengapa sejak semalam Aris merasa telinganya jadi jauh lebih tajam.

"Dang, ayo kita pergi dari lembah ini! Kita perjuangkan cinta kita! Aku ingin hidup bersamamu, Dang!" Satu suara lelaki telah ditangkap oleh telinga Aris.

Aris mengernyit, dia sepertinya kenal suara itu, dia turun dari ranjang dengan mengendap-endap, suara itu berasal dari samping. Aris membuka tipis jendela ingin mengintip. Di luar sana, di bawah rumah panggung itu dia melihat seorang lelaki berpakaian seragam polisi hutan sedang berdiri berhadapan dengan Ruis. Aris kenal polisi hutan itu, dia adalah Nando.

"Aku tidak bisa, Ndo!" Tolak Ruis.

"Kenapa? Itu artinya semua rasa sayangmu padaku cuma main-main saja?"

"Tidak! Aku benar-benar tulus padamu! Tapi aku tidak bisa egois, Nando! Jika aku lari bersamamu, memang kita bisa bahagia hidup berdua, namun bagaimana dengan orang-orang di lembah ini? Ayahku, ibuku?" Ruis menjawab dengan wajah benar-benar tertekan.

"Bukankah itu tanggung jawab Apek?" Nando masih berusaha meyakinkan Ruis, masih ada peluang baginya untuk hidup bersama lelaki yang dicintainya itu.

"Juga tanggung jawabku, Nando. Aku adalah Dangraka Pratama, jika Apek menolak, maka aku harus siap menggantikannya!" Saat berkata, terlihat jelas Ruis tercekat, ada getaran emosi yang coba ditahannya.

Nando masih belum mau menyerah, "Menggantikan Apek dengan menikahi Aris, begitu? Lantas bagaimana denganku? Bagaimana dengan perasaanku, Dang?" Suara polisi hutan itu mulai terasa berat, ada sedih yang berusaha ditindihnya.

Aris yang mengintip dan menguping turut rasakan dadanya sesak, jadi Ruis dan Nando saling mencintai dan kini hubungan mereka sedang terancam karena Ruis harus menikahi dirinya.

Di bawah sana terlihat Ruis sedang memegang bahu Nando dengan kedua tangan.
"Nan, kau seorang polisi pasti tahukan arti mengutamakan kepentingan orang banyak dari kepentingan pribadi?" Saat mengucapkan kata-kata itu sepasang mata Ruis mulai berkaca-kaca.

Nando terdiam.

"Sebenarnya aku juga tak rela, Nan. Tapi ini demi kepentingan kaumku!"

"Kau tak mencintaiku lagi?" Tanya Nando lesu.

"Salah! Aku sangat mencintaimu! Tapi cinta tak harus memiliki bukan? Kau seorang polisi, pekerjaan yang terhormat. Kau ganteng dan gagah! Carilah orang yang lebih baik dariku, menikahlah!"

"Dang Ruis!" Suara Nando mulai meninggi, dia tak terima nasehat itu.
"Aku cuma inginkan kau! Cuma kau!" Nando mulai berkaca-kaca. Dia menubruk tubuh Ruis dan memeluknya seerat mungkin.

Ruis malah sudah menangis. Di bawah rumah panggung itu, dua lelaki yang saling mencintai itupun saling memeluk erat, bahkan keduanya telah tenggelam dalam ciuman yang memabukkan. Ciuman duka sebagai tanda perpisahan mereka.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang