Bab 5 - Ruis

361 29 2
                                    

Empat pemuda kini tengah menikmati sarapan kecil mereka, baru saja seorang penduduk mengantari Apek sebakul nasi jagung. Dengan menu itulah mereka makan. Selama makan itu pula Dika sesekali memperhatikan Aris dan Apek bergantian, lelaki berambut gondrong ini benar-benar penasaran apa yang membuat Apek begitu ramah kepada Aris namun tidak kepadanya.

"Selesai kalian sarapan aku akan mengajak kalian buat keliling lembah.  Aku ingin kalian melihat kehidupan orang Tarang secara langsung" ucap Apek.

Tak ada yang menyahut, karena pagi itu Apek terlihat sangat berkharisma. Terlebih lagi bagi Aris, dia terlalu canggung kepada pemuda itu karena tadi mandi bareng di air terjun. Aris jadi tak fokus makan, dia terbayang akan betapa bagusnya tubuh Apek. Tinggi dan kokoh, otot yang tak berlebihan dan juga tidak kekurusan, belum lagi, argggh uhuk uhuk. Aris jadi tersedak tatkala benaknya mengingat daging-daging kenyal yang menonjol di tubuh bawah Apek.

"Kenapa kau? Teringat cicilan kredit ya?" Ledek Dika.

Apek dengan tanggap menyodorkan cangkir dari bambu berisi air kepada Aris yang dengan sedikit gugup di terima oleh Aris.

Aris menenggak banyu itu dengan berdebar-debar, apalagi tatkala manik matanya melihat sepasang mata Apek sedang menyorot tajam  kepadanya.

Sementara Marot cuma senyum-senyum, entah apa yang disenyumkan olehnya.

"Pek, perhatian kali kau dengan temanku itu. Aris gak akan mati kok karena keselek jagung" cerocos Dika.

Dika akan kembali mengoceh andai saja Apek tidak menatap garang setengah melotot padanya. Nyali Dika keder seketika. Adalah aneh memang melihat Dika jadi begitu hormat terhadap pemuda yang umurnya cukup jauh dibawahnya.

"Cepat selesaikan makan kalian! Aku akan berganti baju dahulu" Apek yang duduk di sebelah Aris bangkit berdiri, hingga pahanya tepat bersebelahan dengan wajah Aris. Aris melirik dan matanya langsung membentur paha kokoh yang hanya tertutup kain sepanjang dua jengkal, ada tonjolan kecil di pertengahan kain itu, bulge-nya Apek.

Uhuk, kembali Aris tersedak, kali ini oleh air.

"Ya elah, Ris. Lu makan udah kayak anak balita baru tumbuh gigi" ledek Dika.

Aris cepat menutup mulut dan hidungnya, ada air yang ikut meluncur keluar dari sana. Lelaki ini juga langsung bangkit, bahkan dengan setengah berlari dia mendahului Apek yang bangkit terlebih dahulu. Aris langsung masuk ke kamar tamu dengan dada berdebar, dicopotnya kaos di badannya lalu digunakan buat mengusap wajahnya yang telah berkeringat. Tak tahu entah sebab apa keringat itu muncul.

Setelah detak jantungnya aman, Aris mengganti kaosnya dengan kaos baru. Dia turut pula mencopot jeans panjangnya dengan jeans selutut. Dika dan Marot tak lama kemudian menyusul masuk. Keduanya juga bersiap-siap, Dika menyisir lalu menguncir kuda rambutnya sedangkan Marot langsung menanggalkan pakaian untuk berganti baju.

"Sialan lu Rot! Kalau mau telanjang bilang-bilang" omel Dika yang melihat bokong gelap Marot.

Marot cuma meledek sambil menggeol-geolkan pantat seperti pria tiktoker.

"Sadar pantat Rot, hitam begitu!" Cerca Dika sambil menendang bokong Marot.

"Masih mending punya pantat. Kalau tak punya gimana mau berak? Lewat mulut?" Marot ini sepertinya tipe lelaki anti insecure.

Aris mau tak mau jadi ngakak melihat tingkah dua temannya itu. Namun tawa Aris punah seketika begitu melihat Marot mengeluarkan seperangkat pakaian yang akan dipakainya hari ini dari dalam tas. Pakaian khas Tarang.

Dengan enteng Marot memakai pakaian itu, berupa rompi dan juga gulungan kain sebagai penutup pinggang dan selangkang.

"Rot, pakai kain itu perlu sempak tidak?" Dika juga sama penasaran.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang