Bab 47 - Sekte Harimau Darah

55 17 1
                                    

Apek menggeliat dan mengerang namun gerakkannya terbatas seolah terhalang sesuatu. Ketika sepasang matanya terbuka, Apek pun terkejut, dia dapati dirinya telangkup di atas sebuah dipan kayu. Kedua tangannya terikat tali tambang dalam keadaan terkembang. Begitu juga kakinya, diikat terbuka dan ditarik masing-masing sehelai tali. Posisi tubuhnya tak ubahnya seperti huruf "X". Yang mengejutkan lagi, tubuh terikat itu dalam keadaan bugil.

"Apa yang terjadi padaku? Aku di mana?" Kejut Apek. Dia pun berteriak-teriak minta tolong.

Namun suaranya hanya menggema di ruangan itu. Tak ada seorangpun yang terlihat di ruang sunyi itu. Dengan pandangan mata yang terbatas karena posisi tengkurap, Apek memperhatikan sekitar. Ruangan pengap dan buram itu diterangi nyala kecil dari enam lampu aneh yang melekat di dalam dinding. Enam lampu yang tak cukup menerangi seluruh ruang dengan jelas. Di dinding-dinding ruangan penuh hiasan lukisan aneh, mirip rajah-rajah ritual berwarna merah darah. Ada juga kepala harimau yang telah dikeringkan dan juga kulitnya.

Apek merasa sedikit takut melihat hiasan dinding ekstrim itu. Tapi rasa takut Apek menjadi kentara dan sangat besar tatkala matanya menatap lurus ke depan. Di sana berduri sebuah patung setinggi manusia. Patung perempuan telanjang. Meski patung itu tampak halus dan cantik namun entah mengapa kuduk Apek sedari tadi merinding saat melihatnya.

"Patung siapa itu? Kenapa jantungku berdegup kencang ketakutan?" Gelisah Apek.

Saat itulah dia mendengar banyak suara langkah mendekatinya dari sebelah bawah, dia tak dapat melihat siapa-siapa yang mendekatinya, tahu-tahu saja dirinya sudah dikelilingi dua belas manusia berjubah hitam. Ada satu manusia berjubah lagi, namun dia tak ikut mengelilinginya, dia berdiri di depan patung. Agaknya dialah ketua kawanan jubah ini, selain itu jubahnya berwarna merah hitam bercorak loreng harimau. Apek memperhatikan manusia satu ini dengan tatapan tajam.

Si Jubah Merah mendengus melihat Apek memelototinya, "Selamat datang di kediamanku Dangraka Apek Awang Moraga!" Ternyata dia seorang lelaki.

Apek terkejut bukan main, manusia itu tahu siapa dirinya.
"Si-siapa kau?" Tanya Apek dengan gemetar.

Si Jubah Murah  tersenyum sinis, "Nanti kau juga akan tahu sendiri! Aku ingin melihat-lihat dulu tubuhmu."

Jubah Merah bertepuk tangan dua kali. Selusin manusia jubah hitam yang mengelilingi Apek mundur beberapa langkah. Si Jubah Merah pun berjalan mendekati meja di mana Apek terikat dalam keadaan tengkurap. Dari balik jubahnya, Si Jubah Merah mengeluarkan sebuah tongkat pendek. Lelaki itu pandangi wajah Apek.

"Apa yang akan kau lakukan?" Khawatir Apek, dia menggerakkan tubuh namun tak mungkin fia lepas dari ikatan tali.

"Seperti yang ku bilang tadi, aku mau memeriksa tubuhmu! Cocokkah kau ku jadikan tumbal untuk Dewi kami?"
Dengan tongkat pendeknya Si Jubah Merah menekan-nekan beberapa titik di tubuh Apek. Apek menggeliat geli sekaligus sakit.

Wajah Apek merah legam karena marah dan malu tatkala tongkat lelaki itu mengetuk-ngetuk daging bokongnya, bahkan kepala tongkat membelai-belai belahan pantatnya.

"Jahanam! Aku bersumpah akan mematahkan tanganmu!" Geram Apek yang merasa dilecehkan, seumur-umur belum pernah ada yang menyentuh belahan bokongnya.

Jubah Merah berhenti bermain-main dengan pantat Apek. Dia kini fokus memperhatikan tato di punggung Apek.

"Hahahaha! Sempurna! Aku akan jadi manusia paling kaya! Harta karun itu kini ada dalam genggaman tanganku!" Tangan si Jubah Merah merabai tato di punggung Apek.

"Jadi kau mengincar peta harta karun di punggungku? Silahkan! Aku tak keberatan kau mengambil harta karun itu! Tapi lepaskan aku!" Tawar Apek.

Si Jubah Merah mendengus, dia melangkah ke hadapan Apek hingga wajah Apek yang telangkup itu langsung berhadapan dengan bagian selangkangan si Jubah.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang