Bab 3 - Si Penggendong Rusa

474 34 3
                                    

Aris melihat arloji di pergelangan tangan kirinya, sudah hampir pukul lima, bias jingga menjadi penghias langit di lembah Tarang.

Seorang berpenampilan seperti pertapa desa sedang berdiri di depan gerbang desa sambil membunyikan lonceng, sedangkan tangan kirinya memegang sebuah cawan berisi larutan kental berwarna putih, seperti tepung dicampur air namun baunya harum. (Mirip seperti tradisi tepung tawar diacara nikahan suku Melayu).

Dari kejauhan tiba-tiba terdengar suara derap langkah yang riuh disertai nyanyian-nyanyian patriotik berbahasa Tarang, suara para lelaki. Sesekali suara lenguhan kerbau terdengar.

Dan benar saja, di luar pagar rombongan para pemuda beragam usia melangkah mendekat. Jumlahnya hampir dua lusin, lebih tepatnya 20 orang.

Melihat kemunculan rombongan pemuda itu seketika para penduduk pun bersorak-sorai, beberapa seniman desa menabuh gendang dan juga membunyikan gamelan. Anak-anak tertawa riang sambil bertepuk tangan. Begitu rombongan lelaki itu melewati gerbang, beberapa perawan desa segera mengalungkan rangkaian bunga buat menyambut mereka, lalu oleh Tuk Rakeh para pemuda itu wajahnya dicoreti dengan tepung aneh miliknya.

Aris terpukau, dia langsung merekam jalannya acara penyambutan itu dengan kamera digitalnya. Kemudian para penduduk yang berdiri di sepanjang jalan melantunkan nyanyian yang menyenangkan sambil menaburkan bunga rampai.

"Apa arti nyanyian itu?" Tanya Dika kepada Marot, sedangkan Aris masih asyik merekam ritual itu.

"Oh sekedar puji-pujian dan ungkapan syukur kepada sang Pencipta. Bagi penduduk Tarang, para pemuda yang bertugas berburu itu adalah pahlawan. Penduduk desa selalu mengelu-elukan dan membanggakan mereka" jelas Marot, dia turut pula ikut menyanyi menyambut para pahlawan desa itu.

Sepasang mata Aris fokus ke kamera buat mengabadikan momen itu dengan sebaik mungkin, namun kemudian, serrrr deg deg. Seketika jantungnya berdebar. Waktu laksana berhenti berputar, desau angin seakan memainkan petikan dawai syahdu yang memenuhi ruang kalbu seorang Aris. Semua itu muncul sekonyong-konyong tatkala layar kameranya menangkap gambar seorang lelaki gagah berkulit sawo matang, dengan pakaian tradisionalnya sedang melangkah tegap sambil menggendong anakan rusa. Ganteng!

Bahkan seakan terhipnotis Aris menurunkan kameranya tatkala lelaki itu lewat di depannya, dia ingin menyaksikan pemuda itu dengan mata telanjangnya secara langsung.

Tubuh lelaki itu berkilat oleh keringat, anakan rusa itu begitu anteng di dalam gendongannya. Sosoknya begitu berwibawa dan agung laksana seorang ksatria di film-film kolosal silat. Memakai pakaian tradisional seperti sarung pendek yang serba kecil menutupi pinggang.

Tiba-tiba deghh, lelaki itu menoleh kepada Aris dengan sorot mata setajam elang. Karuan saja hati Aris seakan luluh lantak. Meski tatapan itu terjadi sekilas saja, namun hati Aris seakan tergetar untuk selamanya.
"Sial, apa yang terjadi kepadaku? Kenapa pemuda Tarang tadi begitu berbeda? Kharismanya lebih kuat. Benar-benar seperti panglima rimba belantara"

"Ayo!" Ucapan Marot menyadarkan Aris yang melamun dengan tepukan di bahu.

"Kita harus ikut ke balai adat, disana upacara masih terus berlangsung"

Di belakang rombongan itu, beberapa penduduk mengambil alih menyeret delapan ekor kerbau. Itulah kerbau liar hasil buruan para pemuda Tarang. Mereka menyebutnya kerbau jalang, kerbau yang konon sama ganasnya dengan harimau yang banyak menghuni rimba belantara seperti lembah ini.

"Kerbau Jalang itu liar dan ganas, bahkan seekor harimau belum tentu menang jika berkelahi dengan mereka. Apalagi kerbau itu selalu bergerak dalam rombongan. Seganas banteng! Butuh kemahiran dan keterampilan berburu yang baik, dan yah sedikit unsur magis" terang Marot.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang