Bab 19 - Cholbar

502 33 4
                                    

"Apak, Bang Aris mana?" Tanya Apek tatkala dia tak mendapati keberadaan Aris di dekatnya saat terbangun.

Tuk Dampo yang saat itu sedang menungguinya pun menjawab.
"Pulang"

"Pulang ke rumah Apek kan?"

"Ke rumah Ruis"

Apek mengerjap, dia tak senang. Dia pun bergerak ingin bangun, dia ingin menjemput Aris dan membawanya pulang ke rumahnya.

"Mau apa?" Tanya Tuk Dampo sambil menahan anaknya.

"Mau jemput bang Aris, rumahnya itu rumah Apek, bukan si Ruis" marah Apek.

"Lho katanya tidak mau dijodohkan dengan Aris?" Sindir sang ayah.

"Saya memang tidak mau dijodohkan dengan Bang Aris, karena saya bukan banci. Tapi Bang Aris itu abangnya Apek, tidak boleh dimiliki oleh yang lain"

Tuk Dampo pun tertawa, semakin kuat terkaannya bahwa anaknya ini sebenarnya mulai menyukai Aris.
"Kau masih sakit. Sembuh dulu. Tenang saja! Aris cuma mengambil pakaian. Katanya dia nanti mau menginap disini menemanimu"

Mendengar ucapan ayahnya, Apek pun lega, bibirnya pun tersenyum dengan lebar.

"Sudah, Apak mau keluar dulu!"

"Bentar Apak, saya mau kencing"

Tuk Dampo tak menyahut, dia terus melangkah keluar. Tak berapa lama kemudian masuklah seorang anak membawa tabung yang terbuat dari kayu, itulah alat yang digunakan buat menampung kencing jika ada lelaki yang sakit. Apek dibantu bocah lanang itu pun kencing di tabung kayu itu.

Apek pun tersenyum, dia sudah tak sabar ingin bertemu dengan Aris. Dia mendadak rindu.
***

Tuk Dampo berjalan menuruni tangga rumah panggungnya, dia bermaksud menuju rumah Tuk Rakeh yang tak begitu jauh dari rumahnya. Hanya dengan berjalan kaki sepuluh menit dia telah tiba.

Tuk Rakeh menyambut dengan hormat pemimpin lembah itu.
Keduanya duduk di teras rumah yang sama berbentuk panggung itu.

"Kita tepat waktu, Tuk Dampo. Terlambat saja kita memberi Apek air penawar syahwat, pasti anak itu sudah dikuasai oleh Flora" tutur Tuk Rakeh. Jadi, jamu yang diminum Apek semalam di sawah ternyata ramuan yang membuat Apek kehilangan kejantanan saat akan menyetubuhi Flora.

"Benar, Rakeh. Perempuan itu benar-benar liar, sungguh tak pantas dijadikan seorang guru!"

"Apa tidak sebaiknya kita usir saja?" Usul Tuk Rakeh.

"Jangan! Sabar dulu! Kita ikuti dulu permainannya, aku ingin tahu apa sebenarnya tujuannya ke desa ini, sekaligus ingin tahu siapa yang menyuruhnya. Mustahil perempuan berpendidikan seperti dia bertindak senekat ini kalau tidak ada yang menyuruh" jelas Tuk Dampo.

Tuk Rakeh pun mengangguk mengerti.
"Tapi kita harus terus mengawasi gerak-geriknya. Jangan sampai kita lengah dan kecolongan! Aku mendapat firasat jika wanita itu juga memiliki 'isi'. (Maksudnya ilmu ghaib).

Tuk Dampo mengangguk, "Untuk sementara kita lupakan dulu perempuan itu. Saya ke mari ingin membahas tentang Apek dan Aris"

"Silahkan, Tuk!"

"Rakeh, sepertinya Apek dan Aris sudah saling menyukai"

"Itu ramalan yang tak terbantahkan, hanya saja untuk mengikat keduanya kedalam perkawinan, itu yang sulit buat di wujudkan. Dangraka Apek itu keras, dia merasa bahwa perkawinan itu hanya untuk lelaki dan perempuan. Dia tak mau dianggap cacat sebagai lelaki jika menikahi Aris. Padahal budaya kita tidak menentang, hanya saja memang pernikahan itu tidak pernah terjadi lagi. Hampir berabad-abad. Terakhir kali terjadi saat leluhur kita Raja Agia yang melakukannya" terang Tuk Rakeh.

Ksatria Lembah Tarang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang