Chapter 2: Di Persimpangan

56 7 0
                                    

Beberapa minggu setelah acara kampus, Taehyung semakin sulit menyembunyikan perasaannya terhadap Jisoo. Setiap kali mereka bersama, dia merasakan sebuah jarak yang tak bisa dijelaskan perasaan cinta yang semakin kuat tetapi terus dipendam. Jisoo, di sisi lain, tetap menjadi sahabatnya yang ceria, tanpa menyadari apa yang terjadi dalam hati Taehyung.

Suatu hari, Jisoo mengajak Taehyung untuk bertemu di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi sejak remaja. Mereka duduk di pojok kafe, tempat yang sepi dan nyaman, ditemani alunan musik yang tenang. Jisoo terlihat sedikit gelisah, membuat Taehyung bertanya-tanya apa yang terjadi.

"Taehyung," Jisoo memulai, suara lembut namun terdengar ragu. "Aku ingin cerita sesuatu."

Taehyung menatap Jisoo dengan perhatian penuh. "Apa itu, Jisoo? Kamu tahu aku selalu ada untuk kamu."

Jisoo menarik napas dalam, lalu berbicara. "Aku rasa... aku jatuh cinta."

Hati Taehyung seketika terhenti. Ia merasa dunianya runtuh sejenak, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Oh... dengan siapa?"

Wajah Jisoo memerah sedikit, tampak malu-malu. "Namanya Minhyuk. Dia teman dari kampus. Kita sudah dekat selama beberapa bulan terakhir, dan... aku rasa dia orang yang tepat."

Mendengar nama itu, Taehyung berusaha menelan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam dadanya. Dia tersenyum tipis, meski hatinya hancur. "Itu kabar bagus. Aku senang kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."

Namun di dalam hatinya, Taehyung merasa bimbang. Bagaimana dia bisa memberikan dukungan sepenuhnya ketika cintanya untuk Jisoo tak pernah berbalas? Setiap kata yang diucapkannya terasa kosong, seolah-olah dia hanya berusaha menjaga topeng ketegaran di hadapan Jisoo.

Beberapa hari kemudian, Taehyung mulai menjaga jarak. Dia merasa dirinya terjebak antara cinta yang harus disimpan dan rasa bersalah karena tidak bisa sepenuhnya bahagia untuk Jisoo. Setiap kali dia melihat Jisoo bersama Minhyuk, hatinya dipenuhi kecemburuan, tetapi dia tetap berusaha tersenyum.

Suatu malam, Jisoo mengirim pesan kepada Taehyung.

"Taehyung, kamu ada waktu? Aku butuh bicara."

Taehyung yang sedang termenung di kamar segera menjawab.

"Aku ada. Ada apa, Jisoo?"

Tak lama kemudian, Jisoo muncul di depan pintu apartemen Taehyung. Dia terlihat lelah dan kesal. "Aku baru saja bertengkar dengan Minhyuk."

Taehyung mengajaknya masuk, meskipun perasaannya campur aduk. "Kenapa kalian bertengkar?"

Jisoo menghela napas, duduk di sofa dan melipat tangannya di dada. "Dia bilang aku terlalu dekat dengan kamu. Katanya aku tidak bisa benar-benar fokus ke hubungan kita kalau aku masih sering menghabiskan waktu sama kamu."

Taehyung merasakan kegelisahan yang sama. Kata-kata itu menancap dalam di hatinya. Ia tahu bahwa cepat atau lambat, hubungan mereka akan diuji oleh hal ini. "Lalu, kamu pikir apa?"

Jisoo menggigit bibirnya, tampak berpikir. "Aku bingung. Kamu sahabat terbaikku, Taehyung. Aku tidak ingin hubungan kita berubah, tapi aku juga peduli sama Minhyuk. Aku enggak mau kehilangan salah satu dari kalian."

Kata-kata Jisoo membuat Taehyung makin terpojok. Ia tahu apa yang harus dilakukan jika ingin Jisoo bahagia. Namun, keputusannya terasa seperti menghancurkan dirinya sendiri.

Setelah merenung cukup lama, Taehyung berbicara dengan suara lirih, "Mungkin... untuk sementara, kamu harus fokus pada hubunganmu dengan Minhyuk. Aku bisa menjaga jarak, jika itu bisa membuat kalian lebih baik."

Jisoo menatap Taehyung dengan mata berkaca-kaca. "Tae, aku enggak mau kita jauh. Tapi, aku juga tahu mungkin ini yang terbaik."

Taehyung tersenyum pahit. "Kita enggak akan jauh, Jisoo. Kamu tahu aku akan selalu ada buat kamu. Meski dari kejauhan."

Malam itu, ketika Jisoo pergi, Taehyung merasakan kehampaan yang besar. Dia telah memilih untuk mundur, demi cinta yang tak mungkin ia miliki. Cinta yang kini terasa lebih jauh dari sebelumnya, meskipun ia masih memahami apa artinya memberi tanpa diberi, dan menerima tanpa diterima.

Hari-hari berlalu, dan jarak antara Taehyung dan Jisoo semakin terasa nyata. Mereka tidak lagi sering bertemu seperti dulu, bahkan pesan-pesan dari Jisoo menjadi lebih jarang. Taehyung merasakan kehampaan yang semakin mendalam, tetapi dia tetap berusaha menerima kenyataan. Setiap kali melihat ponselnya, ia berharap ada pesan dari Jisoo, namun yang ia terima hanyalah keheningan.

Di kampus, Taehyung kembali bertemu Jisoo, namun kini Jisoo sering bersama Minhyuk. Mereka terlihat bahagia, saling tertawa dan bercanda. Taehyung hanya bisa mengamati dari kejauhan, menyembunyikan rasa sakit yang semakin menghimpitnya. Meski ia tahu Jisoo pantas mendapatkan kebahagiaan, ia tak bisa memungkiri betapa sulitnya melihat orang yang ia cintai bahagia dengan orang lain.

Suatu sore, saat Taehyung sedang sendirian di kafe favorit mereka, Jisoo tiba-tiba muncul. Dia terlihat lelah, dengan wajah yang tampak penuh pikiran. Taehyung, yang sudah lama tidak bertemu dengannya secara langsung, merasa campuran antara senang dan cemas.

"Hey, Taehyung," sapa Jisoo pelan.

Taehyung tersenyum tipis. "Hey, Jisoo. Lama enggak ketemu. Kamu baik-baik aja?"

Jisoo duduk di seberang Taehyung, mengaduk-aduk kopinya dengan gugup. "Enggak terlalu. Aku lagi pusing sama hubungan aku sama Minhyuk."

Hati Taehyung kembali terasa sesak. Meski sudah berusaha menjaga jarak, Jisoo tetap datang padanya untuk berbagi masalah. Taehyung menelan rasa sakit itu dan memutuskan untuk tetap menjadi tempat curhat Jisoo.

"Apa yang terjadi?" tanya Taehyung lembut.

Jisoo menghela napas panjang. "Aku merasa Minhyuk semakin menjauh. Dia bilang kalau dia enggak nyaman dengan persahabatan kita, dan itu membuat semuanya semakin rumit. Aku enggak tahu harus gimana, Taehyung."

Taehyung diam sejenak, mencoba menenangkan hatinya yang penuh pertentangan. Ia ingin mengatakan bahwa dia akan selalu ada untuk Jisoo, tetapi ia tahu bahwa kehadirannya mungkin justru menjadi beban bagi hubungan Jisoo dan Minhyuk.

"Jisoo... mungkin kamu butuh waktu untuk merenung, apakah hubunganmu sama Minhyuk adalah yang kamu inginkan. Kalau dia enggak bisa menerima persahabatan kita, mungkin ada hal lain yang harus kalian bicarakan," kata Taehyung pelan.

Jisoo menatap Taehyung dengan mata yang penuh kebingungan dan kesedihan. "Tapi aku enggak mau kehilangan kamu atau dia. Aku enggak bisa memilih."

Kata-kata Jisoo semakin membuat Taehyung tersiksa. Dia tahu bahwa Jisoo takkan bisa melihatnya lebih dari sekadar sahabat, tetapi ia tetap ingin Jisoo bahagia, meski harus mengorbankan perasaannya sendiri.

"Kadang, dalam hidup, kita harus membuat pilihan yang berat, Jisoo. Kamu tahu aku akan selalu mendukung apa pun yang membuatmu bahagia, bahkan jika itu berarti aku harus menjauh," jawab Taehyung dengan suara berat.

Jisoo terdiam. Dia tahu Taehyung selalu tulus dan peduli, namun di dalam hatinya, ada rasa bersalah karena ia mungkin telah menyakiti sahabat terbaiknya tanpa disadari.

"Terima kasih, Taehyung. Aku enggak tahu apa yang akan aku lakukan tanpamu," kata Jisoo dengan suara lirih.

Taehyung hanya tersenyum, meski hatinya merasakan beban yang semakin berat. Dia tahu bahwa ia harus merelakan Jisoo, meski itu berarti dia harus hidup dengan cinta yang tak pernah terbalas. Namun, di sisi lain, Taehyung juga mulai menyadari bahwa cinta sejati adalah tentang memberi, bahkan ketika tak ada yang tersisa untuk diberikan.

Malam itu, setelah pertemuan mereka, Taehyung merenung sendirian di kamarnya. Dia tahu bahwa hidupnya takkan pernah sama lagi, tetapi dia juga bertekad untuk terus menjadi seseorang yang selalu bisa diandalkan Jisoo, meski dari kejauhan.

Ketika ia berbaring di tempat tidurnya, Taehyung merenungkan kata-kata yang pernah ia baca tentang cinta: Memberi meski harus tak diberi, menerima meski tak diterima. Dan dalam hatinya, ia mulai memahami bahwa cinta yang ia rasakan untuk Jisoo adalah cinta yang paling tulus karena meskipun ia tahu cinta itu tak akan pernah terbalas, ia tetap memilih untuk mencintai.

To Be Continued...

STILL UNDERSTANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang