Chapter 6: Keputusan yang Berat

15 3 0
                                    

Setelah beberapa minggu berlalu, hubungan antara Jisoo dan Taehyung menjadi semakin rumit. Meski Jisoo telah berbicara dengan Taehyung di kafe dan menjelaskan bahwa ia masih bimbang, Taehyung tetap menunjukkan kesetiaannya. Namun, kebingungan dalam hati Jisoo semakin membesar. Ia terus merenungkan apakah ia benar-benar siap untuk memberikan perasaannya kepada Taehyung, atau apakah ini hanya perasaan bersalah karena takut kehilangan sahabat baiknya.

Pada suatu malam, Jisoo duduk di kamarnya, menatap sebuah foto dirinya bersama Taehyung. Foto itu diambil saat mereka masih di masa sekolah, penuh dengan senyuman dan tawa. Itu adalah masa di mana segalanya terasa sederhana. Namun sekarang, hidup terasa jauh lebih rumit.

Teleponnya berdering, memecah keheningan. Itu dari ibunya. Jisoo menjawab telepon itu dan berbicara dengan suara yang datar.

"Jisoo, kamu baik-baik saja?" tanya ibunya dengan nada penuh perhatian.

"Ya, aku baik, Ma," jawab Jisoo singkat.

"Aku cuma mau bilang... Minhyuk tadi menelepon. Dia bilang dia menyesal dan mau bicara lagi denganmu," ujar ibunya.

Jisoo terdiam sejenak. Perasaannya campur aduk mendengar nama Minhyuk. Ia tahu hubungan mereka sudah berakhir, tetapi bagian dari dirinya tidak bisa sepenuhnya melepaskan kenangan yang mereka miliki.

"Aku sudah selesai dengan Minhyuk, Ma. Aku butuh waktu untuk sendiri," kata Jisoo akhirnya.

Ibunya terdiam beberapa detik sebelum menjawab, "Baiklah, tapi kalau kamu butuh bicara, Mama selalu ada untukmu."

Setelah menutup telepon, Jisoo merasa ada beban yang lebih berat di pundaknya. Tidak hanya masalah dengan Taehyung, tetapi juga masa lalunya dengan Minhyuk yang terus menghantuinya.

Keesokan harinya, Jisoo memutuskan untuk bertemu dengan seorang teman lama, Lisa. Lisa adalah orang yang selalu jujur dan tidak pernah ragu untuk memberikan nasihat, meski terkadang terdengar kasar.

Di sebuah taman yang sepi, Jisoo menceritakan seluruh kebingungannya kepada Lisa. Lisa mendengarkan dengan penuh perhatian sebelum memberikan pendapatnya.

"Jisoo, kamu tahu aku akan jujur denganmu," kata Lisa sambil menyesap kopinya. "Kalau kamu terus-terusan bingung seperti ini, kamu enggak hanya nyakitin Taehyung, tapi juga diri kamu sendiri."

Jisoo menunduk, merasakan kebenaran dalam kata-kata Lisa. "Aku tahu, tapi aku enggak mau kehilangan dia sebagai sahabat. Dia terlalu berarti buatku."

"Tapi kamu harus ingat, dia punya perasaan. Kalau kamu terus menggantungkan dia, itu enggak adil, Jisoo. Kamu harus membuat keputusan—entah kamu benar-benar mencintainya atau kamu hanya takut kehilangan dia," ujar Lisa tegas.

Jisoo terdiam, merenungkan kata-kata Lisa. Ia tahu Lisa benar, tetapi membuat keputusan itu terasa seperti tugas yang mustahil.

Sore harinya, Taehyung mengirim pesan, menanyakan apakah Jisoo mau bertemu. Hatinya terasa berat, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa terus menunda percakapan ini.

Di sebuah taman yang sering mereka kunjungi, Jisoo melihat Taehyung duduk di bangku dengan ekspresi yang penuh harapan. Ketika Jisoo mendekat, Taehyung berdiri dan menyapanya dengan senyum kecil, meskipun ia bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam suasana hati Jisoo.

"Jisoo, ada sesuatu yang ingin aku bilang," Taehyung memulai. "Aku tahu kamu masih bimbang, tapi aku enggak bisa terus seperti ini. Aku perlu tahu, apakah ada harapan bagi kita, atau apakah aku hanya perlu berhenti berharap?"

Jisoo merasa dadanya sesak mendengar pertanyaan itu. Ia menunduk, berusaha menahan air mata. "Taehyung, aku... aku belum tahu. Aku masih belum yakin dengan perasaanku sendiri."

STILL UNDERSTANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang