Malam itu terasa berat bagi Jisoo. Semua yang ia dan Taehyung bicarakan tentang masa lalu kembali menghantamnya seperti ombak besar yang menenggelamkan perasaan. Meski ia berusaha berdamai dengan kenyataan, ada rasa sakit yang tak bisa ia tutupi.
Taehyung, yang biasanya dapat menenangkan Jisoo dengan kata-katanya, malam ini hanya bisa terdiam. Hatinya tahu bahwa tidak mudah untuk benar-benar menyembuhkan luka masa lalu, terlebih ketika keduanya pernah saling menyakiti. Namun, ia bertekad untuk memperbaiki keadaan, meskipun harus menghadapi ketakutan terbesarnya—kehilangan Jisoo lagi.
"Jisoo," Taehyung memulai, memecah keheningan di antara mereka. "Kita sudah terlalu jauh untuk mundur. Aku tahu aku pernah salah, dan aku tak ingin terus diingatkan akan kesalahan itu. Tapi yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita bisa memperbaiki segalanya."
Jisoo menatap dalam-dalam ke mata Taehyung. Ada ketegasan di sana, namun juga ada kelembutan yang membuatnya mengerti bahwa Taehyung benar-benar tulus. "Aku hanya butuh waktu," jawabnya pelan. "Aku butuh waktu untuk benar-benar memahami apa yang kita punya, dan apa yang sudah hilang."
Taehyung mengangguk. "Kamu berhak mendapatkan semua waktu di dunia, dan aku akan menunggu."
Keesokan harinya, Jisoo mulai tenggelam dalam persiapan untuk pameran seni mereka. Setiap lukisan yang ia buat terasa semakin dalam, seolah ia mengungkapkan perasaan-perasaannya yang paling tersembunyi melalui sapuan kuas. Lukisan-lukisan itu bercerita tentang cinta, kehilangan, penantian, dan harapan—semua yang pernah ia alami bersama Taehyung. Di sisi lain, Taehyung juga sibuk mempersiapkan fotografi yang akan menjadi bagian dari pameran. Setiap foto yang ia ambil mencerminkan kebersamaan mereka, namun dengan sentuhan melankolis yang tidak bisa diabaikan.
Semakin dekat hari pameran, semakin Jisoo merasakan beban emosional yang mengikutinya. Ia menyadari bahwa meskipun ia ingin kembali percaya pada Taehyung, masih ada bagian dalam dirinya yang terluka. Bagian itu yang masih meragukan apakah hubungan mereka benar-benar bisa kembali seperti dulu, atau apakah ini hanyalah usaha yang sia-sia.
"Apakah kita benar-benar masih bisa saling mengerti?" pikir Jisoo dalam hati.
Namun, setiap kali ia melihat hasil karya Taehyung, perasaannya berubah. Foto-foto Taehyung menggambarkan kisah cinta yang mungkin tidak sempurna, tetapi penuh ketulusan. Ada kedalaman di sana, yang membuat Jisoo bertanya-tanya apakah mereka memang masih punya harapan.
Malam sebelum pameran, Jisoo duduk di depan salah satu lukisan terbesarnya. Ia menggambarkan dua sosok yang saling berjauhan, namun tetap saling terhubung oleh benang-benang halus yang berkelindan di antara mereka. Meski jarak memisahkan, ada keindahan dalam cara benang itu merangkai keduanya.
"Ini kita," gumam Jisoo. "Mungkin kita tidak akan pernah seperti dulu lagi, tapi mungkin kita bisa menciptakan sesuatu yang baru."
Pada saat itu, Jisoo merasakan keyakinan dalam hatinya. Ia tahu bahwa meskipun masa lalu mereka penuh dengan kesalahan, cinta yang mereka miliki masih bisa berkembang—mungkin dengan bentuk yang berbeda, tetapi tidak kalah kuat.
Ketika pameran akhirnya dibuka, ruangan dipenuhi dengan orang-orang yang terpesona oleh karya seni mereka. Namun, bagi Jisoo dan Taehyung, pameran ini lebih dari sekadar acara seni. Ini adalah awal baru, cara mereka menyembuhkan luka dan menemukan jalan untuk saling memahami lagi.
Malam itu, saat ruangan mulai sepi dan hanya tinggal mereka berdua, Taehyung menghampiri Jisoo. "Kita berhasil," katanya pelan.
Jisoo tersenyum tipis. "Ya, kita berhasil. Tapi perjalanan kita baru saja dimulai."
Taehyung mengangguk, setuju. "Aku siap untuk menjalani perjalanan ini dengan kamu. Bagaimanapun bentuknya nanti."
Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Jisoo merasa tenang. Mungkin cinta tidak selalu tentang memberi dan menerima dengan seimbang. Terkadang, cinta adalah tentang tetap bertahan, meski harus berjuang keras. Tetap mengerti, bahkan ketika semua tampak sulit dimengerti.
Setelah percakapan mereka malam itu, Taehyung dan Jisoo sama-sama menyadari bahwa hubungan mereka akan selalu rumit. Ada terlalu banyak sejarah, terlalu banyak luka yang belum sepenuhnya sembuh. Namun, keduanya sepakat bahwa meski sulit, mereka ingin mencoba lagi.
Hari-hari setelahnya, mereka kembali tenggelam dalam kesibukan pameran seni. Jisoo lebih sering menghabiskan waktu di studio, mencurahkan emosi yang tersisa ke kanvas, sementara Taehyung fokus pada persiapan teknis. Tapi di setiap sapuan kuas dan setiap kali kamera Taehyung mengabadikan momen, ada perasaan baru yang menguat—harapan.
Satu malam, saat Jisoo selesai dengan lukisan terakhirnya, dia duduk di sofa studio, lelah tetapi puas. Taehyung masuk ke ruangan itu membawa dua cangkir teh hangat. Mereka duduk bersebelahan, dalam keheningan yang nyaman.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Taehyung lembut, menyerahkan satu cangkir pada Jisoo.
Jisoo menghela napas, merasa tenang oleh kehadiran Taehyung. "Aku hanya berpikir... tentang kita. Tentang bagaimana kita sampai di titik ini."
"Apa menurutmu kita membuat keputusan yang benar?" tanya Taehyung sambil menatap lurus ke arah kanvas yang masih basah dengan cat.
"Aku tidak tahu," jawab Jisoo jujur. "Tapi yang aku tahu, kita sudah melalui banyak hal. Dan meskipun ada momen ketika aku berpikir kita tak akan pernah bisa kembali, sekarang aku merasa kita punya kesempatan untuk memulai lagi."
Taehyung tersenyum tipis, menatap ke arah Jisoo. "Aku juga berpikir begitu. Ini mungkin bukan awal yang sempurna, tapi ini awal yang jujur."
Setelah momen itu, segala sesuatunya mulai terasa berbeda. Hubungan mereka tidak lagi tentang menutupi rasa sakit atau mencoba mengulang apa yang pernah ada. Mereka mulai melihat ke depan, menerima bahwa mereka adalah dua orang yang telah berubah, tetapi tetap memilih untuk bersama.
Pameran seni itu sukses besar. Karya-karya Jisoo dan Taehyung menjadi sorotan, dan orang-orang terkesima oleh bagaimana setiap lukisan dan foto seakan-akan berbicara tentang perjalanan emosional yang mendalam. Mereka yang melihat karya tersebut dapat merasakan setiap pergulatan, setiap cinta, dan setiap pengorbanan yang tersirat.
Di akhir pameran, saat semua orang mulai meninggalkan galeri, Jisoo berdiri di depan salah satu lukisan favoritnya—lukisan yang menggambarkan dua sosok yang pernah dekat tetapi sekarang terpisah oleh waktu dan ruang, namun tetap terhubung oleh benang-benang tipis yang hampir tak terlihat. Taehyung mendekat, berdiri di sampingnya.
"Ini masih jadi favoritku," kata Taehyung sambil menatap lukisan itu.
"Bagiku juga," jawab Jisoo sambil tersenyum, meski matanya sedikit berkaca-kaca. "Ini tentang kita, kan? Terlepas dari semua jarak dan waktu, kita tetap terhubung."
Taehyung mengangguk. "Ya, meski tidak selalu mudah untuk dimengerti, ada hal-hal yang tetap ada di antara kita, bahkan ketika kita terpisah."
Jisoo menghela napas, merasa lega. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, Taehyung. Tapi aku ingin percaya bahwa kita akan baik-baik saja."
"Kita akan baik-baik saja," jawab Taehyung dengan keyakinan yang tenang. "Karena kali ini, kita berusaha bersama."
Malam itu, mereka meninggalkan galeri dengan perasaan yang berbeda. Tidak ada lagi ketakutan tentang masa lalu yang membayangi, hanya harapan tentang masa depan yang bisa mereka bangun—meskipun masih penuh dengan tantangan, mereka tahu bahwa mereka siap menghadapinya bersama.
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL UNDERSTAND
Ficção Adolescente"Still Understand" adalah kisah romantis yang mengisahkan hubungan rumit antara dua sahabat, Kim Taehyung dan Kim Jisoo, yang terperangkap dalam perasaan yang tak terungkapkan. Sejak kecil, Taehyung dan Jisoo tumbuh bersama, berbagi segala suka dan...