Whispers of the Heart (2/5)

3 0 0
                                    

Bab 2: Pertemuan Tak Terduga

Sejak pertemuan mereka di Central Park, Andrew merasa terpesona oleh sosok Rachel. Dalam hati, dia mulai menyimpan harapan bahwa mungkin ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka. Meskipun dia tahu bahwa dia masih harus menghadapi luka hati dari hubungan sebelumnya, perasaan yang baru ini membuatnya bersemangat untuk menjelajahi potensi yang ada.

Hari itu, di perpustakaan umum di Manhattan—tempat kerja Rachel—Andrew memutuskan untuk mengunjunginya. Perpustakaan itu adalah bangunan megah dengan arsitektur klasik yang memancarkan nuansa tenang dan damai. Dinding-dindingnya dihiasi dengan buku-buku tebal yang teratur rapi, dan aroma kertas serta tinta memberikan kehangatan tersendiri. Cahaya lembut masuk melalui jendela-jendela besar, menciptakan suasana yang ideal untuk membaca dan belajar.

Andrew melangkah masuk dan disambut oleh suara lembut petugas perpustakaan yang mengingatkan pengunjung untuk berbicara pelan. Dia merasakan ketenangan yang jarang ia temukan di tengah hiruk-pikuk kota. Pikirannya segera terarah pada Rachel, dan sepertinya hal itu juga menjadi motivasinya untuk datang.

Dia berjalan menyusuri lorong-lorong rak buku, memperhatikan berbagai judul yang dipajang. Tiba-tiba, di salah satu sudut, dia melihat Rachel duduk di meja kayu besar, tenggelam dalam buku tebal yang sedang dibacanya. Dia terlihat begitu fokus, dengan rambutnya yang tergerai lembut menutupi sebagian wajahnya. Andrew merasa jantungnya berdebar lebih cepat.

“Rachel!” panggilnya, tak sabar untuk mendekatinya.

Rachel menoleh, matanya bersinar saat melihat Andrew. “Andrew! Senang sekali melihatmu di sini!” Dia tersenyum cerah, dan Andrew merasakan ketenangan yang menyebar di dalam dirinya.

“Aku datang untuk mencari beberapa buku dan... mungkin berharap bisa bertemu denganmu,” ujar Andrew, merasa sedikit canggung namun bersemangat.

“Serius? Itu sangat menyenangkan!” Rachel berkata, dengan semangat yang menular. “Ada banyak buku yang menarik di sini. Apa kau mencari sesuatu yang spesifik?”

“Hmm, aku berpikir untuk mencoba novel fiksi. Mungkin bisa memperbaiki suasana hatiku,” jawab Andrew, mencoba menciptakan koneksi. “Kau pasti tahu beberapa judul yang bagus.”

Rachel tertawa kecil, membuat Andrew merasa lebih santai. “Aku punya banyak rekomendasi. Apa kamu suka tema romantis, petualangan, atau misteri?”

“Romantis terdengar menarik. Mungkin bisa memberi inspirasi untuk saat-saat yang lebih baik,” jawab Andrew, merasa sedikit lebih terbuka. Dia menyadari betapa mudahnya berbicara dengan Rachel. Suaranya yang lembut dan senyumnya membuat semua keraguan seolah lenyap.

“Baiklah, aku punya beberapa buku yang harus kamu coba,” kata Rachel, berdiri dan mulai memandu Andrew ke rak buku. Dia berjalan dengan lincah, dan Andrew tidak bisa tidak memperhatikan betapa anggunnya gerak-gerik Rachel.

Setelah beberapa menit menjelajahi rak, Rachel mengambil beberapa buku dan menunjukkan sinopsisnya. “Ini dia! ‘Pride and Prejudice’ karya Jane Austen. Cerita cinta yang sangat klasik. Dan ini, ‘The Fault in Our Stars’, yang mengisahkan dua remaja dengan penyakit serius yang menemukan cinta di antara ketidakpastian hidup.”

Andrew mendengarkan dengan antusias, tetapi hatinya mulai berpikir lebih dalam. “Kau tahu, Rachel, aku merasa seperti kita bisa belajar banyak tentang cinta dari buku-buku ini. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita ambil dari pengalaman itu.”

Rachel mengangguk, matanya berkilau. “Benar. Setiap cerita membawa pelajaran yang berharga. Dan terkadang, cinta bisa datang dari arah yang tak terduga.”

“Maksudmu, seperti pertemuan kita?” tanya Andrew, berusaha untuk tidak terlihat terlalu bersemangat.

“Ya, tepat sekali!” jawab Rachel, tersenyum lebar. “Seperti yang terjadi di Central Park. Kita tidak pernah tahu kapan hidup akan mempertemukan kita dengan seseorang yang dapat mengubah segalanya.”

Andrew merasa hatinya bergetar. Ada kehangatan dalam pernyataan Rachel yang sangat menyentuh. Dia merasakan ikatan yang semakin kuat di antara mereka, dan kehadiran Rachel membangkitkan rasa percaya diri yang lama hilang.

“Bagaimana kalau kita mengadakan pertemuan rutin? Kita bisa berbagi rekomendasi buku atau bahkan membahas cerita yang kita baca,” usul Rachel dengan antusiasme yang tak terbendung.

“Itu ide yang luar biasa! Aku akan sangat menikmati itu,” jawab Andrew, merasa senang bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.

Mereka melanjutkan pembicaraan, berbagi cerita tentang buku favorit dan pengalaman hidup mereka. Saat Andrew melihat Rachel, dia merasakan ketertarikan yang semakin mendalam. Setiap tawa dan senyuman Rachel membawa harapan baru ke dalam hidupnya.

“Andrew, aku sangat senang kita bisa bertemu di sini. Rasanya seperti sebuah kebetulan yang indah,” kata Rachel, mengakhiri sesi diskusi mereka dengan senyum manis.

“Begitu juga aku, Rachel. Setiap pertemuan ini terasa spesial,” balas Andrew, merasa semakin dekat.

Dengan senyuman di wajah mereka, mereka akhirnya berpisah di pintu keluar perpustakaan. Andrew melangkah keluar dengan perasaan yang lebih ringan di hati. Dia tahu bahwa meskipun dia masih dalam perjalanan untuk menyembuhkan luka dari masa lalu, mungkin, hanya mungkin, Rachel adalah cahaya yang selama ini dia cari.

Saat berjalan pulang, Andrew merenungkan kembali percakapan mereka. Dia merasa tidak hanya terhubung dengan Rachel sebagai seorang teman, tetapi juga ada potensi cinta yang baru mulai tumbuh. Dia bertekad untuk mengeksplorasi perasaan ini dan tidak membiarkan kesempatan itu terlewat begitu saja.

Dari sinilah cerita baru mereka dimulai, dan Andrew merasa optimis tentang apa yang akan datang.

---

Bersambung

Because Of You (Short Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang