Threads of Destiny (4/5)

0 0 0
                                    

Cinta Sejati yang Terungkap

Hari-hari berlalu di studio Zhang Wei, dan kolaborasi mereka semakin mempererat hubungan antara Xinyi dan Zhang Wei. Ruangan yang semula hanya dipenuhi sketsa dan kain, kini dipenuhi tawa dan obrolan serius tentang desain. Di meja kerja, berbagai sketsa hasil kerja sama mereka bertebaran, menciptakan atmosfer kreativitas yang memancar ke seluruh penjuru ruangan.

Namun, di balik semua kebahagiaan dan antusiasme itu, Zhang Wei merasakan ketegangan dalam hatinya. Saat bekerja bersama Xinyi, ia mulai menyadari perasaan yang lebih dalam, perasaan yang membuatnya ragu dan takut. Dalam kegelapan pikirannya, ada kenangan tentang mantannya, Lan Feng, yang selalu menghantui. Sementara itu, ia merasakan sesuatu yang lebih tulus dan cerah terhadap Xinyi.

Malam itu, setelah seharian bekerja, Zhang Wei dan Xinyi duduk di sofa kecil di sudut studio. Lampu-lampu hangat dari lampu gantung memancarkan cahaya lembut, menciptakan suasana intim di antara mereka. Mereka berdua tampak lelah, tetapi senyuman di wajah Xinyi menunjukkan betapa senangnya dia bekerja bersama Zhang Wei.

“Bagaimana kalau kita istirahat sejenak?” Xinyi menyarankan sambil meregangkan tubuhnya. “Aku merasa sangat terinspirasi, tapi juga sangat lelah.”

Zhang Wei mengangguk setuju. “Tentu. Kadang, kita perlu memberi waktu untuk pikiran kita beristirahat agar ide-ide baru bisa datang.”

Setelah beberapa menit berbincang ringan, Zhang Wei merasakan ada sesuatu yang harus ia katakan. Dengan napas yang dalam, ia mulai berbicara, “Xinyi, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu.”

Xinyi menatapnya, sedikit khawatir. “Ada apa? Kau tampak serius.”

Zhang Wei menundukkan kepala, seolah mencari kata-kata yang tepat. “Aku... aku ingin kau tahu lebih banyak tentang diriku. Tentang siapa aku sebenarnya.”

“Apakah ini tentang proyek kita?” tanya Xinyi, sedikit bingung.

Zhang Wei mengguncang kepalanya. “Tidak, ini lebih dalam dari itu. Xinyi, aku seorang gay. Selama ini, aku selalu menyukai pria. Mantanku, Lan Feng, adalah seseorang yang sangat berarti bagiku, tapi hubungan kami berakhir dengan cara yang sulit.”

Xinyi terdiam, terkejut dengan pengakuan itu. Dalam benaknya, ia mengingat semua interaksi mereka—senyuman, tawa, dan kedekatan yang terjalin selama kerja sama mereka. Ia tidak pernah mengira bahwa Zhang Wei memiliki latar belakang seperti itu.

“Aku... aku tidak tahu harus berkata apa,” ucapnya pelan, merasa bingung.

Zhang Wei melanjutkan, “Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu, dan aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi aku juga merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara kita saat kita bekerja bersama.”

“Maksudmu... kau memiliki perasaan untukku?” tanya Xinyi, suaranya bergetar.

“Ya,” jawab Zhang Wei dengan mantap. “Aku tidak bisa menyangkalnya. Meskipun aku menyukai pria, rasanya berbeda saat bersamamu. Ada sesuatu yang lebih... sesuatu yang membuatku merasa hidup lagi.”

Xinyi mengatur napasnya, mencoba memproses semuanya. Dalam pikirannya, semua kenangan indah bersama Zhang Wei muncul kembali. Ia merasakan kedalaman perasaan yang tidak pernah ia duga.

“Jadi, kau masih mencintai Lan Feng?” tanya Xinyi, hatinya berdebar.

Zhang Wei menggeleng. “Sungguh, tidak. Dia adalah bagian dari masa laluku. Namun, aku rasa aku belum benar-benar menemukan cinta sejati hingga aku bertemu denganmu.”

Air mata mulai menggenang di mata Xinyi, tidak karena kesedihan, tetapi karena rasa haru. “Wei, aku tidak tahu harus berkata apa. Ini semua sangat baru bagiku.”

Zhang Wei merasakan ketegangan di udara, dan dalam sekejap, ia mengulurkan tangan, meraih tangan Xinyi. “Apa pun yang kau rasakan, aku ingin kau tahu bahwa aku menerima dirimu apa adanya. Jika kau bisa menerimaku, maka kita bisa mencoba.”

Xinyi menatap dalam mata Zhang Wei, melihat ketulusan di sana. “Aku tidak bisa mengingkari bahwa aku merasakan sesuatu untukmu juga. Sejak kita mulai bekerja bersama, aku merasa ada koneksi yang kuat di antara kita.”

Zhang Wei tersenyum lebar, dan dalam sekejap, ketegangan di antara mereka mulai larut. Dalam suasana yang penuh harapan itu, Zhang Wei mendekat, dan Xinyi merasakan detak jantungnya berdegup kencang.

Zhang Wei berkata, “Maukah kau... memberikan kesempatan untuk kita berdua? Untuk menemukan apa yang bisa kita miliki bersama?”

Xinyi tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan. Ia menarik Zhang Wei lebih dekat, membiarkan perasaannya mengalir tanpa ragu. Mereka berdua terdiam sejenak, menatap satu sama lain dengan ketulusan yang baru ditemukan.

Ketika bibir mereka bertemu, sebuah percikan rasa hangat menyebar di antara mereka. Ciuman itu lembut, namun penuh dengan emosi yang terpendam. Zhang Wei merasakan kehangatan dari tubuh Xinyi, dan Xinyi merasa jantungnya berdebar hebat.

Dalam pelukan yang erat, mereka merasakan sebuah keajaiban baru—sebuah cinta yang tak terduga namun sangat nyata. Perlahan, mereka saling membiarkan perasaan itu berkembang, menjalin benang-benang takdir yang kini tampak semakin jelas.

Setelah mereka berpisah dari pelukan, Xinyi mengangguk, matanya berkilau dengan air mata bahagia. “Saya ingin mencoba, Wei. Saya ingin tahu ke mana ini akan membawa kita.”

Zhang Wei tersenyum, merasakan beban berat di dadanya mulai terangkat. “Terima kasih, Xinyi. Aku janji akan berusaha sebaik mungkin untuk membuatmu bahagia.”

Malam itu, di dalam studio yang dipenuhi kreativitas dan kehangatan, dua jiwa yang sebelumnya terpisah kini bersatu, siap untuk menavigasi perjalanan cinta yang penuh dengan tantangan dan keindahan.

---

Bersambung

Because Of You (Short Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang