Whispers of Sakura (1/5)

1 0 0
                                    

Rasa Kehilangan

Tokyo pada musim semi selalu memiliki pesonanya sendiri. Bunga sakura yang bermekaran di sepanjang jalan setapak Shinjuku Gyoen menghadirkan keindahan alami yang hampir tak tertandingi. Orang-orang duduk di bawah pohon, menikmati suasana damai sambil berbincang dengan teman atau sekadar merenung. Namun, bagi Kaoru Nakamura, keindahan itu tidak dapat mengisi kekosongan dalam hatinya. Ia berjalan sendirian di taman itu, langkahnya perlahan, tatapannya kosong.

Kaoru, seorang desainer fashion yang sedang naik daun, tampak tak bergairah. Rambut hitamnya tertiup angin, membuat beberapa helai jatuh di wajahnya yang tirus. Jaket hitam tebal yang ia kenakan tampak kontras dengan hamparan kelopak bunga merah muda yang terhampar di tanah. Mata cokelat gelapnya, yang biasanya penuh semangat, kini terlihat hampa. Baru beberapa minggu berlalu sejak hubungannya dengan kekasih prianya berakhir, tetapi rasa sakitnya masih segar seperti luka yang baru ditorehkan.

Dia berhenti di sebuah bangku yang agak tersembunyi di bawah pohon sakura tua. Pohon itu telah ada di sana selama bertahun-tahun, menyaksikan berbagai kisah manusia yang berlalu di bawahnya—kebahagiaan, kesedihan, dan semuanya di antaranya.

"Apa yang salah dengan diriku?" gumam Kaoru, berbicara kepada angin yang berembus lembut.

Saat itu, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari manajernya, Jun.

"Kaoru, kau harus ingat pertemuan dengan klien baru besok. Jangan terlambat lagi. Ini peluang besar untukmu."

Kaoru mendengus pelan. Sejak hubungannya kandas, pekerjaannya adalah satu-satunya pelarian. Ia bekerja tanpa henti, mencoba mengisi kekosongan, tetapi malam-malam panjang sendirian di apartemennya yang modern di Shibuya tetap menamparkan kenyataan: dia sendirian. Tak peduli seberapa sukses dirinya, hatinya terasa kosong.

"Ya, aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkan," balas Kaoru singkat.

Dia menutup pesan itu dan menatap langit yang dipenuhi cabang sakura. Di sinilah dia bertemu dengan Ryu untuk pertama kalinya dua tahun lalu. Seorang pria berwajah lembut dengan senyum yang hangat dan pelukan yang menenangkan. Hubungan mereka berkembang dengan cepat, seperti angin musim semi yang membawa kelopak sakura ke udara. Tapi seperti kelopak itu juga, hubungannya dengan Ryu terhempas begitu cepat.

Kilasan kenangan itu kembali berputar di pikirannya—kebersamaan mereka di kafe kecil di Harajuku, perjalanan spontan ke Kyoto, dan akhirnya, pertengkaran terakhir mereka yang mengakhiri segalanya. Ryu memutuskan untuk pergi ke Paris untuk mengejar mimpinya, sementara Kaoru terlalu sibuk mengejar kesuksesan kariernya di Tokyo.

"Ryu, apakah aku salah karena tak pernah ikut ke Paris denganmu?" Kaoru bergumam.

Sejenak, ia merasakan dorongan untuk mengirim pesan pada Ryu. Namun, tangannya berhenti di atas layar ponselnya. Ryu sudah pergi, dan mungkin dia sudah bahagia dengan hidup barunya di Paris. Tidak ada gunanya berharap pada sesuatu yang sudah berlalu.

Sementara itu, di sudut kota yang berbeda, Hiroko Tanaka baru saja keluar dari kampusnya. Mahasiswi seni berusia 22 tahun itu sedang berjalan menuju stasiun kereta Shinjuku. Rambut hitam panjangnya tergerai lembut di atas jaket denim biru yang ia kenakan. Di tangannya, ia membawa beberapa buku sketsa yang tebal. Mata hitamnya yang besar menatap layar ponsel, mencari informasi mengenai proyek seni terbarunya.

Taman Shinjuku Gyoen selalu menjadi tempat favorit Hiroko untuk mencari inspirasi. Melihat hamparan bunga sakura yang bermekaran membuat pikirannya tenang dan memberikan ide-ide baru untuk karyanya. Namun, sore itu, ia merasa aneh. Perasaan cemas dan resah menghantui dirinya, meskipun ia tidak tahu apa penyebabnya.

Di dalam hati, Hiroko merasakan kekosongan yang tak terjelaskan. Hidupnya sebagai mahasiswa seni memang penuh dengan kreativitas dan kebebasan, namun kadang ia merasa seperti ada sesuatu yang kurang. Mungkin rasa kesepian itu datang dari kurangnya hubungan emosional yang mendalam dengan seseorang. Meskipun ia punya banyak teman, Hiroko jarang merasa benar-benar terhubung dengan mereka.

Dia melewati deretan pohon sakura di taman itu, berharap suasana di sana bisa meredakan kegelisahannya.

"Sakura selalu indah, ya?" gumamnya pada diri sendiri sambil menatap kelopak-kelopak yang berguguran.

Namun, perasaannya tak kunjung berubah. Sesuatu yang ia cari masih terasa jauh dari jangkauan.

---

Di sisi lain taman, Kaoru masih duduk di bangku, memandangi kelopak-kelopak bunga sakura yang berjatuhan. Perasaan kehilangan dan penyesalan masih membayangi pikirannya. Ia tahu, hidupnya harus berlanjut, tetapi langkah untuk melangkah ke depan terasa sangat berat. Kekecewaan pada dirinya sendiri menumpuk, dan ia merasa tak berdaya.

Hiroko, yang sedang berjalan tanpa arah, tak sengaja mendekati area di mana Kaoru duduk. Namun, mereka belum saling menyadari keberadaan satu sama lain. Jalan mereka mungkin belum bersinggungan saat ini, tetapi alam seolah sedang mengatur sesuatu. Mungkin pertemuan mereka akan menjadi awal dari sebuah kisah yang lebih besar, sebuah peristiwa yang akan mengubah hidup mereka.

Di bawah pohon sakura yang sama, dua jiwa yang terluka berjalan di jalur yang berbeda, dengan latar belakang yang indah namun menyedihkan. Kota Tokyo tetap bergerak seperti biasa, namun dalam hati mereka, waktu seolah berhenti.

Kaoru bangkit dari bangku, memutuskan untuk pulang. Dia menatap langit sekali lagi, berbisik pelan, "Semoga aku bisa menemukan jalan keluar dari semua ini."

Tanpa disadari, Hiroko melangkah beberapa meter dari tempat Kaoru berdiri. Namun, mereka masih belum bertemu, belum saatnya. Tapi angin membawa kelopak-kelopak sakura berterbangan di antara mereka, seolah memberi isyarat bahwa nasib mereka mungkin akan bersinggungan di waktu yang tepat.

---

Bersambung

Because Of You (Short Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang