Inspirasi di Balik Lensa
Satu minggu setelah pertemuan tak terduga di Caffè delle Stelle, Marco Lombardi menemukan dirinya kembali duduk di meja yang sama. Suasana kafe itu terasa akrab, dengan aroma kopi segar dan suara derak kursi-kursi kayu. Di luar, jalanan Roma dipenuhi oleh cahaya bulan yang lembut, menciptakan bayangan-bayangan misterius di trotoar yang berkilau. Musim semi membawa angin sepoi-sepoi yang menyegarkan, dan lampu-lampu jalan mulai menyala satu per satu, memberikan nuansa hangat yang khas.
Marco mengatur kameranya, mencoba memfokuskan lensa pada air mancur yang terletak di dekatnya. Namun, pikirannya tidak bisa lepas dari Fiorella Ricci. Dalam waktu singkat, wanita muda itu telah memberikan warna baru dalam hidupnya. Mereka bertukar pesan selama seminggu terakhir, dan setiap kali ponselnya bergetar dengan notifikasi dari Fiorella, hatinya berdebar penuh harapan.
“Marco!” suara lembut Fiorella memecah lamunan, dan Marco mendongak. Fiorella muncul dengan senyum cerah, mengenakan gaun musim panas berwarna putih yang mengalir dan sandal sederhana. Dia membawa buku catatan kecil di tangannya, seolah-olah siap untuk menulis.
“Hey, Fiorella,” sapanya sambil menyambutnya dengan anggukan. “Bagaimana harimu?”
“Hebat! Aku baru saja melihat pameran foto di galeri seni kecil dekat sini,” Fiorella menjelaskan dengan semangat. “Dan aku teringat pada fotomu. Kau harus melihatnya.”
Marco terkejut. “Foto-fotoku? Kenapa?”
Fiorella duduk di depannya dan membuka buku catatannya, menunjukkan beberapa gambar yang dicetak di dalamnya. “Lihatlah ini!” dia berkata, membuka halaman yang penuh dengan gambar-gambar berwarna. “Aku menjadikan fotomu sebagai inspirasi untuk ceritaku.”
Marco terkesima saat melihat hasil karyanya sendiri yang diolah dalam konteks yang berbeda. Di satu halaman, dia melihat foto sebuah jalan kecil di Trastevere yang dipenuhi dengan bunga bougainvillea. Di sisi lain, foto sebuah keluarga yang tertawa di tepi Pantheon.
“Wow,” bisik Marco, tak percaya. “Aku tidak tahu bahwa fotoku bisa memicu sesuatu yang begitu besar dalam pikiranmu.”
Fiorella tersenyum, matanya berbinar. “Kau tidak mengerti betapa kuatnya foto-foto itu. Setiap gambar memiliki cerita sendiri, dan aku merasa bisa menghidupkan cerita-cerita itu melalui tulisanku. Seperti saat aku melihat foto ini.” Dia menunjuk ke foto yang memperlihatkan matahari terbenam di tepi Sungai Tiber. “Ini membuatku berpikir tentang harapan dan bagaimana orang-orang berjuang dalam hidup mereka.”
Marco merasa terharu mendengar kata-katanya. “Aku hanya mengambil gambar, Fiorella. Itu semua adalah kebetulan.”
“Bukan kebetulan, Marco,” katanya tegas. “Itu adalah bakatmu. Cara kau melihat dunia. Itu sebabnya aku ingin belajar darimu.”
Marco merasa tergerak. Ia merasa seolah-olah hidupnya yang sepi mulai kembali berdenyut, seolah ada cahaya baru yang menerangi kegelapan yang mengelilinginya. “Belajar dariku? Apa kau serius?”
“Ya!” jawab Fiorella dengan penuh semangat. “Kau adalah fotografer. Aku ingin tahu cara kerja kameramu, bagaimana kau menangkap momen, dan mungkin... bisa menyusuri tempat-tempat indah di Roma bersamamu. Aku butuh perspektif baru untuk tulisanku.”
Marco mengangguk perlahan, merasakan semangat Fiorella menular padanya. “Baiklah. Tapi kau harus bersiap-siap, karena aku sering pergi ke tempat yang mungkin tidak nyaman bagi banyak orang. Kita akan mengambil foto di pasar, di pabrik tua, atau bahkan di tempat-tempat yang hanya sedikit orang tahu.”
“Perfect! Aku suka petualangan!” Fiorella tertawa. Suaranya menembus malam yang tenang, seolah-olah membawa keceriaan ke seluruh kafe. “Kapan kita bisa mulai?”
“Bagaimana kalau besok pagi? Kita bisa pergi ke Campo de’ Fiori. Pasar di sana selalu ramai dan penuh warna,” saran Marco, merasa antusias dengan gagasan itu.
“Setuju! Kita bisa bertemu di sana jam enam pagi?” tanya Fiorella, penuh semangat.
“Enam pagi? Oke, aku akan mengatur segalanya,” jawab Marco, merasa ada energi baru yang mengalir dalam dirinya.
Malam itu, mereka berbagi lebih banyak cerita dan tawa. Fiorella menceritakan tentang kehidupannya sebagai penulis muda yang berjuang menemukan suara dan gayanya sendiri. Dia mengungkapkan rasa cintanya pada kata-kata, bagaimana dia selalu merasa terhubung dengan setiap kalimat yang ditulisnya.
“Setiap tulisan adalah bagian dari jiwaku,” katanya. “Aku berusaha menangkap keindahan yang tidak terlihat oleh banyak orang.”
Marco merasa terinspirasi oleh semangatnya. Mereka berbicara tentang impian, harapan, dan keinginan untuk menjelajahi dunia, dan dalam prosesnya, Marco mulai merasakan kembali nyala semangat yang telah lama redup dalam dirinya.
“Terima kasih sudah mengundangku ke dalam duniamu, Marco. Kau mengingatkanku betapa pentingnya melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda,” kata Fiorella sebelum berpamitan.
“Terima kasih kembali, Fiorella. Pertemuan ini sangat berarti bagiku,” jawab Marco tulus.
Saat Fiorella pergi, Marco merasa hatinya lebih ringan. Dia melihat langit malam yang dipenuhi bintang dan merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ia telah menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar inspirasi. Ia merasa harapan baru mulai tumbuh di dalam dirinya, dan mungkin, bersama Fiorella, ia bisa menemukan kembali dirinya yang hilang di antara kerumunan.
Dengan pikiran penuh akan petualangan yang akan datang, Marco memandang kamera di tangannya. Mungkin foto-foto yang akan dia ambil besok tidak hanya akan menjadi gambar, tetapi juga bagian dari cerita baru—cerita tentang keindahan, harapan, dan kehidupan yang seharusnya dirayakan.
---
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
القصة القصيرةGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl