Part 1: Terjebak dalam Kesedihan
Malam itu, langit Berlin berwarna hitam pekat, dan hujan turun dengan derasnya, menciptakan suasana melankolis yang sejalan dengan hati Thomas Baumann. Di apartemen minimalisnya di distrik Prenzlauer Berg, dia duduk di depan jendela besar yang menghadap ke jalan yang sepi. Ia menyaksikan tetesan air hujan yang berjatuhan, mengalir di kaca jendela seperti air matanya yang tak kunjung berhenti.
"Kenapa semua ini terjadi?" bisik Thomas pada diri sendiri, mencoba mencari jawaban atas patah hati yang baru saja ia alami. Hubungannya dengan Markus, seorang seniman yang penuh semangat, berakhir dengan cara yang menyakitkan. Keduanya menyadari bahwa impian masing-masing tidak bisa sejalan. Sekarang, ia merasa seolah terjebak dalam sebuah siklus yang tidak ada ujungnya.
“Thomas, kamu tidak bisa terus-menerus terjebak dalam kenangan buruk itu,” ucap sahabatnya, Lukas, yang mengunjungi malam itu. Lukas duduk di sofa, menatap Thomas dengan khawatir. "Kamu harus melanjutkan hidup."
“Aku tidak tahu bagaimana caranya,” Thomas menjawab sambil menghela napas. “Setiap kali aku memikirkan masa depan, aku hanya melihat bayang-bayang Markus. Rasanya semua mimpi kita sudah hancur.”
Lukas menggelengkan kepala. “Kamu perlu sesuatu yang baru, pengalaman baru. Kenapa tidak mencoba sesuatu yang berbeda? Misalnya, mengajar di universitas. Aku dengar ada kesempatan di sana.”
Thomas menyandarkan kepalanya di tangan. "Mengajar? Aku tidak yakin aku siap untuk itu. Apa yang bisa aku ajarkan kepada orang-orang yang lebih muda dariku?"
"Justru itu! Kamu punya pengalaman hidup yang berharga. Dan siapa tahu, mungkin kamu akan menemukan inspirasi di antara mereka," Lukas menjawab penuh semangat.
Malam itu berlanjut dengan percakapan yang dalam dan penuh harapan, tetapi rasa kesedihan tetap menghantui Thomas. Esok harinya, di universitas tempat Greta Engel, seorang mahasiswa arsitektur yang penuh energi, belajar, Thomas berusaha meyakinkan dirinya untuk melanjutkan hidup.
---
Di ruang kelas yang cerah, Greta duduk di bangku depan dengan buku catatan dan pensilnya yang siap digunakan. Dia adalah tipe mahasiswa yang penuh antusiasme, selalu ingin tahu lebih banyak tentang dunia arsitektur. Thomas berdiri di depan kelas, dengan pandangan yang cermat ke arah para mahasiswanya.
“Selamat pagi, semua. Saya Thomas Baumann, dan saya akan menjadi dosen pengganti untuk semester ini,” katanya dengan suara tegas meskipun hatinya masih goyah.
Beberapa mahasiswa mengangkat tangan, terlihat penasaran dan antusias. Greta tersenyum lebar, matanya berbinar ketika mendengar nama Thomas. Dia telah mendengar banyak tentang arsitek berbakat ini, dan kesempatan untuk belajar darinya membuat hatinya berdebar.
“Sebagai arsitek, saya percaya bahwa desain adalah tentang menciptakan ruang yang hidup dan berinteraksi dengan penghuninya. Hari ini, kita akan membahas tentang bagaimana arsitektur bisa menciptakan pengalaman,” jelas Thomas, berusaha mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang masih menghantuinya.
Setelah perkuliahan, Greta menghampiri Thomas. “Pak Baumann, saya sangat terinspirasi oleh kuliah Anda hari ini. Bolehkah saya meminta nasihat tentang proyek akhir saya?”
“Tentu, Greta. Apa yang ingin kamu tanyakan?” jawab Thomas, tersenyum kecil, mencoba menampilkan wajah yang ramah meski di dalam hatinya masih terasa berat.
“Saya ingin menciptakan ruang yang dapat menyatukan orang-orang. Menurut Anda, elemen apa yang paling penting dalam desain untuk menciptakan interaksi?” tanya Greta, penuh semangat.
“Interaksi bisa tercipta melalui beberapa elemen, seperti pencahayaan, layout, dan juga material yang digunakan. Namun, yang paling penting adalah bagaimana ruang itu bisa membangkitkan emosi penghuninya,” jawab Thomas, mulai merasakan semangatnya kembali.
“Terima kasih, Pak Baumann! Saya akan berusaha keras untuk itu,” kata Greta sambil melangkah mundur, meninggalkan Thomas yang kini merasa sedikit lebih ringan.
---
Setiap minggu, Thomas dan Greta bertemu untuk mendiskusikan proyeknya. Greta sering membawa ide-ide baru dan konsep-konsep segar, yang kadang membuat Thomas terperangah. Dalam perjalanan belajar bersama, mereka berdua mulai menjalin ikatan yang kuat.
“Pak Thomas, saya tidak pernah berpikir desain bisa menjadi begitu menyenangkan,” kata Greta di sebuah kafe kecil di kawasan Mitte, tempat mereka sering bertemu. Aroma kopi dan pastry mengisi udara di sekitar mereka.
“Senang mendengarnya. Terkadang, yang kita butuhkan hanyalah perspektif baru untuk melihat sesuatu,” balas Thomas sambil menatap Greta. Dia mulai merasakan ketertarikan yang berbeda terhadapnya, meskipun ia berusaha menekan perasaan itu.
Saat hari-hari berlalu, cuaca Berlin pun berubah. Musim semi datang dengan warna-warni bunga yang mekar dan cuaca yang semakin hangat. Thomas merasakan sesuatu dalam hidupnya yang mulai pulih, dan pertemanan dengan Greta memberikan warna baru.
“Aku ingin mengajakmu ke taman, Pak Thomas. Kita bisa menggambar dan mencari inspirasi di sana,” ajak Greta suatu hari. “Musim semi adalah waktu yang sempurna untuk merayakan kebangkitan.”
Thomas tersenyum, merasakan kegembiraan di dalam hatinya. “Baiklah, aku setuju. Mari kita lakukan!”
---
Di taman yang indah, mereka duduk di bawah pohon cherry yang sedang mekar. Greta mengeluarkan sketsa-sketsanya dan mulai menunjukkan ide-ide desainnya. Thomas tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat betapa antusiasnya Greta.
“Lihat, ini adalah konsep ruang publik yang bisa menghubungkan berbagai komunitas. Aku ingin orang-orang merasa di rumah di tempat ini,” jelas Greta dengan bersemangat.
“Ini luar biasa, Greta! Kamu punya potensi yang sangat besar,” puji Thomas, merasa bangga.
Di tengah suasana ceria itu, tiba-tiba Greta berhenti dan menatap Thomas dengan serius. “Pak Thomas, apakah kamu baik-baik saja? Saya merasa ada sesuatu yang mengganggumu.”
Thomas tertegun, tersentuh oleh kepedulian Greta. “Aku… masih berusaha mengatasi patah hati. Namun, menghabiskan waktu bersamamu membuatku merasa lebih baik.”
Greta tersenyum lembut. “Kita semua pernah merasakan sakit. Yang penting adalah bagaimana kita bangkit dari situasi itu.”
Thomas menatapnya, merasakan kedekatan yang mendalam. “Terima kasih, Greta. Kamu mungkin tidak menyadarinya, tetapi kamu telah membantu lebih dari yang kamu tahu.”
Seiring mereka berbicara dan tertawa, Thomas merasakan cahaya harapan di dalam hatinya. Musim semi membawa bukan hanya keindahan alam, tetapi juga perubahan dalam hidupnya. Kini, dia siap untuk memulai babak baru.
Dengan langkah mantap, Thomas menyadari bahwa hidupnya sedang memasuki musim perubahan, dan Greta adalah bagian penting dari perjalanan itu.
---
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
Short StoryGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl