Whirlwind of Emotions (2/5)

2 0 0
                                    

Pertemuan Tak Terduga

Suara denting gelas dan percakapan ramai memenuhi aula ballroom Hotel Fairmont Royal York di pusat kota Toronto. Bangunan megah bergaya klasik ini, dengan lantai marmer putih dan lampu kristal raksasa yang tergantung di langit-langit, menjadi tempat berkumpulnya para pebisnis, investor, dan profesional malam itu. Ruangan yang dipenuhi kemewahan itu diatur dengan elegan, dengan meja-meja bundar dihiasi bunga mawar merah dan lilin yang menciptakan suasana mewah.

Anneth melangkah masuk ke ruangan tersebut dengan penuh antusiasme. Ini bukan acara yang biasa ia hadiri, namun sebuah undangan dari klien lamanya telah memberinya kesempatan untuk mengambil foto di acara tersebut. Dengan kamera DSLR di tangan, dia mengamati suasana sekitar, menangkap beberapa momen terbaik dari tamu yang hadir.

Anneth mengenakan gaun sederhana berwarna biru tua dengan tali tipis, rambut cokelat panjangnya dibiarkan tergerai alami. Senyum kecil menghiasi wajahnya ketika dia bekerja, merasa nyaman di balik lensa, meskipun suasana formal acara bisnis seperti ini bukanlah habitat alaminya.

Nathaniel berdiri di sisi ruangan, dikelilingi oleh beberapa rekan bisnis yang tampak serius membicarakan peluang investasi baru. Namun, pikirannya setengah melayang. Hari-hari berlalu sejak perpisahannya dengan Damian, tapi hampa yang dirasakannya belum juga pudar. Meski berdiri di tengah keramaian, ia merasa terisolasi. Tubuhnya hadir, tetapi jiwanya terasa jauh.

Grace, asistennya yang setia, berdiri tidak jauh darinya, mengawasi jalannya acara dengan profesionalisme yang khas. "Pak Rivers, apakah Anda butuh sesuatu?" tanyanya sambil mendekat.

Nathaniel menggeleng pelan. "Tidak, terima kasih, Grace. Saya hanya perlu sedikit udara."

Ia beranjak dari kelompok rekan bisnisnya dan berjalan menuju balkon besar yang terletak di sisi ballroom. Udara malam Toronto yang segar langsung menyambutnya begitu dia membuka pintu kaca geser. Pemandangan menakjubkan dari pencakar langit Toronto tampak di kejauhan, lampu-lampunya bersinar terang di tengah malam yang jernih.

Di tengah-tengah acara, Anneth yang sibuk memotret, tiba-tiba menyadari sesuatu. Salah satu subjek fotonya malam itu—seorang pria tinggi dengan setelan jas hitam yang rapi, wajahnya tampak tenang meskipun ada sedikit kesedihan di matanya—keluar menuju balkon. Nalurinya sebagai fotografer mengatakan ada sesuatu yang menarik di sana.

Dia mendekat dengan hati-hati, memutuskan untuk menangkap momen candid itu. Namun, sebelum dia sempat mengangkat kameranya, pria itu berbalik, membuat mata mereka bertemu.

Nathaniel mengangkat alis, sedikit terkejut melihat seorang wanita dengan kamera berdiri di ambang pintu balkon. "Apakah Anda mencoba mengambil gambar saya secara diam-diam?" tanyanya dengan nada yang agak datar, meski tidak terdengar marah.

Anneth tersenyum kikuk, lalu melangkah lebih dekat ke balkon. "Maaf, saya tidak bermaksud membuat Anda merasa tidak nyaman. Saya hanya berpikir Anda tampak... apa ya, terisolasi di tengah keramaian. Dan, yah, momen seperti itu selalu menarik di foto."

Nathaniel tersenyum tipis. "Terisolasi, ya? Mungkin itu kata yang tepat." Ia memandang kembali ke arah kota, merasa bahwa wanita ini entah bagaimana melihat sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat.

Anneth merasa sedikit canggung, tetapi ia tetap berdiri di samping Nathaniel, menyesuaikan kameranya dan mengambil foto pemandangan kota dari balkon. "Nama saya Anneth Snow, by the way. Saya fotografer untuk acara ini."

"Nathaniel Rivers," jawabnya singkat, meskipun ia sadar Anneth mungkin sudah tahu siapa dia. "Fotografer di acara bisnis seperti ini, bukan hal yang biasa, ya?"

Anneth tertawa kecil. "Ya, saya biasanya lebih suka memotret jalanan atau alam. Tapi, kadang-kadang, klien lama memanggil, dan saya tidak bisa menolak."

Nathaniel mengangguk, mendengarkan suaranya yang ceria. Ada sesuatu yang menenangkan dalam cara Anneth berbicara, seperti angin segar yang mengalir di tengah gedung-gedung tinggi.

"Jadi, bagaimana acara ini menurut Anda, sebagai orang luar dunia bisnis?" tanya Nathaniel, mencoba mengalihkan pikirannya dari segala kesibukan batinnya.

Anneth tertawa lagi, kali ini lebih tulus. "Agak membosankan, jujur saja. Semua orang tampaknya begitu serius membicarakan angka, saham, dan investasi. Saya rasa dunia saya tidak seserius itu."

"Anda beruntung," jawab Nathaniel, sambil kembali menatap kota. "Dunia bisnis memang keras, dan kadang, saya berpikir untuk kabur dari semuanya."

Anneth menatapnya sejenak, merasa ada beban berat yang dibawa pria ini. "Mungkin Anda butuh istirahat. Bahkan mesin pun perlu dimatikan sesekali."

Nathaniel tersenyum, meski samar. "Istirahat tidak selalu menjadi pilihan. Terlalu banyak yang dipertaruhkan."

Ada keheningan sejenak di antara mereka. Angin malam bertiup lembut, menggetarkan ujung-ujung gaun Anneth dan dasi Nathaniel. Mereka sama-sama memandangi pemandangan Toronto yang indah, tanpa sadar berbagi momen ketenangan.

"Well, Nathaniel Rivers," kata Anneth, memecah keheningan. "Jika suatu hari Anda memutuskan untuk berhenti sejenak dan ingin melihat dunia dari sudut pandang berbeda, beri tahu saya. Saya akan menunjukkan betapa indahnya hidup di luar dunia bisnis."

Nathaniel tertawa ringan, untuk pertama kalinya sejak sekian lama. "Itu tawaran yang menarik, Anneth. Saya akan mengingatnya."

Anneth tersenyum hangat. "Saya serius. Hidup ini terlalu singkat untuk hanya melihat angka-angka. Kadang, Anda perlu berhenti dan menikmati pemandangan."

Nathaniel mengangguk, lalu memandang Anneth lebih lama kali ini. "Terima kasih untuk percakapannya, Anneth. Rasanya menyegarkan."

"Sama-sama, Nathaniel." Anneth mengangkat kameranya dan dengan cepat mengambil foto wajah Nathaniel yang sedang tersenyum. "Untuk kenang-kenangan," katanya sambil mengedipkan mata.

Nathaniel hanya menggelengkan kepala, tetapi diam-diam, ia merasa bahwa mungkin pertemuan ini adalah awal dari sesuatu yang lebih.

---

Bersambung

Because Of You (Short Story) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang