Bab 5: Cinta Abadi di Antara Halaman
Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Acara peluncuran buku di perpustakaan tempat Rachel bekerja telah menarik perhatian banyak pengunjung. Ruang utama perpustakaan yang luas dan elegan dihiasi dengan lampu gantung kristal, menciptakan suasana yang hangat dan menawan. Dinding-dinding perpustakaan dipenuhi dengan rak-rak kayu yang tinggi, berisi deretan buku yang tersusun rapi, sementara aroma kertas dan lem yang khas mengisi udara.
Rachel, mengenakan gaun biru muda yang sederhana namun elegan, tampak anggun saat ia menyambut tamu-tamu dengan senyum hangat. Hari ini, bukan hanya peluncuran buku, tetapi juga hari yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Andrew, yang resmi menjadi kekasih Rachel, telah merencanakan momen ini dengan cermat. Setelah beberapa bulan bersama, Andrew merasa sangat yakin bahwa Rachel adalah cinta sejatinya. Dia ingin melamar Rachel di tempat yang berarti bagi mereka berdua—di perpustakaan, tempat mereka pertama kali bertemu dan menjalin hubungan.
Di tengah kerumunan, Andrew merasa sedikit gugup, tetapi semangat dan cinta yang menggebu membuatnya melangkah dengan percaya diri. Dia melihat Rachel dari jauh, berinteraksi dengan pengunjung, dan hatinya dipenuhi dengan kebanggaan. Rachel memang luar biasa.
Ketika acara peluncuran buku dimulai, Andrew melihat peluangnya. Dia mengambil napas dalam-dalam, berjalan menuju panggung kecil yang telah disiapkan untuk acara tersebut, di mana penulis sedang berbicara. Dia menunggu dengan sabar hingga penulis menyelesaikan pidatonya, dan suasana menjadi tenang sejenak.
“Terima kasih telah datang pada hari ini!” penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang. “Saya ingin mengingatkan kita semua tentang kekuatan kata-kata dan cinta dalam buku.”
Andrew melihat momen yang tepat. Dia meraih mikrofon dan mengalihkan perhatian semua orang ke arahnya. “Maaf, saya ingin berbicara sebentar,” ucapnya, suaranya menggema di seluruh ruangan. Semua mata tertuju padanya, dan Rachel tampak terkejut.
“Namaku Andrew Sinclair. Saya di sini bukan hanya sebagai seorang pengunjung, tetapi juga sebagai seseorang yang sangat menghargai seorang wanita luar biasa—Rachel Finch.”
Gema namanya di antara kerumunan membuat Rachel tersipu, wajahnya merah padam. Andrew melanjutkan, “Rachel, kamu adalah cahaya dalam hidupku. Setiap detik yang kita habiskan bersama adalah momen berharga. Kamu telah mengubah hidupku dengan cara yang tidak pernah aku bayangkan.”
Rachel merasa berdebar. Hatinya berdebar keras saat dia menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Di tempat yang penuh dengan kata-kata ini, aku ingin menanyakan satu pertanyaan penting yang aku harap bisa menjadi bagian dari cerita kita selamanya,” lanjut Andrew, lalu dia berlutut di depan Rachel. “Rachel Finch, maukah kamu menikah denganku?”
Suasana dalam ruangan seketika terdiam, sebelum sorakan dan tepuk tangan menggema di seluruh perpustakaan. Rachel terkejut, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya saat dia melihat Andrew berlutut di depannya, memegang sebuah cincin berlian yang berkilau di bawah lampu.
“Andrew, ini... ini sangat indah!” Rachel menahan tangisnya, terharu.
“Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, Rachel. Kamu adalah segalanya bagiku,” kata Andrew, menunggu jawaban Rachel dengan penuh harap.
Rachel tidak bisa menahan kebahagiaan yang meluap. “Ya! Tentu saja, aku mau!” serunya, suaranya penuh emosi.
Andrew segera berdiri, menempatkan cincin itu di jari manis Rachel. Dia menarik Rachel ke dalam pelukannya, memeluknya erat. “Terima kasih, terima kasih, terima kasih,” ucapnya berulang kali, merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
Mereka berbagi ciuman lembut, yang segera berubah menjadi dalam dan penuh perasaan di tengah kerumunan yang bersorak-sorai. Rachel merasa seperti terbang; semua keraguan dan ketakutan lenyap seketika, digantikan dengan cinta yang tulus.
Setelah acara peluncuran, mereka merayakan pertunangan mereka di sebuah restoran kecil yang cozy, dikelilingi oleh teman-teman dekat dan keluarga. Cinta dan kebahagiaan menyelimuti mereka, dan setiap tawa, setiap senyuman menjadi kenangan indah.
Beberapa bulan berlalu, dan pernikahan mereka diadakan di luar ruangan, di taman kecil yang dipenuhi bunga-bunga berwarna-warni. Andrew terlihat tampan dalam setelan jasnya, sementara Rachel bersinar dalam gaun putihnya yang indah. Ketika mereka mengucapkan janji suci di hadapan teman dan keluarga, suasana dipenuhi dengan kebahagiaan.
Mereka saling berpelukan erat setelah mengucapkan “saya terima,” mengingatkan satu sama lain bahwa ini adalah awal baru. Ciuman mereka di bawah sinar matahari yang hangat diiringi oleh tepuk tangan dan sorakan semua orang.
Setahun kemudian, rumah mereka dipenuhi tawa seorang bayi. Caleb, putra pertama mereka, lahir dengan mata biru yang menawan seperti ibunya. Andrew dan Rachel sering terbangun di tengah malam, saling menatap ketika Caleb menangis, tetapi mereka tidak pernah merasa lebih bahagia.
Kehidupan mereka dipenuhi cinta, tawa, dan momen-momen indah. Setiap hari, Andrew bersyukur karena telah menemukan cinta sejatinya di antara halaman-halaman buku, dan mereka tahu bahwa mereka akan selalu saling mendukung dalam perjalanan hidup ini.
“Ini baru permulaan, Rachel,” kata Andrew suatu malam saat mereka berdua duduk di kursi goyang di teras rumah, memandangi bintang-bintang di langit. “Kita punya banyak cerita untuk dituliskan bersama.”
“Ya, dan aku sangat bersemangat untuk menjalani setiap detiknya bersamamu,” balas Rachel, menggenggam tangan Andrew erat.
Dengan senyuman, mereka menatap Caleb yang tertidur di pangkuan mereka, mengetahui bahwa cinta mereka akan terus tumbuh dan melahirkan cerita-cerita baru yang penuh kebahagiaan.
---
Cerita 1 Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
NouvellesGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl