Bab 2
Malam mulai jatuh di kota London, dan lampu-lampu jalan perlahan menyala, memantulkan cahaya ke permukaan jalanan yang basah karena hujan. Di sudut sebuah kafe kecil di daerah Covent Garden, Toby duduk di dekat jendela besar, menatap keluar dengan pandangan kosong. Di depannya ada secangkir kopi yang belum ia sentuh. Pikirannya masih terjebak pada percakapan singkatnya dengan Cassie beberapa hari lalu di Hyde Park.
Setelah bertemu Cassie, Toby merasakan sesuatu yang berbeda. Ada ketulusan dan energi dari gadis itu yang mengingatkannya pada rasa semangat yang dulu pernah ia miliki. Cassie, dengan caranya yang sederhana, seperti memberi Toby sebuah dorongan kecil, seolah berkata bahwa hidup harus terus berjalan. Namun, meski begitu, Toby masih merasa ragu untuk kembali ke dunianya—musik.
Pintu kafe terbuka, dan suara bel kecil di atas pintu berdenting, menandakan seseorang masuk. Toby, tanpa berpikir, mengalihkan pandangannya dan melihat seorang wanita dengan mantel hitam panjang dan syal merah yang akrab. Itu Cassie. Dia menatap sekeliling, tampak mencari seseorang, dan ketika pandangannya bertemu dengan Toby, wajahnya bersinar.
"Toby!" serunya sambil melambaikan tangan dan bergegas ke arahnya. "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."
Toby tersenyum tipis, terkejut tapi juga senang melihatnya. "Aku sering datang ke sini untuk mencari inspirasi," katanya sambil menunjuk kursi di depannya. "Mau duduk?"
Cassie tersenyum, melepaskan mantelnya dan duduk. "Tentu. Ini tempat yang nyaman, ya?"
"Ya," jawab Toby sambil mengangguk. "Kadang-kadang suasana di luar membantu menenangkan pikiran."
Cassie menatap Toby dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. "Sudah mulai menulis musik lagi?" tanyanya dengan nada lembut.
Toby menggeleng pelan, menghela napas panjang. "Belum. Aku merasa kehilangan sesuatu… entah apa. Seperti ada yang hilang dari hidupku sejak Isaac pergi."
Cassie mengangguk penuh pengertian. "Kehilangan orang yang kita cintai memang berat. Tapi aku percaya, seni selalu bisa menjadi pelarian kita. Musikmu sangat indah, Toby. Bahkan sebelum kita bertemu, aku sudah terinspirasi oleh komposisimu. 'Moonlit Rhapsody' adalah salah satu yang membuatku jatuh cinta pada balet."
Toby terkejut. "Serius? Musikku menginspirasimu?"
Cassie tertawa kecil, wajahnya memerah sedikit. "Tentu saja. Aku rasa banyak penari di Royal Ballet yang setuju denganku. Karyamu itu benar-benar memancarkan emosi yang mendalam. Gerakan yang kami lakukan terasa lebih hidup karena musikmu."
Kata-kata Cassie menembus dinding kebekuan di hati Toby. Dia tidak pernah berpikir bahwa karya-karyanya bisa menyentuh seseorang sedemikian dalam. Mungkin selama ini, dia terlalu fokus pada kehilangan Isaac hingga melupakan esensi dari musik yang dia buat.
"Aku senang mendengar itu," kata Toby, senyumnya mulai muncul lagi. "Kau benar-benar seorang penari sejati. Itu terlihat dari caramu berbicara tentang musik."
Cassie tersipu dan menundukkan kepalanya. "Aku hanya menyampaikan apa yang kurasakan. Musik dan tarian adalah cara terbaikku mengekspresikan diri."
Setelah hening sejenak, Cassie melanjutkan dengan nada suara yang lebih lembut. "Toby, aku tahu kau masih terluka karena mantan kekasihmu, tapi mungkin sekarang saatnya kau menemukan jalan baru. Musikmu bisa menjadi jembatan antara rasa sakit dan penyembuhan. Jangan biarkan dirimu terjebak di dalam luka itu selamanya."
Toby terdiam, menatap Cassie dengan mata yang penuh pertimbangan. Kata-katanya begitu sederhana namun menohok. Sejak putus dengan Isaac, Toby merasa kehilangan arah, tetapi sekarang, dengan Cassie di depannya, dia merasakan ada dorongan untuk kembali mencoba. Mungkin Cassie benar. Mungkin sudah waktunya dia berhenti terjebak dalam bayangan masa lalu.
"Aku akan mencobanya," kata Toby akhirnya. "Aku tidak yakin kapan aku bisa menulis lagi, tapi aku akan mencoba."
Cassie tersenyum lebar, matanya bersinar. "Itu luar biasa, Toby. Aku yakin kau bisa melakukannya."
Toby merasakan kehangatan menyebar di dalam dadanya. Ada sesuatu tentang Cassie yang begitu tulus dan hangat, sesuatu yang membuatnya merasa nyaman. Dia melihat sekeliling kafe yang mulai dipenuhi pengunjung malam, dan seketika Toby sadar bahwa pertemuannya dengan Cassie bukanlah kebetulan.
"Cassie," panggilnya dengan nada yang lebih lembut, "terima kasih. Aku merasa lebih baik setelah berbicara denganmu. Entah bagaimana, kau membuatku merasa ada harapan lagi."
Cassie menatapnya, senyumnya semakin lembut. "Itu yang seharusnya dilakukan teman, kan? Aku senang bisa membantu, Toby."
Waktu berlalu dengan cepat saat mereka berbicara tentang banyak hal—musik, tarian, kehidupan di London, dan mimpi mereka masing-masing. Toby mulai merasa lebih tenang, seolah beban di hatinya perlahan terangkat. Cassie, dengan sikap lugu dan penuh semangatnya, memberikan Toby dorongan yang sangat ia butuhkan.
Ketika malam semakin larut, Toby dan Cassie akhirnya memutuskan untuk berpisah. Mereka berjalan keluar dari kafe bersama, angin malam yang dingin menyapu wajah mereka. Di bawah langit London yang mendung, Toby merasakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Meski langkah menuju penyembuhan masih panjang, dia merasa telah mengambil langkah pertama.
"Sampai jumpa, Cassie," kata Toby ketika mereka tiba di persimpangan jalan.
Cassie tersenyum, matanya berkilau dalam cahaya lampu jalan. "Sampai jumpa, Toby. Jangan lupa, kalau kau butuh inspirasi, aku selalu siap untuk membantu."
Toby tertawa pelan, mengangguk. "Aku akan ingat itu."
Mereka berpisah di jalan yang berbeda, namun Toby tahu, pertemuannya dengan Cassie akan menjadi awal dari sesuatu yang baru. Di hatinya, ia merasakan ada melodi yang perlahan-lahan kembali muncul, sebuah serenade yang mungkin akan ia ciptakan dengan inspirasi dari penari lugu yang baru saja mengubah pandangannya tentang hidup.
---
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
KurzgeschichtenGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl