Mengakui Cinta Sejati
Hari-hari di "La Petite Flamme" semakin menyenangkan bagi Cressida. Dengan setiap pelajaran yang dia terima dari Jasper, rasa hormatnya terhadap chef itu semakin dalam. Selain bakatnya yang luar biasa, Cressida mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan mentor dan murid yang mereka jalani. Suatu sore, saat mereka selesai bekerja, Cressida merasakan ketegangan di udara, seolah-olah ada sesuatu yang ingin diungkapkan.
Setelah kembali ke apartemen Jasper, suasana nyaman mengisi ruangan kecil yang didekorasi dengan perabotan minimalis dan foto-foto kuliner yang diambil Jasper selama perjalanan kuliner. Jendela yang menghadap ke Sydney Harbour memancarkan cahaya lembut senja, memberikan nuansa romantis pada momen tersebut.
“Malam ini sangat indah,” kata Cressida sambil mengagumi pemandangan luar. “Saya suka melihat pelabuhan ini saat matahari terbenam. Itu membuat saya merasa seolah-olah ada begitu banyak kemungkinan di depan kita.”
Jasper, yang sedang menyiapkan teh untuk mereka berdua, menatap Cressida dengan penuh perhatian. “Kau tahu, aku merasa sangat beruntung bisa memiliki momen-momen seperti ini bersamamu.”
Cressida tersenyum, merasakan kedekatan yang tak terucapkan. “Saya juga merasa demikian, Jasper. Saya belajar banyak darimu.”
Setelah beberapa saat hening, Jasper menarik napas dalam-dalam. “Cressida, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu,” katanya pelan, suaranya berat dengan emosi.
Cressida mengalihkan pandangannya dari pemandangan ke arah Jasper. “Tentu, apa itu?”
Jasper memusatkan pandangannya pada cangkir tehnya, tampak gugup. “Aku ingin kau tahu lebih banyak tentang diriku, tentang siapa aku sebenarnya. Selama ini, aku merasa perlu untuk terbuka, terutama denganmu.”
“Jasper, kau bisa memberitahuku apa pun,” jawab Cressida, merasakan kehangatan dalam kata-katanya. “Aku di sini untuk mendengarkan.”
“Aku… aku gay,” kata Jasper, kata-katanya terucap lambat namun tegas. “Dan… aku pernah menyukai temanku, Daniel. Tapi dia menolak perasaanku.”
Cressida terdiam sejenak, terkejut dengan pengakuan Jasper. Namun, setelah momen itu berlalu, senyumnya tidak pudar. “Jasper, terima kasih telah mempercayakan ini kepadaku. Aku tidak menyangka, tapi aku menerima dirimu apa adanya.”
Jasper menatapnya, tampak lega dan terharu. “Aku khawatir kau akan menganggapku berbeda setelah tahu ini.”
“Tentu saja tidak!” jawab Cressida, menatapnya dengan penuh keyakinan. “Cinta tidak terikat oleh gender. Yang terpenting adalah hati dan bagaimana seseorang memperlakukan orang lain. Aku senang kau jujur padaku.”
Perasaan di antara mereka semakin intens, dan Jasper merasakan gelombang emosi yang mendalam. “Kau membuatku merasa diterima. Aku tidak tahu bagaimana bisa menjalani hari-hari ini tanpamu di sampingku,” ungkapnya.
Cressida mendekat, mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Jasper. “Kau bukan hanya seorang chef bagiku, Jasper. Kau lebih dari itu. Kau adalah orang yang sangat berharga dalam hidupku.”
Dengan tatapan yang penuh harapan, Jasper berbisik, “Apakah kau tahu apa yang aku rasakan? Rasa ini tumbuh seiring waktu, dan aku merasa semakin sulit untuk mengabaikannya.”
Cressida merasakan jantungnya berdegup kencang. “Apa kau maksudkan…?”
“Cressida, aku menyukaimu. Lebih dari sekadar seorang murid. Aku merasa terhubung denganmu dengan cara yang tidak pernah aku alami sebelumnya,” Jasper mengaku dengan tulus.
Senyum Cressida semakin lebar, matanya berbinar. “Aku juga merasakan hal yang sama, Jasper. Setiap saat bersamamu membuatku merasa hidup. Aku tidak hanya mengagumi masakanmu, tapi juga dirimu sebagai pribadi.”
Jasper mendekat, jari-jarinya menyentuh pipi Cressida dengan lembut. “Jadi… apa kita bisa mencoba untuk lebih dari sekadar teman?”
Cressida merasa jantungnya berdegup semakin cepat. “Ya, aku ingin mencoba. Aku ingin menjelajahi perasaan ini bersamamu.”
Dalam hitungan detik, mereka saling mendekat. Cressida merasakan kehangatan dari tubuh Jasper saat mereka saling berpandangan. Dengan lembut, Jasper memeluk Cressida, menariknya ke dalam pelukan yang erat dan hangat.
Cressida merasa tenang dalam pelukan Jasper, seolah-olah semua keraguan dan ketakutan menghilang. Saat pelukan itu berlangsung, Jasper membisikkan, “Terima kasih telah menerimaku apa adanya.”
Cressida tersenyum di dalam pelukan itu. “Kau tidak perlu berterima kasih. Kita di sini bersama-sama.”
Setelah beberapa saat, mereka mulai menjauh sedikit, hanya untuk saling memandang dengan intens. Waktu seolah terhenti ketika mereka tahu bahwa momen ini akan mengubah segalanya.
“Jasper,” Cressida berbisik, “apakah kita bisa—”
Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Jasper sudah menunduk, mencium bibir Cressida dengan lembut. Ciuman itu mulai dengan perlahan, penuh rasa, sebelum berkembang menjadi lebih dalam dan penuh gairah. Rasanya seolah dunia di luar apartemen ini menghilang, meninggalkan mereka berdua dalam kehangatan cinta yang baru terungkap.
Ketika mereka akhirnya berpisah, Cressida mengerling, wajahnya merah. “Wow, itu… luar biasa.”
“Ya,” jawab Jasper, senyumnya cerah. “Aku rasa kita akan memulai petualangan yang sangat menarik.”
Mereka tertawa bersama, penuh harapan dan rasa ingin tahu tentang apa yang akan datang. Dengan perasaan baru yang menyelimuti mereka, Cressida dan Jasper merasa siap untuk menjelajahi dunia kuliner dan cinta yang mereka ciptakan bersama.
---
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
Short StoryGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl