Bab 5
Pertunjukan malam itu berlangsung di sebuah teater megah di jantung kota London, The Royal Opera House. Kilauan lampu-lampu kristal di langit-langit menyelimuti ruangan dengan nuansa elegan. Panggung teater dipenuhi para penari dengan gaun mengalir, seakan melayang di atas lantai panggung. Di sudut panggung, Toby duduk di depan pianonya, memainkan melodi lembut yang menghanyutkan.
Cassie menari dengan anggun di tengah panggung, setiap gerakannya selaras dengan musik yang mengalun dari tangan Toby. Semua mata tertuju padanya, terpana oleh kesempurnaan tariannya. Namun, hanya satu pasang mata yang benar-benar memahami arti gerakan itu: mata Toby. Baginya, setiap langkah Cassie adalah sebuah ungkapan cinta yang terjalin erat dengan irama musiknya.
Ketika pertunjukan mencapai klimaksnya, Cassie berhenti sejenak di tengah panggung, pandangan matanya mengarah ke Toby. Di tengah sorakan penonton, hanya ada mereka berdua. Detik-detik itu terasa abadi.
Toby menyelesaikan nada terakhirnya dengan gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan. Cassie membungkuk memberi hormat, napasnya terengah-engah setelah penampilan yang begitu intens. Tapi sebelum dia bisa meninggalkan panggung, Toby berdiri dari pianonya, mengambil langkah pasti menuju Cassie.
Suasana teater yang semula riuh mulai hening ketika semua penonton menyadari ada sesuatu yang berbeda sedang terjadi. Toby, yang biasanya tenang dan penuh kontrol, terlihat sangat fokus. Di tangan kirinya, dia menggenggam sebuah kotak kecil berwarna hitam, dan di dalamnya, terletak cincin yang ia simpan untuk momen ini.
Cassie memandang Toby dengan bingung, namun senyum di wajahnya tetap terpancar. “Toby? Apa yang sedang kamu lakukan?” bisiknya, matanya melebar.
Toby berhenti tepat di depannya, mengambil napas dalam-dalam sebelum berlutut di hadapan Cassie. Suara penonton yang berbisik memenuhi ruangan, tetapi perhatian Cassie hanya terpusat pada pria di depannya.
“Cassie,” Toby berkata dengan nada lembut, namun terdengar jelas di seluruh ruangan. “Selama ini, kamu telah menjadi bagian penting dalam hidupku, lebih dari yang pernah aku sadari. Kamu telah mengubah cara aku melihat cinta, cara aku melihat hidup. Dan aku tidak bisa membayangkan masa depanku tanpa dirimu di dalamnya.”
Cassie menutup mulutnya dengan tangan, air mata mulai mengalir di pipinya. Suasana di sekeliling mereka begitu sunyi, seakan waktu terhenti untuk menyaksikan momen ini.
Toby membuka kotak kecil di tangannya, memperlihatkan cincin perak sederhana dengan berlian kecil yang berkilau lembut di bawah cahaya teater.
“Cassie Hart,” Toby melanjutkan, suaranya sedikit bergetar karena gugup, “maukah kamu menikah denganku? Maukah kamu menjadi partner hidupku, selamanya?”
Cassie terdiam sesaat, terkejut dan tersentuh. Tetapi tanpa ragu lagi, dia menjawab dengan suara yang penuh kebahagiaan. “Ya, Toby. Tentu saja, ya!”
Penonton, yang menahan napas, meledak dalam sorakan dan tepuk tangan penuh semangat saat Cassie menarik Toby berdiri dan memeluknya erat. Pelukan mereka begitu dalam, seolah mereka tak ingin terpisah lagi. Cassie bisa merasakan detak jantung Toby yang berpacu cepat, sama seperti miliknya.
Toby menatap Cassie dengan penuh cinta sebelum mendekatkan wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu lembut, namun penuh makna, mempertegas bahwa cinta mereka nyata dan kuat. Penonton kembali bersorak melihat pemandangan itu, menyadari bahwa mereka baru saja menyaksikan momen paling berharga dalam hidup dua orang yang telah bekerja sama dalam seni dan cinta.
---
Beberapa bulan kemudian, di sebuah kebun kecil di luar kota London, Toby dan Cassie mengucapkan janji pernikahan mereka di hadapan keluarga dan teman-teman dekat. Hari itu cerah, dengan angin sepoi-sepoi yang membawa harum bunga mawar dan lavender. Cassie tampak anggun dalam gaun putih sederhana, sementara Toby mengenakan setelan hitam yang membuatnya tampak gagah.
“Aku berjanji akan selalu mendampingimu, dalam suka dan duka,” kata Toby, suaranya terdengar mantap di tengah keheningan tamu. “Kau adalah inspirasiku, cintaku, dan masa depanku. Aku tidak sabar untuk menjalani sisa hidupku bersamamu.”
Cassie tersenyum, matanya berbinar. “Dan aku juga berjanji untuk selalu ada di sisimu. Kau telah memberiku lebih dari yang pernah aku bayangkan, dan aku tidak sabar untuk membangun kehidupan bersama denganmu.”
Ketika mereka akhirnya dinyatakan sebagai suami istri, sorak-sorai dari para tamu bergema di seluruh kebun. Toby kembali menarik Cassie ke dalam pelukan erat dan menciumnya dengan penuh cinta. Mereka berdua tertawa di antara ciuman itu, merayakan kebahagiaan yang mereka temukan bersama.
---
Dua tahun kemudian, Toby dan Cassie menyambut kehadiran seorang putri kecil bernama Joanne. Di malam yang tenang, di rumah mereka yang hangat di pinggiran kota London, Toby sering duduk di dekat tempat tidur bayi mereka, memainkan melodi lembut di gitarnya. Cassie, dengan senyuman lembut, akan duduk di sebelahnya, menggendong Joanne yang tertidur pulas di pelukannya.
“Lihatlah dia, Toby,” kata Cassie suatu malam, suaranya penuh kelembutan. “Putri kita, bukti cinta kita.”
Toby menatap Joanne dengan penuh kasih, mengangguk pelan. “Ya, dia adalah keajaiban kita, Cassie. Dan kamu... kamu adalah segala yang pernah aku impikan.”
Cassie tersenyum, menaruh kepalanya di bahu Toby. Mereka berdua duduk bersama di bawah sinar bulan yang masuk melalui jendela, menikmati kebahagiaan yang mereka bangun, dari cinta yang awalnya tak terduga, namun kini menjadi pusat kehidupan mereka.
Cinta sejati, pikir Toby, memang terkadang datang dari tempat yang tidak terduga. Tapi ketika kamu menemukannya, kamu akan tahu bahwa itulah yang selama ini kamu cari.
---
Cerita 2 Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You (Short Story) [END]
Historia CortaGenre: romance, drama, slice of life, short story, nobl