ICU

856 108 35
                                    


Aurora menangis pilu dalam dekapan Chiquita. Sebuah perasaan khawatir yang mendominasi atas dasar keputusasaan, sebuah rasa takut, kosong, dan hampa menjadi satu. Setiap isakannya terasa berat, penuh dengan kesakitan dan ketidakberdayaan. Rasa sakit yang begitu mendalam yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seakan dunia Aurora seketika runtuh, masa depannya terasa suram. Ia merasakan ketidakpastian yang menghantui, terjebak diantara harapan dan keputusasaan, Hatinya seolah terus bertanya-tanya, apakah ada kesempatan untuk melihat senyuman kekasihnya lagi, atau justru ia harus menghadapi kenyataan pahit akan kehilangan senyuman yang menjadi candu nya itu untuk selamanya.

Dokter Stella menghampiri tubuh lemah Aurora, mencoba membantu Aurora untuk kembali berdiri. Atau paling tidak Aurora mendudukkan dirinya di kursi besi panjang yang ada disana.

Aurora tidak berdaya, ia tidak mampu menopang beban tubuh nya sendiri, untuk berdiri atau hanya sekedar berfikir jernih barang sebentar saja. Ia benar-benar kehilangan seluruh tenaga serta akal sehatnya.

Beberapa saat, derap langkah sepatu terdengar tajam seperti dentingan waktu yang berpacu pada takdir. Suara sol yang beradu dengan lantai membentuk irama tergesa-gesa, setiap hentakan nya memecah keheningan yang menggema di lorong panjang rumah sakit. Nada-nada gesit itu melukiskan ketegangan, seolah-olah setiap langkah adalah sebuah balap yang melawan waktu, penuh urgensi dan kekhawatiran yang menggelayut di dalam dada.

Irene yang sedang disibukkan dengan pembukaan cabang barunya di Busan, tanpa berfikir panjang wanita paruh baya itu segera meninggalkan pekerjaan nya saat mendengar kabar buruk dari supir pribadi nya tentang Ahyeon.

Suho dan Kai pun datang bersama Irene.

"Sayang.." Panggil Irene lemah kepada Aurora, matanya menatap nanar melihat kondisi Aurora yang terkulai lemah di atas lantai.

Wajah Putri semata wayangnya sudah sangat berantakan, keadaan Aurora benar-benar terlihat sangat memilukan hati Irene sebagai seorang Ibu.

Dokter Stella yang sedang fokus membantu Aurora agar gadis itu segera berdiri, mengangkat kepalanya saat mendengar suara Irene.

Ada perasaan sedikit lega saat Dokter Stella melihat kedatangan Irene, setidaknya saat ini ia bisa menyampaikan berita yang akan ia sampaikan kepada seseorang yang berhak mendengar kabar tersebut. Irene tersenyum lembut menatap lekat Dokter Stella, berusaha untuk tetap terlihat tegar. Wanita itu mengangguk kan kepalanya, Dokter Stella yang mengerti maksud Irene segera menepikan dirinya.

Aurora menatap kosong wajah Irene yang sedang menatap sedih dirinya.

"Eomma~" Aurora memanggil lirih Irene.

Irene menekuk lututnya, menyamakan posisi nya dengan posisi Aurora. "Eomma disini, Sayang.. Eomma, sudah ada disini.." Ucap Irene, Chiquita segera melepaskan pelukannya dengan Aurora.

Ia mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini, Aurora membutuhkan pelukan hangat Irene.

Dalam keheningan itu.. Irene segera menarik Putri semata wayangnya kedalam dekapannya.

"Eomma, dadaku sesak sekali Eomma~" Aurora menepuk-nepuk lemah dadanya. "Eomma.. sakit sekali..."

Tangis Irene pecah, wanita paruh baya itu belum mengetahui bagaimana kondisi Ahyeon saat ini. Yang Irene tahu hanya.. Ahyeon yang terjatuh dari kamar mandi.

Selain Irene. Jennie pun sudah mendapat kabar tentang apa yang terjadi pada Ahyeon pagi tadi.

Jennie bahkan melakukan penerbangan darurat detik itu juga saat dirinya baru saja mendengar berita tentang Putri semata wayangnya, saat ini Jennie sudah dalam perjalanan pulang menuju ke Korea.

Lowkey [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang