lima

7.6K 232 2
                                        

BAB 5

"Ini bagus yang mana?" Tanya Roman pada Rosela. Kini keduanya berada di mall untuk membelikan hadiah Amaryllis. Roman memimpin pembelian barang, karena pria itu yang mengajak lebih dulu. Mereka berada di toko perhiasan. Orang seperti Roman tak mungkin membelikan hadiah pacarnya sebuah barang biasa dan murah.

"Itu yang kanan, lebih simple cocok sama gaya Amary." Tunjuk Rosela pada kalung dengan liontin simple tetapi masih memiliki kesan elegan. Sesuai dengan pribadi Amaryllis yang memang bergaya sedikit tomboi.

"Oke, gue bakal ambil yang ini. Mbak, bungkus yang ini, sama gelang yang itu." Roman menambahkan hadiah gelang untuk Amaryllis. Ia terlihat puas dengan pilihan Rosela.

"Baik, silahkan melakukan pembayaran di kasir, ya, Mas." Pegawai toko tersebut membawa pesanan Roman untuk dibungkus.

"Lo kalo mau beli pilih aja, nanti gue bayarin," ucap Roman yang dibalas gelengan oleh Rosela.

"Gak, udah sana. Gue ke toko aksesories dulu. Gue mau gantian cari kado." Rosela mendorong bahu Roman. Bagaimana ia tak merasa baper, Roman baik padanya, terkadang hal-hal seperti ini membuat perasaannya meminta lebih. Namun kembali ia tekankan, Rosela lebih baik fokus pada dirinya sendiri. Hidupnya terlalu sulit jika memikirkan tentang asmara.

"Lo yakin? Uang gue gak bakal habis cuma beliin satu barang buat lo," ucap Roman.

"Udah sana, gue ke toko lain dulu. Nanti kita ketemu di cafe, kalo lo emang mau traktir beliin gue makanan aja."

"Oke-oke." Roman berbalik menuju kasir guna membayar pesanannya.

Rosela melangkah menuju toko aksesories. Ia akan membelikan Amaryllis dream catcher dan beberapa gantungan tas. Rosela tak mungkin membelikan barang brandet, lagipula Amaryllis akan sangat marah jika dirinya menghamburkan uang untuk kado gadis itu. Jadi Rosela mengambil jalur aman dengan membeli aksesories, kebetulan Amaryllis juga maniak benda lucu tak peduli meski harganya tak mahal.

Berkeliling mencari rak bagian gantungan tersebut tersedia, Rosela mengambil sebuah dream catcher berbentuk bulan sabit dengan hiasan manik-manik berwarna soft.

"Lucu banget, Amary pasti suka." Rosela tersenyum senang, mendapat benda yang unik, dream catcher tersebut akan mempercantik kamar Amaryllis.

"Sekarang kita cari gantungan tas," ucap Rosela. Kembali berkeliling, sambil melihat apa ada barang yang ingin dirinya beli.

Rosela meraih beberapa gantungan tas, ada yang berbentuk boneka rajut dengan hiasan pita, lalu beberapa berbentu manik-manik dan hiasan kerang laut. Ada total 5 gantungan tas, ia juga meraih sebuah kotak kado dan totebag untuk wadah.

Saat akan menuju meja kasir Rosela tak sengaja melihat sebuah gelang manik berwarna baby blue, ia akan membelinya untuk dirinya sendiri. Lalu meletakkan pada kranjang belanja miliknya. Setelah dirasa cukup Rosela mengantri pada kasir.

***

"Jadi lo abis ini mau kemana?" Tanya Roman.

"Balik, apalagi? Gue mau istirahat bentar terus bersngkat kerja." Rosela membalas disela suapan makan siangnya.

"Lo emang belum resign?"

"Belum, gajian gue masih tanggal 15. Sebelum magang gue mau mastiin uang pegangan gue cukup buat beberapa bulan kedepan."

Roman mengangguk, ia beberapa kali merasa kagum dengan kegigihan Rosela. Gadis itu bak tak pernah lelah, bahkan ia tak pernah melihat Rosela mengeluh akan hidupnya. Apa Roman yang memang tidak tau? Rosela tidak terbuka dengan kehidupannya. Mereka semua hanya tau Rosela pekerja keras dan memiliki kehidupan yang tidak mudah.

"Padahal nanti magang kita juga dapat gaji. Lo gak perlu pusing buat bulan selanjutnya. Gaji dari tempat magang gak main-main." Roman berbicara jujur, Amaryllis memang berhasil membujuk kampus dan perusahaan keluarganya. Mereka juga akan mendapat pesangan yang besar.

"Semua berkat Amary, tapi itu masih nanti. Gue berterima kasih banget, kalo gak dia gue juga masih bingung mau magang dimana apalagi gue kerja." Rosela tak menampik semua pertolongan Amaryllis. Ia sangat mensyukuri hal itu, kehidupan perkuliahannya menjadi sedikit lebih mudah berkat Amaryllis.

"Dia emang luar biasa," ucap Roman dengan kagum.

"Iya, Amary emang segalanya," balas Rosela tanpa rasa cemburu. Buat apa cemburu jika yang mereka katakan adalah kebenaran. Ia bukan benci atau iri yang membabi buta. Rosela masih tetap memberi dinding untuk sadar diri, meski terkadang ia juga menikmati pemberian Amaryllis dan orang tuanya.

Makanan mereka sudah tandas, Roman mengajak Rosela pulang. "Gue udah selesai, ayo balik."

"Ayo, gue juga udah capek seharian." Rosela meraih totebag miliknya. Keduanya keluar dari area cafe, menyusuri lorong mall menuju area parkiran.

Roman menyerahkan helm untuk Rosela, keduanya menaiki motor milik pria itu meninggalkan area mall.

Tanpa keduanya sadari tindakan tersebut tertangkap mata oleh seorang pria yang berada didalam mobil. Membuat spekulasi yang semakin buruk akan Rosela.

"Dasar murahan," ucap Luke dengan benci menatap kepergian Rosela.

***

Pulang kerja Rosela sudah dihadang kembali oleh pria berpakaian rapi. Ia menghela nafas, melihat pria itu sudah berdiri didepan gerbang kosan miliknya. Seniat itu menunggu Rosela yang bahkan hari ini kembali lembur dan pulang telat. Rosela sebenarnya sudah tak memiliki energi untuk meladeni pria yang tak jauh didepannya.

Tapi jika tak dihadapi, pasti akan semakin lama ia beristirahat. Rosela mendekati pria itu, yang kini sudah menatapnya bak ingin menguliti. Rosela berhenti beberapa langkah didepan Luke.

"Saya ingin bicara dengamu," ucap Luke.

Rosela meremas tasnya, ia lelah sungguh. Tak bisakah mereka membiarkan Rosela beristirahat dengan tenang satu malam saja? Ia sudah bisa menebak jika Luke hanya ingin memaki dirinya.

"Ada apa?" Tanya Rosela.

"Jauhi Roman! Kamu tau jika Roman kekasih dari Amary, kenapa kamu sejahat itu dengan jalan bersama pria yang menjadi kekasih temanmu, saya tak menyangka kamu ternyata semurah itu. Padahal kamu juga perempuan, tetapi tingkahmu seperti tak memiliki harga diri." Luke kembali melempar kalimat sepedas lava pada Rosela.

Telinga Rosela terasa panas, ia menatap Luke dengan marah. Moodnya kali ini berantakan, ia lelah.

"Maka minta saja Amary menjaga pacarnya dari gadis murahan kayak gue." Rosela menerima saja, terserah Luke ingin mengatainya apapun.

Luke semakin marah, lihat telinganya memerah hanya karena kalimat Rosela.

Pupuk terus rasa bencimu pada Rosela, Luke. Maka kamu akan terbelenggu sendiri akan hal itu.

"Kalau udah selesai gue mau masuk, lo ngehalangi jalan, udah puas maki-maki gue, kan?" Rosela menatap Luke dengan malas. Jika sudah puas segeralah pergi wahai pria kaya.

"Kamu memang tak tau diri, saya akan mengahncurkan hidupmu, camkan itu!" Luke menunjuk wajah Rosela. Lihat, bahkan tangan pria itu sampai berurat, ia kesal saat Rosela sama sekali tak merasa takut padanya.

"Ya-ya, hancurkan saja hidup gue hingga lo puas." Rosela melangkah menuju gerbang, saat melewati tubuh Luke ia bergumam lirih.

"Lagipula semua sudah hancur," gumam Rosela lalu masuk tanpa peduli Luke yang akan mencak-mencak didepan gerbang kosan. Ia sudah tak memiliki energi.

Saat memasuki kamar kosan Rosela langsung menjatuhkan tubuhnya pada ranjang, ia memilih memejamkan mata, tak peduli meski tubuhnya masih lengket. Nanti saja ia mandi, ia ingin tidur dahulu.

***

BERSAMBUNG


Rosela (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang