Bab 8
Rosela, Roman, Kanna, dan Amaryllis tengah berbaris rapi. Keempatnya menatap fokus pada wanita yang tengah menjelaskan apa saja tugas mereka selama magang. Mereka juga diletakkan di divisi yang berbeda-beda.
Tebak Rosela berada di divisi apa? Yak, salah. Entah bagaimana Rosela berada di divisi dibawah naungan Luke. Divisi keuangan, dimana pria itu adalah kepala keuangan. Kesialan yang sangat Rosela ingin maki.
Sementara Amaryllis dan Roman berada di divisi penjualan lalu Kanna berada di divisi pemasaran. Mereka berada di pasion masing-masing. Lalu entah bagaimana Rosela berada terpencar di divisi keuangan.
Rosela menatap tajam pada ruangan Luke yang ada di ujung lorong. Ia yang duduk dibalik meja komputer merasa sangat kesal. Feelingnya mengatakan, ini tak lepas dari tipu daya Luke. Pria itu pasti sengaja membuatnya kesulitan dengan berada di divisi keuangan. Sementara lihat Amaryllis dan Roman berada di satu divisi yang bisa membuat mereka saling membantu dan saling bermesraan.
"Rosela," panggil salah satu wanita yang merupakan karyawan di divisi ini.
"Ada apa, Kak Rika?" Tanya Rosela.
"Kamu bisa tolong antar ini ke ruang Mr. Luke. Aku harus menuju divisi gudang buat nganter berkas ini." Tunjuk Rika pada dua map berwarna biru.
"Gak ngerepotin, kan? Nanti minta tanda tangan Mr. Luke juga dibagian belakang."
"Oke," balas Rosela. Rika kemudian pergi dari biliknya. Rosela menatap map merah yang akan ia berikan pada Luke.
Sebenarnya ia sangat malas menemui pria itu, padahal sudah jelas pekerjaannya pasti selalu bersinggungan dengan Luke. Mau menghindar model apapun ia tak akan bisa. Luke yang memegang kendali atas nilai magangnya kali ini. Berurusan dengan orang kaya cukup menyeramkan ternyata.
Rosela meraih map tersebut, mau ditunda bagaimanapun, ia pasti harus segera berhadapan dengan Luke. Menarik nafas panjang, lalu ia melangkah menuju ruang Luke. Rosela menyapa Cakra pria berusia 28 tahun, yang merupakan sekretaris Luke.
"Pagi, Kak. Mr. Luke-nya ada?" Tanya Rosela dengan ramah.
"Pagi, Rose. Ada, mau perlu apa?"
"Titipan berkas dari Kak Rika buat Mr. Luke."
"Masuk aja, Mr. Luke lagi gak ada tamu."
"Baik, Makasih, Kak." Rosela mengetuk pintu beberapa kali, setelah terdengar sahutan dari dalam barulah Rosela membuka pintu tersebut.
Memasuki ruang Luke pertama kali, Rosela bisa merasakan suasana yang maskulin. Tak ada hiasan apapun disana, hanya ruang berwarna abu dan putih, beberapa sudut ruang berisi rak-rak buku, ada sepasang meja dan sofa tak jauh dari kursi kebesaran Luke. Di meja pria itu hanya ada tumpukan berkas dan laptop serta secangkir kopi.
Pria itu memakai kacamata menambah kesan maskulin, ia terlihat fokus pada beberapa berkas, sesekali menatap layar komputer didepannya.
"Selamat Pagi, Mr. Luke, saya disini membawa berkas dari Bu Rika," ucap Rosela dengan lancar.
Mendengar suara yang familiar, pria itu mengangkat kepalanya, mengalihkan fokusnya yang semula pada lembar tulisan yang dipegang. Kini netra tajam pria itu beradu dengan Rosela. Luke melipat tangannya, mengkode Rosela agar mendekat. Gadis itu terlihat menuruti kemauan Luke. Diletakkannya berkas pada meja Luke.
"Ini Bu Rika minta tanda tangan sekalian dibagian berkas belakang." Rosela mencoba abai dengan tatapan Luke. Pria itu semakin terlihat aneh semenjak insiden ciuman mereka kemarin.
"Lalu?" Tanya Luke.
"Itu saja Mr."
Luke bangkit dari duduknya, melangkah memutari meja, kini kaki pria itu tepat berada didepan tubuh Rosela. Luke meletakkan lengannya diantara tubuh Rosela, membuat gadis itu terkurung.
"Mr...." ucap Rosela, mencoba memperingati Luke agar tak bertindak gila lagi. Sudah cukup pusing dirinya dengan tingkah Luke yang aneh akhir-akhir ini.
"Kenapa?"
"Saya pamit undur diri, Mr." Rosela mencoba mengabaikan Luke, ia berniat pergi dari jangkauan pria itu. Yang terpenting urusannya menyerahkan berkas tersebut telah selesai, persetan dengan tanda tangan yang harus dirinya minta.
Bukannya mendengarkan ocehan Rosela, tatapan Luke justru terfokus pada bibir Rosela yang terbubuh lipstik berwarna nude, dengan ombre bagian dalam merah bata.
Rosela yang sadar kemana tatapan laapr Luke tertuju, segera menutup bibirnya dengan sebelah tangan. Ia tak sudi jika pria itu kembali mencuri ciumannya. Bibir pria itu tak bisa dipegang kalimatnya. Berkata membenci Rosela namun sudah dua kali mencuri ciumannya.
Decakan kesal terdengar dari Luke, kini mata pria itu beralih menatap netra Rosela.
"Kenapa ditutup? Udah puas ngocehnya."
"Saya hanya menjaga bibir cantik dan menggoda saya dari pria yang sudah dua kali mencuri ciuman saya," sindir Rosela. Mati saja dirinya, melupakan bahwa Luke memegang kendali akan nilainya.
"Oh," balas Luke. Membuat ekspresi dongkol pada wajah Rosela.
Luke mencondongkan tubuhnya, bergerak seperti akan mencium Rosela. Gadis itu terlihat menahan nafasnya, merasa mati kutu, jika ia memukul Luke, sudah jelas nilainya akan dipersulit.
"Kamu ambil map warna hijau diatas rak itu," tunjuk Luke, ia meraih map yang dibawa Rosela tadi. Luke kembali menarik tubuhnya, memberi jarak pada Rosela, senyum miringnya tersungging, saat bisa menebak apa yang Rosela pikirkan tentangnya tadi.
"Singkirkan pikiran jelekmu," ejek Luke.
Rosela menatap tak terima pada Luke yang kini telah kembali duduk di kursi kebesarannya.
"Tunggu apa lagi? Buruan ambil barang yang saya suruh," ucap Luke kembali memerintah Rosela.
Dengan menghentakkan kaki Rosela melangkah menuju rak yang Luke maksud. Ia menatap dari bawah keatas, ternyata map tersebut terletak dijajaran atas. Apa pria itu sengaja mengerjainya, sudah jelas tinggi Rosela hanya 150 cm, sedangkan rak paling atas terlihat tingginya lebih dari 180 cm. Sudah jelas Rosela tak akan sampai.
Saat mengedarkan kesekitar Rosela sama sekali tak menemukan kursi kecil sebagai penopang dirinya yang tak sampai. Ia mencoba mengulurkan tangan keatas, Rosela hanya bisa menjangkau jajaran rak nomor dua dari atas. Bahkan sesekali kaki pendeknya melompat-lompat berharap bisa menjangkau map tersebut.
Saat melompat entah yang keberapa kali, tanpa sengaja kaki Rosela mendarat dengan tak benar. Ia hampir tersungkur, jika tak ada lengan yang menahan tubuhnya. Jantung Rosela sudah berdegup, ia yang tak siap jatuh sontak merasa lega karena lengan yang menopang tubuhnya.
Gadis itu menatap pemilik tangan, siapa lagi jika bukan Luke. Meski kesal ia tetap bersyukur mendapat pertolongan pria itu. Rosela meringis saat sadar kakinya tetap terluka, hal lain yang tak bisa dihindari.
"Pendek," ejek Luke.
Rosela mendengus sebal, pria itu suka sekali mengejeknya. Sudah jelas Rosela pendek, masih saja menyuruh yang aneh-aneh.
"Saya juga tau kalau saya pendek," balas Rosela. Ia melepas cekalan Luke yang sejak tadi berada di pingganya, pria itu senang sekali mencuri kesempatan untuk menyentuhnya. Rosela meringis saat berhasil berdiri tegak.
Lihat, Luke dengan mudah mengambil map tersebut. Lalu membawanya berlalu menuju mejanya.
"Kamu boleh keluar," perintah Luke.
Rosela hampir menjatuhkan rahangnya, pria itu memang sulit ditebak dan membuatnya geleng kepala. Dirinya yang sudah mendapat usiran memilih pamit keluar.
"Saya permisi Mr. Luke." Rosela berjalan perlahan menuju pintu Luke. Ia keluar dengan kaki yang terasa berdenyut.
Melihat tubuh Rosela tertelan pintu, sudut bibir Luke terangkat, terlihat binar puas di matanya saat melihat pergerakan Rosela yang kesulitan. Memang jika di kantor Rosela tak akan bebas memaki dan bertindak tidak sopan. Gadis itu terlihar masih sayang dengan nilainya yang dibawah kendali Luke.
***
Jangan lupa klik follow, vote dan komen serta tambah cerita ini ke reading list kalian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rosela (On Going)
Short Story#MINNIESERIES2 BLURB Rosela, sebuah nama yang indah. Namun tidak seindah kisahnya. Rosela terjebak dengan kejahatannya sendiri. Rasa iri memang hanya akan membakar diri kita sendiri. Begitupula dengan yang Rosela alami. Selalu iri melihat hidup sah...