Perasaan Cinta, Kenyataan Luka

155 36 9
                                    

"Halah sok sokan ngaku udah gak punya rasa, segala minta ampun sampai segitunya kemarin- kemarin, giliran ketemu malah kaya Dunia milik berdua, si Yang Paling Tahu satu sama lain, emang kardus aja tuh mereka cocok lah"

Krist langsung misuh misuh setelah Balada Telenovela yang ia tonton secara live sudah berakhir dan sekarang ia sedang berada di luar Kantor, tepatnya di arah parkiran dimana ia sering menghabiskan waktu sendirinya dengan menghisap sebatang rokok.

"Masa lalu memang selalu jadi pemenangnya, ah kampret lah"

Masih

Krist masih bersumpah serapah karena kejadian yang baru saja ia alami, seperti sebuah pemantik yang mampu membuat kobaran api semakin besar.

Intinya mungkin adalah cemburu tetapi percuma saja toh hubungannya dengan Singto kandas begitu saja, dan keputusan itu datang dari dirinya sendiri.

Singto yang tiba di Kantor Polisi dengan wajah pucat tetapi masih tampan paripurna, sebenarnya sempat menggoyahkan keimanan Krist yang rasanya ingin langsung menghambur ke dalam dekapan pria itu, tetapi saat mendengar percakapan antara kedua Mantan Tunangan yang sepertinya sedang bernostalgia, egonya langsung setinggi Angkasa Raya.

Merasa paling tidak peduli dengan adegan lovey dovey dari mereka, tetapi batinnya tentu tergores luka. Krist sejak awal kedatangannya selalu berusaha untuk menahan diri agar tidak melontarkan kalimat provokasi pada Vier, dan membuat citranya buruk di depan para anak buah juga rekan kerjanya.

"Mantan Tunangan sih ya, apalah aku yang hanya Mantan Pacar hitungan bulan, langsung kalah telak"

Krist menghisap rokoknya agak dalam di sisa terakhir sampai dadanya terasa sesak, tetapi entah karena rokok menjadi penyebabnya atau sesuatu yang lain seperti putus dengan Singto mungkin.

Dan saat ini yang paling ia sesali dari semua rentetan masalah di dalam hidupnya adalah hanya mengerucut pada satu sumber, yaitu dicintai secara sakit jiwa oleh dua saudara kembar yang pada akhirnya merusak hidup bahagianya di masa depan.

***

"Tuan Andrews, seseorang ingin sekali bertemu dengan anda"

Singto yang sedang memeriksa beberapa berkas langsung mengalihkan perhatiannya pada Sekertaris barunya yang tiba-tiba saja masuk.

"Apa saya memiliki jadwal bertemu dengan kolega?"

"Tidak Tuan"

Satu alis Singto terangkat menandakan ia agak terganggu karena Sang Sekertaris menginterupsi pekerjaannya.

"Bukankah sudah saya bilang harus membuat janji terlebih dahulu? Apa kamu melihat saya sedang senggang dan bisa ditemui begitu saja?"

Sang Sekertaris hanya menggeleng takut, ia baru saja bekerja beberapa bulan dengan Bosnya dan ia paham betul soal membuat janji sebelum ada pertemuan, tetapi bagaimana jika seseorang itu mengaku sebagai calon mertua Sang Bos, tentu ia bingung bagaimana cara menolak kehadirannya.

"Tetapi yang ingin bertemu anda adalah calon mertua anda Tuan"

Hah!!!

Sejak kapan ia memiliki calon mertua sementara kisah cintanya dengan siapapun saja telah habis berserakan.

"Tuan Francis Leong, calon mertua anda sedang menunggu di luar"

Singto cukup terkejut, buru-buru ia melangkah keluar untuk menuju pria yang baru saja disebut oleh Sekertarisnya, dan benar saja seseorang sedang berdiri begitu anggun tak jauh dari pintu ruangannya.

"Tuan Francis" Sapa Singto langsung pada salah satu orang tua mantan kekasihnya itu yang kehadirannya sungguh mengejutkan.

"Aku mengganggu ya?"

INTERNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang