Rebel Interns Vol 3

369 51 17
                                    

Singto masih saja betah digerayangi oleh dua orang Uke manis yang dengan setia menemaninya malam ini. Kepalanya sampai terangkat ke atas karena terlalu menikmati sentuhan dari para Toysnya.

Yeah... Singto bukan pria suci jika menyangkut soal birahi, kapan saja ia ingin maka menunjuk siapapun yang bisa segera ia tiduri adalah keharusan, pertahanan Singto tak begitu baik saat nafsu menguasai. Ia juga tak suka seandainya harus bermain seorang diri dengan tangannya.

Tidak ada sensasi klimaks dengan meremas bokong seksi lawan mainnya yang bisa membuat dirinya terkapar hebat jika ia memilih solo karir. Entah mengapa, kebiasaan seperti itu sangat menakjubkan bagi Singto.

Tetapi ia juga harus sadar diri dengan gaya hidup gilanya, tentu saja ia selalu bermain aman dan sehat. Apalagi jalur Boys Love sudah ia pilih semenjak ia tahu jika seorang wanita sama sekali tak bisa membangkitkan gairahnya meski sudah berkali-kali mendapat rangsangan dari jenis mereka.

"You out" Titah Singto pada seseorang di sebelah kanannya yang itu berarti malam ini ia akan bermain dengan pria yang satunya lagi.

Begitulah Sang Tuan dalam menentukan lawan main, akan ada dua orang yang saling berkompetisi dengan cara foreplay, setelah itu ia langsung memilih mana yang lebih layak untuk lanjut ke atas Ranjang.

"Siapa namamu?" Tanya Singto pada pria kecil yang sudah naik di atas pangkuannya.

"Saya Allan, Tuan"

Singto sedikit meneliti, sepertinya lawan mainnya ini memiliki darah campuran, terlihat dari warna mata yang berwarna hijau terang.

"Kau punya darah campuran?"

"Ya, ayah saya berasal dari Salzburg, ibu asli negara ini"

Singto begitu menikmati wajah Allan yang bersih tanpa cela, walaupun sudah banyak pria datang dan pergi dalam hidupnya, bahkan ia tidak ingat berapa jumlah pastinya tetapi belum ada yang wajahnya begitu memukau seperti Allan, dan malam ini Singto seperti mendapatkan sebuah jackpot.

"Kita pindah ke room?" Ajak Singto dengan penuh kelembutan, seolah Allan adalah benda yang mudah remuk jika sedikit saja ia bersikap kasar.

"Saya mengikuti saja keinginan Tuan"

Sebuah kecupan Singto berikan pada salah satu pipi Allan, ia sangat suka seseorang yang begitu penurut, tidak seperti... What! Kepalanya langsung saja ia gelengkan ketika mengingat siapa yang langsung mengisi otaknya.

Sial! Haruskah disaat seperti ini aku mengingat kegilaan Anak Magang itu.

Singto mulai mengatur nafasnya untuk menetralkan sedikit kekacauan yang baru saja terjadi.

"Are you ok Tuan?"

Mata Singto langsung saja membidik lawannya yang masih setia dalam pangkuan, kemudian senyum segera terbit di bibirnya "Don't worry, aku hanya sedikit pusing karena alkohol, kita lanjutkan saja malam ini di dalam room"

Allan langsung menuruni paha Singto untuk segera berdiri, dan menggiring Tuannya yang malam ini terlihat sangat istimewa. Jika ia lebih sering dengan pria standart saja karena masih junior, khusus yang sekarang sepertinya ia sedang dilingkupi keajaiban karena bisa mendapat pelanggan dengan jutaan pesona.

"Sebelah sini Tuan" Tunjuk Allan pada satu lorong yang akan membawa mereka ke dalam VIP room.

Singto tentu saja langsung menurut dengan berjalan bersisian, ia tak juga ingin melepaskan tangannya pada pinggang Allan. Prianya malam ini adalah yang paling ia sukai dari malam-malam lainnya. Allan begitu lemah lembut dan terstruktur rapih, tidak terlihat agresif dan juga murahan.

Apalagi saat tahu siapa Tuannya, kebiasaan para Mainan itu adalah langsung bersikap menyebalkan, namun yang kali ini perbedaannya seperti ujung langit dan kerak bumi. Bahkan Singto sempat berpikir kemungkinan untuk menjadikan Allan Mainan permanen yang hanya untuk dirinya saja, jika malam ini pria itu bisa membawanya ke Puncak Nirwana.

"Shit!!!" Umpat Singto seketika saat seseorang tiba-tiba saja keluar dari satu room dan menabraknya begitu saja "Watch your step Asshole" Umpat Singto langsung dan saat ia mengangkat wajahnya, betapa terkejutnya dia ketika mendapati si Anak Magang ternyata adalah orang yang baru saja bersenggolan dengannya.

"Ah... Bos, sorry" Ucap Krist santai sembari menata rambutnya yang sudah pasti berantakan.

Saat Krist ingin langsung saja pergi menjauh, tiba-tiba satu tangannya dicekal dengan kuat.

"Hei Intern"

Krist langsung berbalik, kemudian saling bertatapan dengan Bosnya dengan menampilkan wajah santai cenderung datar.

Tetapi yang terjadi pada Singto justru seperti tersengat sebuah aliran listrik saat melihat Krist begitu berantakan, kemeja yang pria itu pakai sudah terbuka dan memperlihatkan tubuh bagian depan yang mulus bak porselen, ditambah lagi celana yang kancingnya sedikit terbuka membuat Singto sempat kesulitan meraup oksigen.

Krist yang ditatap sedemikian intens justru bersikap biasa saja tanpa curiga "Ada apa Bos? Aku tidak menganggu kesenangan anda loh" Seru Krist sembari membenarkan satu per satu kancing kemejanya.

Singto mendadak black out, ia tidak lagi fokus pada Allan dan sekarang justru berpikir tentang "Bagaimana rasanya meniduri si Anak Magang? Membuat Krist semakin berantakan di atas Peraduan"

What the FUCK! Ia justru menginginkan Anak Magang itu untuk berada di satu Ranjang yang sama. Ini Gila... Sangat Gilaaa!!!!!!

Singto seperti menelan Afrodisiak tingkat tinggi ketika melihat Krist dengan tingkat berantakan yang sangat keterlaluan.

"Tuan"

Suara lembut dari arah belakangnya segera menyadarkan Singto, ia bahkan sampai lupa jika sedang bersama orang lain.

"Sepertinya anda sudah ditunggu Bos, selamat menikmati malam penuh gelora, tetapi jangan sampai bangun kesiangan karena weekend masih beberapa hari lagi" Krist memberikan salam hormat pada Sang Bos, kemudian melangkah dengan ringan sembari bersiul yang sampai terdengar ke seluruh lorong.

"Cih... Bagus juga selera dia, tidak tahu saja jika dirinya sedang menjadi target seseorang" Ucap Krist dengan seringai misterius.

Dan saat ia sudah sampai di depan meja Bar, Krist mengedipkan satu matanya pada seorang pria yang tentu saja langsung dimengerti oleh orang itu. Kemudian ia segera berjalan menuju Basement untuk masuk ke dalam sebuah mobil Mini Van yang sudah terpakir di tempat paling ujung dan tentu saja jauh dari jangkauan banyak orang.

Krist masuk begitu saja dan sedikit mengagetkan beberapa orang yang berada di dalamnya, kemudian mengambil satu tempat untuk ia duduki "Waspada malam ini akan ada penyerangan, karena target sedang menikmati Surga Dunia di dalam sana" Ucap Krist sembari memeriksa layar di depannya.

"Aku masih saja bingung dengan motif dendamnya, bukankah terkesan sangat sepele?"

Krist langsung memutar kursi untuk menghadap seseorang yang mengeluarkan pertanyaan konyol, dengan gerakan tangan yang sangat ringan, Krist memberi sebuah pukulan pada kepala orang itu dengan gulungan kertas.

"Baca... Bacaaaa.... Jangan hanya mendengar cerita saja, baca yang benar isi laporanya" Dengan sangat berapi-api Krist menjawab atau justru lebih ke arah memerintah.

"Maaf Komandan"

Krist hanya bisa mendengus dengan perasaan kesal.

Ini masih mau lanjut apa udahan aja ya? Dibuat 21 plus apa yang safe zone aja? Kasih masukan dong, mulai nulis lagi tuh zhuzhur sazha agak puyeng tueng tueng ya, tapi namanya juga udah Bucheen, ya maunya nulis terus lah😁

Like sama komen yuk Genks, ramaikan lagi PerPerayaan kita

Bye Maksimal🫰

INTERNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang