Komandan Vs Overthinking

199 37 9
                                    

"Seberapa Bajingannya sih kamu dulu?"

Singto mendelik tajam ke arah Krist yang justru masih asik memakan buah, padahal pria itu baru saja melontarkan pertanyaan gila padanya.

Krist memang seorang Aparat yang terbiasa berbicara tanpa filter, apalagi jika sudah menghadapi target kelas kakap, ia justru akan berubah lebih menyeramkan dari biasanya.

"Kira-kira, berapa jumlah wanita yang pernah kau tiduri sepanjang karirmu sebagai seorang Buaya Darat?" Tanya Krist lagi, meski nadanya penuh provokasi tetapi ia tetap santai, bahkan kegiatan melahap buahnya juga seperti tak terusik.

"Aku tidak pernah meniduri perempuan manapun sayang"

"Pria Omega? Mpreg? Mungkin"

Singto seketika memijat keningnya dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Sebenernya kamu ingin tahu soal apa Krist Leong? Bertanya soal Omega, Mpreg, kamu pikir ini cerita novel picisan"

"Tadi panggil sayang sayang, sekarang Krist Leong, plin plan ya kamu, tak suka lah"

Singto segera bangkit dari kursinya dan langsung membawa tubuhnya untuk duduk di atas ranjang Krist agar mereka sedeket mungkin dan saling berhadapan.

"Sejak kemarin, aku sebenarnya penasaran dengan sikapmu yang ku pikir-pikir semakin arogan saja padaku, apa karena perasaanku yang terlalu besar padamu sampai kamu bisa dengan seenaknya menginjak harga diriku?"

Singto kini mulai tak sabaran menghadapi keanehan Krist. Ia bahkan bersedia menebalkan wajah saat Krist mengusirnya malam tadi, tetapi demi pria itu, Singto tetap bertahan berada di sisi Kristnya.

Tetapi Krist tetap santai saat Singto sudah mulai meledak meski hanya sedikit, ia bahkan menatap mata Singto secara terang-terangan dan terkesan justru menantang pria itu.

"Aku hanya bercanda Sing, calm down" Krist menepuk pundak Singto beberapa kali sembari tersenyum "Begitu saja sudah kalang kabut, Hehehe...."

Singto mengambil kedua tangan Krist untuk ia genggam, tak lupa sekali dua kali kecupan mampir ke telapak tangan Krist.

"Aku tidak akan menyangkal tentang sepak terjangku di masa lalu, kamu memanggilku bajingan, aku terima tanpa kemarahan, tetapi si yang kamu katakan Bajingan ini, sepenuhnya sudah jatuh hati padamu dan kini sedang memperjuangkan perasaannya"

Krist masih diam, tetapi diamnya justru membuat Singto sedikit was was, apa sebenarnya yang mempengaruhi Krist sampai sulit dijangkau lagi.

Apa Krist pernah bersinggungan dengan seseorang dimasa lalunya?

Dan jika benar, untuk apa pria itu sampai marah sedemikian rupa, sementara status mereka saja masih abu-abu.

"Oh iya, bagaimana kamu bisa sampai tertembak seperti ini?"

"Resiko pekerjaan"

Singto mengerutkan keningnya dalam, terlalu menyepelekan itu pikir Singto terhadap Krist saat ini. Seolah nyawa bukan sesuatu yang berharga.

Semua pekerjaan punya resiko sendiri-sendiri, tetapi untuk pangkat selevel Krist dengan pengalaman yang sudah tak terhingga, bukankah keselamatan saat menjalankan tugas sudah dipersiapkan dengan begitu baik, kenapa masih saja kecolongan?

"Sudahlah tidak usah dipikirkan, dan yang harus kamu tahu, salah satu kesulitanku menerima orang lain mungkin karena akan ada lagi kondisi seperti ini, aku selalu meminimalisir jumlah orang yang pasti bersedih ketika pekerjaanku membahayakan nyawaku, ku rasa Baba dan Pere saja sudah cukup"

Singto merebahkan tubuhnya dan membawa kepalanya untuk tidur diatas paha Krist, karena sekarang posisi Krist sedang duduk bersandar. Satu tangan Krist ia bawa ke atas kepalanya agar memberi usapan lembut, karena rasanya sejak pertama kali ia mendengar kabar tentang kondisi Krist, pusingnya tak kunjung reda juga sampai sekarang.

"Usap kepalaku sayang" Pinta Singto setelah berbaringnya sudah nyaman.

Krist tak membantah, ia melakukan dengan menggerakkan tangannya di atas kepala Singto dengan penuh kelembutan, sesekali justru seperti memberikan sedikit pijatan.

"Aku bisa menghadapi situasi apapun asal kamu memberi kesempatan untuk kita saling berbagi, aku bisa menjadi setegar karang, bisa selembut kapas, sekeras baja, menjadi apapun aku bisa untuk Krist Leong"

Ini yang paling tidak Krist sukai, merasakan sulit lepas pada sebuah rasa nyaman, perasaan ingin bersama seseorang tetapi isi kepalanya terlalu berisik.

Tidak ada yang kurang dari seorang Singto Andrews jika dilihat secara kasat mata, pun perlakuannya yang penuh kelembutan dan kesabaran dalam menghadapi dirinya yang terlalu arogan, banyak nilai plus yang akhirnya menutupi minus.

"Sing"

"Ya sayang?"

"Aku ingin membawamu bertemu seseorang setelah pengobatan ku selesai dan aku pulih total"

Singto yang tadi hampir terlelap kini kembali membuka mata, feeling-nya untuk Krist rasanya tak pernah salah, pasti ada sesuatu yang terjadi sebelum ini sampai sikap Krist berubah lagi padanya.

"Terserah kamu saja, aku akan setuju dibawa kemanapun olehmu"

"Termasuk ke atas tebing dan setelah itu ku lempar ke bawah?"

"Boleh, asal di kehidupan setelahnya kamu langsung setuju menjadi suamiku, tidak ada drama seperti ini lagi, kalau perlu langsung menandatangani berkas-berkas legal pernikahan, tidak masalah bagiku jatuh dari ketinggian"

"Halah... Kelewat merdu memang suara Buaya Darat"

Singto hanya tersenyum tanpa menanggapi apapun lagi dan perlahan-lahan ia mulai  memejamkan mata.

***

Krist buru-buru memberi kode pada Pere-nya untuk tidak berisik saat pria itu memasuki ruang rawatnya.  Alasannya apalagi kalau bukan Singto yang saat ini masih betah tertidur di pangkuannya padahal yang Pasien disini adalah dirinya.

Sudah 1 jam paha Krist dijadikan alas untuk tidur pria itu dan saat Krist ingin memindahkan Singto, ia justru tak kuat mengangkatnya karena kondisinya memang belum pulih total.

Menyusahkan, Pasien kok justru dikerjai oleh penjaganya.

"Tampan ya Tuan Andrews kalau sedang tertidur begini, masih tidak ingin memberi kepastian?"

Francis berbicara lebih tepatnya berbisik di telinga anaknya, karena tidak ingin mengganggu tidurnya Pangeran Tampan.

Sementara Krist hanya bisa menghela nafasnya lemah.

"Jangan terlalu overthinking sayang, jatuh cinta mungkin ada kalanya berbuah masalah, tetapi tergantung bagaimana kalian berkerja sama untuk tetap berada di poros yang membahagiakan kelak"

Francis memeluk Sang Anak yang memang terlihat gamang akhir-akhir ini ketika dihadapkan dengan urusan percintaan. Benteng yang dibangun anaknya begitu tinggi dan berlapis seolah tak ingin didobrak oleh siapapun.

Krist semakin nyaman di pelukan Francis, sementara satu tangannya masih setia memberi usapan di kepala Singto.

"Beri waktu untuk kalian bisa saling menyelami, jangan sampai ada penyesalan bahkan sebelum kalian memulai"

Yang bisa Krist lakukan hanya mengangguk pasrah dan semakin masuk ke dalam dekapan Pere-nya. Dia masih belum bisa memutuskan apapun sebelum benar-benar berbicara pada Singto dalam kondisi yang sama warasnya.

"Pere..."

"Hm?"

"Aku takut terlalu dicintai, takut perasaan itu berubah menjadi obsesi gila, aku tidak ingin berurusan lagi dengan seorang psikopat.... Tidak lagi Pere"

Ya Tuhan... Francis baru menyadari sekarang tentang pengalaman Sang Anak, kenapa ia bisa sampai lupa jika dirinya dan Geraldo pernah mati-matian memproteksi Krist dari kegilaan sebuah cinta.

Sementara Singto, ia mendengar hampir keseluruhan percakapan Krist dengan ayahnya, tetapi masih tidak ingin bergerak agar bisa mengetahui curahan hati Pujaan Hatinya.

Psikopat?

Siapa?



Makasih buat Vote dan Komennya

"Love banyak banyak"
-Komandan Krist-

Bye Maksimal

INTERNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang