"CEWEK SIALAN! Berani banget Lo sama gue!" Ya, kurang lebih umpat seperti itu selalu lolos setiap harinya dari bibir seorang CAGARA KHALAFA DAEIRLANGGA.
°°°
Kejadian malam itu merubah segalanya bagi dua remaja berbeda gender.
°°°
Kehidupan yang abu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Leguhan serak mengganggu nyenyaknya Killa yang masih ingin menikmati tidurnya, bersamaan dengan perutnya yang terasa sesak. Kelopak matanya yang semula tertutup damai, kini mengerjap menyesuaikan cahaya yang menyilau. Ketika nyawanya terasa terkumpul, Killa menundukkan kepalanya dan mengernyit kala mendapati tangan kekar memeluk erat perutnya.
"Eh! Astaga!" seru Killa begitu mendengar leguhan tepat di belakang telinganya.
Terlihat wajah gusar Cagara yang menggusak di tengkuk lehernya, membuat Killa meremang geli. Perempuan itu sedikit memberi jarak dan membalikkan tubuhnya, menatap Cagara yang semakin merapatkan tubuhnya.
"Astaga!" pekik Killa sedikit tertahan.
Perempuan itu segera melepaskan lilitan Cagara pada perutnya, merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar. Diletakkan punggung tangannya pada dahi Cagara, dapat dirasa suhu hangat diatas normal. Hingga leguhan Cagara kembali terdengar.
Setelah memastikan Cagara kembali terlelap dengan damai, Killa melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menyiapkan bubur untuk Cagara
"Nek?" panggil Killa. Keningnya mengernyit ketika melihat nenek Willya baru saja masuk ke dalam rumah, sedangkan sekarang pukul empat lebih lima belas.
Killa dibuat parno olehnya, untuk apa wanita paruh baya itu keluar pagi buta seperti ini. Apakah wanita paruh baya itu bukan nenek Willya. Bulu kuduk Killa terasa berdiri memikirkan hal-hal yang bersimpangan itu.
"Tumben, mau apa turun jam segini Killa?" tanya wanita paruh baya itu, membuyarkan pikiran negatif Killa.
Akhirnya Killa menghembuskan napasnya lega, meski detak jantungnya masih berdetak dua kali lipat.
"Mau buat bubur, nek. Cagara demam," jawab Killa sembari meraih panci untuk diisi air.
Nenek Willya berdecak mendengarnya. "Anak itu. Yasudah, nenek ke dalam dulu ya," ujarnya.
Killa kembali berkutat membuat bubur dan sop ayam, karena Killa tahu jika Cagara tidak akan mau makan jika hanya bubur saja.
"Untung sakit ini orang!" dumel Killa. Bagaimana tidak, baru saja masuk ke dalam kamar sudah melihat bantal guling berserakan, juga selimut yang ikut terjatuh.
Cagara meringkuk di tengah-tengah kasurnya, selimut yang sebelumnya membalut tubuhnya entah bagaimana bisa kini berada di lantai. Killa beranjak menyimpan nampan pada meja belajar Cagara, setelahnya memunguti bantal, guling dan selimut yang berserakan di lantai.
Perempuan itu berlalu mengusap surai Cagara. "Gara, bangun dulu," ujarnya. "Hei, Cagara. Bangun, minum obat dulu," lanjutnya masih setia mengusap surai laki-laki itu.