05~CAGARA

7.1K 286 4
                                    

Hallo

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Pagi yang cerah disambut air muka murung dari keluarga Raryo, yang sampai saat ini masih belum bisa menerima kenyataan pahit. Eh? Bukankah mempunyai cucu itu yang ditunggu-tunggu, tetapi mengapa tidak untuk keluarga ini? Anak merupakan sebuah anugrah paling spesial yang dititipkan pada manusia, kenapa kali ini seolah tidak diinginkan.

Dengan mata sembab, Killa berjalan mendekati orang tuanya yang disambut palingan muka dan hawa canggung. Sungguh, bukan seperti ini yang perempuan itu inginkan, hal seperti ini tidak pernah terlintas dalam angan dan pikirannya.

"Kak La, mata kakak kenapa? Sakit, ya?" tanya Ahdan yang sedari tadi memandang sang kakak bingung. Kakak nya yang ceria, hari ini terlihat murung.

Killa hanya tersenyum sembari menggeleng kecil, tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala adik bungsunya itu.

"Ayo, kamu tunjukkan di mana laki-laki brengsek itu!" ujar Raryo beranjak meninggalkan Killa yang termenung.

"Ahdan, sini sama bunda." Namikha menarik anak bungsunya untuk mendekat kepadanya, sebelum anak itu terus bertanya.

Killa hanya bisa menatap sendu bunda dan adiknya, setelah itu berpamitan pada keduanya. Melihatkan seulas senyum tulus walaupun dalam hatinya mencelos sedikit sakit kala bundanya berlalu begitu saja, tak kala menarik tangan adiknya pelan.

Di tempat yang sangat Killa benci dan harus memutar ulang memori memilukan itu dirinya sekarang berdiri dengan ayahnya. Pria yang merupakan ayah dari Killa itu menelisik tempat yang diduganya sebagai saksi di mana mahkota berharga putrinya itu direnggut.

"Di rumah kumuh ini kalian bermalam?" tanya Raryo tanpa menatap putrinya. "Tidak etis dan sangat memalukan?" lanjut pria itu berdecih jijik sekaligus meremehkan.

Killa menundukkan kepalanya takut. "Ayah, kita pulang aja, ya? Di sini nggak ada orang itu," alihnya terdengar lirih, taku-takut ayahnya akan marah padanya.

Raryo menatap putrinya membantah, tidak terima mendengar ucapan anaknya itu. "Mau apa kamu? Membiarkan laki-laki itu melepas tanggung jawab?" tanya Raryo mulai mengeluarkan nada yang sedikit tidak enak.

"Di sini nggak ada siapa-siapa, yah." Sejujurnya Killa sudah sangat lelah, pening di kepalanya pun semakin menjadi. Belum lagi perutnya yang belum sempat terisi pagi tadi.

Raryo menghembuskan napasnya kasar. "Mau gimana kalau ditunda-tunda Killa?" Pria itu meraup wajahnya kasar.

"Killa mau ke warung sebrang dulu ya, yah? Mau beli minum," pamit Killa yang nampak tak menarik di telinga ayahnya.

CAGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang