"CEWEK SIALAN! Berani banget Lo sama gue!" Ya, kurang lebih umpat seperti itu selalu lolos setiap harinya dari bibir seorang CAGARA KHALAFA DAEIRLANGGA.
°°°
Kejadian malam itu merubah segalanya bagi dua remaja berbeda gender.
°°°
Kehidupan yang abu...
Tama mengernyit melihat Cagara, membuat sangat empu melirik sekilas. "Killa mana?" sarkas Tama.
Yang ditanya hanya mengedikkan bahunya. "Cari ke gedung sebelah," balas Cagara tak acuh.
"Nggak bareng lo? Wah, parah sih," timpal Devin membuat Tama menghela napasnya. "Cabut duluan kirain jemput Ibu Negara," sambung geleng-geleng.
Cagara mengedikkan bahunya acuh. "Bayar SPP," balasnya. Rautnya pun terlihat berubah.
"Baperan amat kaya anak perjaka," gurau Zeifan, sengaja memancing Cagara.
"Mentang-mentang kebobolan, lo," sahut Devin mendapat free tatapan tajam dari Cagara.
Zeifan tampak mengedarkan pandangannya, menelisik satu persatu siswa yang berdatangan ke kantin. "Cewek lo mana, Gar? Satu sekolah sama Killa, kan?" tanya cowok itu seksama.
"Lo mancing atau ngecengin, sih?" desak Devin, di bawah meja kakinya dengan aktif menendang tulang kering cowok itu.
Tanpa adanya aba-aba, meja paling pojok itu seketika hening. Meninggalkan Cagara yang menyuapkan baksonya.
"Heh, diem aja. Tapi kaya ada yang kurang nggak, sih?" tanya Devin mengerut.
Menatap meja di depannya yang hanya terisi semangkok bakso dan segelas es teh milik Cagara, juga tempat sendok.
Gebrakan pelan mampu membuat Cagara tersedak kuah bakso yang baru saja diseruput nya. "Kenapa cuma Gara yang pesen?!" tanya Devin menggebu.
Tanpa menghiraukan celotehan Devin, Tama beranjak. Namun lagi-lagi Devin bertanya menggebu. "Laper," lontar Tama membalas.
Tinggal lah Cagara yang menikmati baksonya dengan tenang. Namun, suara yang cukup asing terdengar menyapanya.
Cagara mendongak melirik sekilas pada dua remaja yang menghampirinya dan kembali fokus pada handphonenya. Tidak menghiraukan dua remaja yang masih berdiri menunggu.
"Maaf, bang. Gue sama temen gue boleh gabung nggak? Bangkunya penuh soalnya," izin cowok dengan rambut berponi belah dua.
Kembali mengalihkan atensinya, Cagara menatap dua remaja di depannya. Netralnya tertarik membaca sederet nama pada bedname salah satunya.