Bagian 9

13K 541 27
                                    

"Maaf Non, tuan Bima belum pulang" ujar Siti dari telepon seberang. Setiap menit aku memang menelpon kerumah menanyakan apakah Bima sudah dirumah atau belum namun nihil, Bima tidak kunjung pulang. Sejak pertengkaran aku malam itu dengannya, Bima menghilang bagai di telan bumi, rasa ketakutan kehilangan Bima memenuhi hati dan pikiranku.

Flash back on

Dia menatapku tajam, akupun membalas tatapan tajam itu. Hanya keheningan yang mewarnai meja makan ini. Selera makankupun menguap begitu saja.

"Aku sudah bilang padamu! Aku sibuk sekali!!"

"Bahkan untuk menemaniku kontrol ke dokterpun kau tak punya waktu?? Sesibuk apa dirimu Bim??"

"Aku bekerja untuj memenuhi kebutuhan ..."

"Kebutuhan siapa?? Kebutuhan wanitamu yang lain hah??"

Brak!!!

Bima menggebrak meja makan membuat suara keras. Aku masih diam menatap raut wajah marah Bima. Aku sudah tidak tahan lagi, sudah 6 bulan kandunganku berjalan, dan sudah 4 bulan pernikahan aku dan Bima. Bukan karena apa, pertengkaran ini karena aku merasa amat kesal!! Di awal - awal pernikahan kami, Bima memang selalu menemaniku di rumah, mengantarkan aku kemana saja, termasuk kontrol ke dokter. Namun sejak pernikahanku memasuki bulan kedua, Bima berubah. Dia jarang pulang kerumah, kalaupun dia pupang hanya seminggu 3 kali, mengantarkan aku ke dokterpun dia tidak sempat. Alasannya pekerjaan. Aku hanya diam membiarkan apapun maunya, namun perlahan aku mulai kesal! Aku istrinya, walaupun nikah siri tak pantaskah dia memberikan aku perhatian? Bagaimanapun aku istrinya secara agama!! Dan anak yang aku kandung jelas anaknya!

"Jangan membuat perkara Dinda!!"

"Aku tak membuat perkara! Justru kau tanyakan sendiri dengan dirimu itu! Kebutuhan siapa yang kau penuhi? Justru kebutuhanku dan kebutuhanmu aku yang memenuhi!! Lalu kebutuhan siapa yang kau penuhi kalau bukan wanita lain Bima???"

"Jaga mulutmu!!"

"Tidak lagi Bim! Aku sudah di ambang batas kesabaran! Kau tidak menjelaskan maksud pernikahan siri ini! Kau tidak memberiku perhatian yang aku inginkan! Kau tidak jelas.. Kau.."

"Apa maumu Dinda?? Kau tidak suka? Kenapa tidak menceraikan aku kalau tidak suka hah? Apa perlu aku yang menceraikanmu??"

Aku terdiam mendengar Bima mengatakan perceraian. Setiap pertengkaranku dengan Bima memang di akhiri kata cerai oleh Bima. Segitu inginnya kah dia menceraikan ku? Aku tertunduk lesu merasa kalah akan pertengakaran ini. "Maaf" ujarku pelan

"Tidak usah minta maaf padaku, kalau kau tidak suka denganku tak masalah. Aku tunggu keputusan ceraimu!!! Terserah maumu apa!!"

Bima melangkah pergi meninggalkan aku yang terduduk sendirian di ruangan ini. Tangisku pun mewarnai malam ini. Bima pergi lagi.

Flash back off

Kejadian itu sudah lewat sebulan lalu, sejak saat itu Bima tidak pernah muncul di rumah lagi. Aku mencoba menelponnya namun ponselnya tidak bisa di hubungi. Dia hilang entah kemana, sedangkan aku sangat membutuhkannya saat ini. Sebentar lagi aku akan melahirkan namun dia hilang begitu saja.

Ckrek

"Sudah siap Din?" sapa seseorang saat memasuki ruang kerjaku. Aku mendongak menatap pria itu, pria yang selama ini menjagaku. Mengantarkan aku kemana saja. Memenuhi segala ngidamku. Tidak tau apa jadinya aku tanpanya.

"Aldo" senyumku mengembang melihatnya. Hubunganku dengan Aldo sempat merenggang di awal - awal pernikahanku dan Bima. Namun, saat aku bertemu dengan Aldo kembali untuk membicarakan bisnis hubungan kami kembali membaik.

AYAH UNTUK ANAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang