Bagian 8

13.4K 516 16
                                    

Aku menatap pantulan diriku di cermin besar kamar pribadiku, riasan yang tidak terlalu mencolok, dan baju kebaya putih polos membalut tubuhku, aku terlihat cantik. Mestinya ini adalah hari bahagiaku, aku menikah dengan orang yang aku cintai. Dengan ayah biologis dari anak yang aku kandung, tapi entah mengapa aku merasa sesak di dadaku. Perasaan sedih dan kecewa mewarnai hatiku saat ini. Pasalnya ini adalah hari bersejarah bagiku, hari bahagiaku, namun orang tuaku tidak mengetahuinya, mereka juga tidak hadir untuk memberikan doa restunya. Aku merasa berdosa, merasa durhaka. Berulang kali aku menutup mataku dan menghembuskan nafasku.

"Ini demi kamu nak, mama akan lakukan ini. Demi kebahagiaanmu" batinku sembari mengelus perutku.

Ckrek

Pintu kamarku terbuka, wanita muda berpakaian kebaya pink masuk ke kamarku, dia tersenyum kearahku.

"Non Dinda cantik sekali, Siti sampe pangling" ujarnya. Aku hanya membalas dengan senyum tipis

"Apa mereka sudah datang?" tanyaku menatap pantulan Siti di cermin besarku. Dia mengangguk mengiyakan

"Tuan Bima dan kakaknya sudah tiba, penghulunya juga sudah tiba Non" ujarnya pelan. Aku memejamkan sekali lagi mataku, menghembuskan napas agar perasaanku sedikit tenang.

Aku bangkit dari tempat dudukku merapikan sedikit tatanan rambut dan bajuku. Lalu melangkah keluar kamar diikuto oleh Siti. Aku menuruni tangga rumahku, menuju lantai bawah tempat orang - orang berkumpul.

Dua oranh pria berjas hitam duduk membelakangiku, dan penghulu tersenyum kearahku. Aku melangkahkan kakiku menuju tempat itum entah perasaanku atau bagaimana aku merasakan tempat duduk Bima sangat jauh.

Siti membantuku untuk duduk di sebelah Bima. Aku terus hanya menundukkan kepalaku, tidak sanggup memandang Bima dan kakakknya sampai sebuay suara familiar mengagetkanku

"Arinda.. Dinda.. Kamu kan...??" tanya suara itu. Aku mengangkat kepalaku lalu menoleh kearah sumber suara di belakangku dan Bima. Aku sempat melirik Bima juga menoleh kearah orang itu

"Aldo..???" seruku kaget tak percaya

"Abang kenal Dinda???" tanya Bima

Apa katanya?? Abang?? Aldo dan Bima..??? Apa Abang? Coba apa aku salah dengar?? Atau kalian semua salah baca? Itu tulisan authornya bener Abang?? (Somplak)

"Bim, apa wanita ini yang akan kamu nikahi? Kamu serius?" tanya Aldo pada Bima. Dan Bima mengangguk mantap.

"Tunggu, apa kalian adalah saudara??" tanyaku berusaja bersikap sebiasa saja

"Apa kau mengenal Aldo??" selidik Bima

"Eh, ini .. Aldo.. Aku dan Aldo.."

"Dinda adalah rekan bisnisku, Bim" potong Aldo

"Ohya.. Baiklah.. Dinda, Aldo ini adalah kakak kandungku, kakaku yang nomer dua" perkataannya membuatku kaget setengah mati. Mungkinkah aku bermimpi? Ya Tuhan sadarkanlah aku!!

Acara pernikahan siri yang aku jalani berjalan lancar tanpa hambatan dan sekarang aku adalah istri siri dari Bima. Entah kapan aku akan menjadi istri sahnya. Aku juga tidak tau. Aku ragu akan menjadi istri sah Bima. Biar waktu saja yang menjawabnya. Paling tidak Bima punya itikad baik menikahiku.

"Selamat ya atas pernikahan kalian, semoga kalian bahagia selalu" ujar Aldo tanpa menatapku, sorot matanya menunjukkan luka. Entah mengapa aku merasa tidak enak hati pada Aldo.

"Terima kasih bang, sudah menjadi saksi pernikahan kami" ujar Bima sambil merangkul pundakku, yang dengan spontan aku lepaskan begitu saja

"Maaf ya aku mau naik keatas, gerah. Bim, kamu ajak ngobrol Aldo aja" ujarku pada Bima

AYAH UNTUK ANAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang